Sejarah dan Perkembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang

38 Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 139M Tahun 1998. Pembagian zona ini bertujuan mengatur fungsi ruang, keletakan bangunan, dan fasilitas umum, sesuai dengan sifat perlindungan arkeologi untuk mempertahankan eksistensi informasi serta bukti yang tersisa. Ketiga zona tersebut adalah zona inti, zona penyangga, dan zona pengembang. Zona inti berfungsi sebagai ruang perlindungan terhadap objek yang paling penting, pemanfaatannya disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian dengan tetap memperhatikan lanskap budaya asli, kepentingan budaya, dan kepentingan sosial. Sedangkan zona penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan yang dilindungi, dimana penggunaan lahannya terbatas untuk memberikan lapisan perlindungan tambahan. Zona pengembang merupakan bagian dari situs dengan sifat perlindungan yang lebih rendah dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi masyarakat.

5.1.2 Sejarah dan Perkembangan Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang

Menurut Sukendar 1985, bangunan berundak Gunung Padang merupakan temuan peninggalan tradisi megalitik yang baru. Sebelumnya penemuan bangunan berundak ini telah dicatat oleh NJ. Krom pada tahun 1914 dalam laporan tahunan Dinas Purbakala Hindia Belanda Rapporten van den Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch Indie. Akan tetapi temuan tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penelitian secara intensif, sehingga bangunan berundak Gunung Padang kembali tertutup oleh hutan dan semak belukar. Bangunan berundak ini ditemukan kembali pada tahun 1979 oleh para petani, yaitu Endi, Soma, dan Abidin. Peristiwa tersebut kemudian dilaporkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Cianjur. Selanjutnya 39 dilakukan penelitian-penelitian secara intensif oleh berbagai pihak terhadap bangunan berundak Situs Megalitik Gunung Padang hingga saat ini. Pada mulanya Situs Megalitik Gunung Padang digunakan oleh masyarakat setempat untuk kegiatan ritual. Kawasan ini sangat kental dengan unsur mistis, keagamaan, dan kebudayaan. Masyarakat sudah memliki kearifan lokal dalam menjaga dan memelihara kawasan Situs Megalitik Gunung Padang. Sebelum kawasan ini dikembangkan dan dipromosikan sebagai kawasan wisata, hanya sedikit wisatawan yang mengunjungi kawasan ini. Wisatawan yang berkunjung pun terbatas pada pihak yang memiliki tujuan ritual dan kebudayaan 1 . Pengembangan kawasan wisata Situs Megalitik Gunung Padang mulai dilakukan pada tahun 2010. Pengembangan kawasan wisata ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Upaya pengembangan yang dilakukan adalah penataan manajeman, perbaikan infrastruktur jalan, dan pengadaan fasilitas wisata berupa toilet dan tempat parkir kecil. Pada tahun 2011, dilakukan promosi wisata melalui media cetak maupun elektronik. Selain itu dilakukan pembangunan fasilitas wisata berupa toilet, mushola, kantor informasi, tempat parkir, dan shelter, serta perbaikan kembali infrastruktur jalan. Hal tersebut mendorong semakin banyak wisatawan yang mengunjungi Situs Megalitik Gunung Padang. Meskipun telah dilakukan pengembangan kawasan wisata, namun fasilitas wisata dinilai masih kurang memadai. Salah satu penyebabnya adalah tarif masuk kawasan wisata yang dinilai terlalu murah. Wisatawan hanya membayar retribusi sebesar Rp. 2.000,00, dimana retribusi tersebut belum ditetapkan secara resmi 1 Hasil wawancara dengan juru pelihara Situs Megalitik Gunung Padang, Bapak Nanang, tanggal 12 Maret 2012, mengenai sejarah awal aktivitas yang dilakukan masyarakat di Situs Megalitik Gunung Padang. 40 oleh pengelola. Retribusi tersebut digunakan untuk membiayai pemeliharaan kawasan. Sedangkan pengadaan fasilitas wisata didanai oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dengan dana yang terbatas.

5.1.3 Pengelola Kawasan Wisata Situs Megalitik Gunung Padang