Rokok Illicit Palsu Rangkuman Permasalahan dan Alterna f Solusinya

Buku Fakta Tembakau | 95 di ngkatkan agar anak-anak dan remaja serta masyarakat miskin dak akan mampu untuk membeli sebungkus rokok. Ÿ Kontribusi industri rokok pada perekonomian dari tahun 1995 sampai 2010 selalu menurun. Pada tahun 1995 kontribusi industri rokok, pertanian tembakau dan pertanian cengkeh pada perekonomian Produk Domes k Bruto sebesar 2,2 persen, sedangkan pada tahun 2010 menjadi 1,78 persen. Kontribusi industri tembakau dan turunannya dak menyumbang besar bagi perekonomian, sehingga dak perlu diberikan perlindungan karena dak menyerap tenaga kerja yang banyak dan dak memberikan konstribusi nyata pada perekonomian. Ÿ Jumlah pekerja langsung di industri rokok sebanyak 281.571 orang pada tahun 2012. Jumlah ini dak sebanyak yang industri makanan dan industri lainnya. Pernyataan industri rokok yang mengaku menyerap banyak tenaga kerja lebih dikarenakan mereka memasukkan pekerja dak langsung dalam perhitungannya seper pedagang dan anggota rumah tangga yang ditanggung. Ÿ Rata-rata upah buruh industri rokok di bawah mandor lebih rendah dari rata-rata upah industri makanan dan industri lainnya. Hal ini terjadi secara konsisten dalam 13 tahun terakhir. Pada tahun 2013, rata-rata upah industri rokok adalah sebesar Rp. 1.196.200 sedangkan rata-rata upah industri makanan Rp. 1.375.100 dan rata-rata upah keseluruhan industri adalah Rp. 1.636.200 perbulannya Tabel 5. L2 Ÿ Rokok Illicit palsu di Indonesia, pada umumnya adalah rokok palsu, rokok yang dak ada pita cukai, rokok dengan pita cukai yang bukan peruntukkannya. 96 | Buku Fakta Tembakau Da ar Pustaka Badan Pusat Sta s k. Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Indonesia, 1985 - 2013 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Industri Besar dan Sedang 2012 Badan Pusat Sta s k. Keadaan Angkatan Kerja Industri 2012 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Upah 2000 - 2012 Badan Pusat Sta s k. Tabel Input-Output 2010 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Impor 2009 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Ekspor 2009 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Impor 2010 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Ekspor 2010 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Impor 2011 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Ekspor 2011 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Impor 2012 Badan Pusat Sta s k. Sta s k Perdagangan Luar Negeri Ekspor 2012 Campaign for Tobacco-Free Kids. The Global Cigare e Industry. 2014 Directorate General for Internal Policies, Briefing Paper: Workshop Cigare e Smuggling, 2014 Euromonitor Interna onal, October 2013 SEATCA. Tobacco Industry Interference Index, 2014 SEATCA. Free Trade and Tobacco. 2014 Sou G, Preece R. Reducing the Illicit Trade in Tobacco Products in the ASEAN Region: A Review of the Protocol to Eliminate Illicit Trade in Tobacco Products. World Custom Journal; 2013:72:1-92. Buku Fakta Tembakau | 97

BAB 6 Kebijakan Cukai Rokok dan Penggunaannya Untuk Kesehatan

Oleh: Nur Hadi Wiyono, Ayke Soraya Ki ng, Abdillah Ahsan, Flora Aninditya

6.1 Filosofi Kebijakan Cukai

Ÿ Menurut Yurekli 2001 dan Cnossen 2005 cukai tembakau pada in nya ditujukan untuk: a meningkatkan pendapatan pemerintah, b mengoreksi biaya eksternal external cost akibat penggunaan tembakau, misalnya cukai dapat dipakai untuk membiayai penyakit akibat merokok c mencegah anak-anak atau perokok pemula untuk mulai merokok jika cukai tembakau nggi. Ÿ Menurut UU No. 39 tahun 2007 cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteris k yang ditetapkan yaitu: a. konsumsinya perlu dikendalikan; b. peredarannya perlu diawasi; c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak nega f bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Ÿ Jadi, tujuan utama pengenaan cukai adalah untuk pengendalian konsumsi sehingga konsumsi barang yang menyebabkan dampak nega ve bagi kesehatan menurun. Ÿ Efek samping dari pengenaan cukai adalah peningkatan pendapatan negara jika cukai dinaikkan, namun indikator kesuksesan kebijakan cukai rokok tetaplah pada terkendalinya ngkat konsumsi rokok dan bukan pada target penerimaan negara.

6.2 Dampak Peningkatan Rokok terhadap Konsumsi Rokok dan Penerimaan Negara

Studi dampak peningkatan cukai dan harga rokok pada penerimaan negara di Indonesia Ÿ Permintaan akan rokok bersifat inelas s, dimana besarnya penurunan konsumsi rokok lebih kecil daripada peningkatan harganya. Ÿ Peningkatan 10 persen cukai rokok akan menurunkan konsumsinya sebesar 1 sampai 3 persen dan meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok sebesar 7 sampai 9 persen. 98 | Buku Fakta Tembakau Ÿ Sehingga penurunan konsumsi rokok akibat peningkatan cukai akan meningkatkan penerimaan negara. Ÿ Hal ini juga memperlihatkan bahwa rokok adalah barang yang menimbulkan kecanduan bagi pemakainya. Ÿ Peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai adalah win-win solu on karena akan menurunkan konsumsi rokok, walau bersifat inelas s, dan pada saat yang sama akan berpotensi meningkatkan penerimaan negara dari cukai rokok. Berbagai peneli an menunjukkan bahwa peningkatan cukai sebanyak 10 persen akan berpengaruh posi f pada penurunan konsumsi rokok dan kenaikan penerimaan negara Tabel 6.1 Dampak Peningkatan 10 Cukai Tembakau terhadap Konsumsi Rokok dan Penerimaan Negara dari Cukai Tembakau Studi De Beyer and Yurekli, 2000 Djutaharta et al, 2005 Adioetomo et al, 2005 Sunley, Yurekli, Chaloupka, 2000 penurunan konsumsi 2,0 0,9 3,0 2,4 kenaikan penerimaan 8,0 9,0 6,7 7,4 6.3 Dampak Peningkatan Cukai Tembakau terhadap Jumlah Perokok, Kema an yang Terkait dengan Konsumsi Rokok dan Penerimaan Cukai Tembakau Ÿ Barber et. al. 2008, melakukan penghitungan mengenai dampak peningkatan cukai rokok menjadi 57 ngkat maksimal yang diperbolehkan Undang-Undang No. 39 tahun 2007. Ÿ Jika ngkat cukai rokok di ngkatkan menjadi 57 dari harga jual eceran maka diperkirakan jumlah perokok akan berkurang sebanyak 6,9 juta orang, jumlah kema an yang berkaitan dengan konsumsi rokok akan berkurang sebanyak 2,4 juta kema an, dan penerimaan negara dari cukai tembakau akan bertambah sebanyak Rp. 50,1 Trilliun penghitungan ini didasarkan pada asumsi elas sitas harga terhadap permintaan rokok sebesar -0,4. Ÿ Dengan menggunakan metode yang dipakai Barber et. al. 2008, Lembaga Demografi FEUI dan SEADI 2013 melakukan up date perhitungan dampak kenaikan cukai terhadap penerimaan pemerintah. Simulasi perhitungan dilakukan dengan asumsi jika