Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Peraturan KTR

114 | Buku Fakta Tembakau Ÿ Pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan menjabarkan lima alokasi menjadi kegiatan-kegiatan yang lebih rinci lihat Peraturan Menteri Keuangan No. 20PMK.072009. Untuk alokasi penggunaan no. 3 “pembinaan lingkungan sosial” dijabarkan menjadi : a. pembinaan kemampuan dan keterampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau danatau daerah penghasil bahan baku industri hasil tembakau, b. penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu kepada analisis dampak lingkungan AMDAL, c. penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum, d. peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok, e. penguatan sarana dan prasarana kelembagaan pela han bagi tenaga kerja industri hasil tembakau, danatau, f. penguatan ekonomi masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dalam rangka pengentasan kemiskinan, mengurangi pengangguran, dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, dilaksanakan melalui bantuan permodalan dan sarana produksi. Ÿ Pembagian DBH-CHT di ngkat provinsi dilakukan dengan menggunakan komposisi sebagai berikut: 30 untuk provinsi, 40 untuk kabupatenkota daerah penghasil dan 30 untuk kabupatenkota lainnya. Ÿ Tahun 2008 pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat mengajukan judicial review atas UU cukai, karena UU hanya mengamanatkan dana bagi hasil untuk daerah penghasil cukai daerah yang memiliki pabrik rokok, padahal banyak daerah yang hanya penghasil tembakau tapi dak memiliki pabrik. Ÿ Judicial review ini akhirnya dikabulkan oleh Mahkamah Kons tusi melalui keputusan Mahkamah Kons tusi nomor 54PUU-VI2008 tanggal 14 April 2008. Mulai tahun 2010 pemerintah pusat membagi 2 DBH-CHT selain untuk provinsi penghasil cukai, juga kepada provinsi penghasil daun tembakau. Ÿ Hingga tahun 2013, ada 17 provinsi yang menerima DBH-CHT yaitu provinsi penghasil tembakau dan atau penghasil cukai ada pabrik rokok. Buku Fakta Tembakau | 115 Tabel 6.11 Alokasi DBH-CHT di Lima Provinsi Penerima Terbanyak, 2012 dan 2013 Sumber: Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 197PMK.072012 dan Peraturan Menteri Keuangan PMK No. 181PMK.022013 2012 2013 No 1 2 3 4 5 Provinsi Jawa Timur Jawa Tengah Nusa Tenggara Barat Jawa Barat DI Yogyakarta Total alokasi Jumlah 817,646,710,511 426,656,949,953 187,230,516,704 160,551,041,173 18,425,083,879 1,686,998,369,623 48,5 25,3 11,1 9,5 1,1 Jumlah 1,016,911,731,156 545,556,711,908 209,557,143,592 201,302,529,415 20,144,642,718 2,092,352,910,357 48,6 26,1 10,0 9,6 1,0 Ÿ Dari 17 provinsi, ada lima provinsi dengan penerima DBH-CHT terbanyak yaitu Ja m, Jateng, NTB, Jabar dan Yogyakarta. Provinsi Ja m menerima dana terbanyak Rp 1 triliun atau hampir separuh DBH-CHT karena Jawa Timur merupakan sentra industri rokok dan juga pertanian tembakau. Ÿ Mengingat banyak pemerintah daerah yang kurang tepat dalam penggunaan DBH-CHT terutama dalam bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan menerbitkan buku Panduan Penggunaan DBH-CHT di Bidang Kesehatan tahun 2012. Ÿ Secara umum buku panduan tersebut berisi 2 hal utama yaitu: a Penetapan Kawasan Tanpa Rokok Dan Pengadaan Tempat Khusus Untuk Merokok di Tempat Umum, dan b Penyediaan Fasilitas Perawatan Kesehatan bagi Penderita Akibat Dampak Asap Rokok. Ÿ Panduan DBH-CHT bidang kesehatan ini mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No. 20PMK.072009 lihat poin di atas. Dengan panduan ini, diharapkan Dinas Kesehatan daerah dak ragu dalam melaksanakan kegiatan yang didanai DBH-CHT. Sembilan puluh lima persen dari DBH-CHT hanya dinikma oleh 5 provinsi dari 17 provinsi yang memperoleh alokasi DBH-CHT, sedangkan dampak buruk dari rokok dinikma oleh seluruh provinsi 116 | Buku Fakta Tembakau

6.12 Pajak Rokok Daerah dan Pendanaan Kesehatan

1. Pajak rokok daerah merupakan amanat dari UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, objek pajak rokok adalah konsumsi rokok yang melipu rokok sigaret, cerutu, dan rokok daun. Sedangkan, subjek pajaknya adalah seluruh konsumen rokok. Wajib pajaknya adalah pengusaha pabrik rokokprodusen dan impor r rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai. 3. Tarif pajak rokok adalah 10 dari cukai rokok pada tahun berjalan. Jadi, jika dalam satu bungkus rokok harganya Rp 10.000 yang di dalamnya sudah termasuk cukai, misalnya tarif cukai Rp 5.000, maka rokok tersebut akan terkena pajak rokok sebesar Rp 500 10 x Rp 5000. Jadi, harga jual per batang menjadi Rp 10.500. 4. Berdasarkan perkiraan pendapatan CHT tahun 2014 sebesar Rp 108,7 triliun dan dengan ketentuan penyetoran pajak rokok yang diatur dalam PMK No. 115PMK.072013, maka potensi penerimaan pajak rokok tahun 2014 diperkirakan mencapai sekitar Rp 9,5 triliun 10 dari pendapatan CHT. Hanya 90 dari cukai hasil tembakau yang dijadikan basis untuk penghitungan pajak rokok daerah, karena menurut UU PDRD yang rokok yang terkena pajak daerah hanya jenis sigaret, cerutu, dan rokok daun, padahal jenis tembakau yang dikenai cukai lebih banyak, misalnya tembakau iris. 5. Penerimaan Rp 9,5 triliun tersebut akan meningkatkan kemampuan fiskal untuk mendanai belanja pelayanan publik, karena minimal 50 dari penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupatenkota, dialokasikan untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. 6. Hasil peneli an Lembaga Demografi FEUI di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah menemukan hal-hal sebagai berikut: a. sebagian besar informan dan peserta FGD dak tahu mengenai pajak rokok. Umumnya, mereka mengira pajak rokok sama dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau DBH-CHT. b. Sebagian besar informan setuju pajak rokok dipakai untuk upaya preven f dan promo f. Buku Fakta Tembakau | 117 c. Mekanisme transfer pajak rokok dari provinsi ke kabupatenkota belum jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya peraturan teknis yang terkait. 7. Peneli an ini merekomendasikan: a. Diperlukan peraturan teknis yang mengatur dengan rinci mekanisme administra f dan aloka f dari dana pajak rokok. b. Diperlukan panduan umum yang mengatur penggunaan dana pajak rokok terutama untuk peningkatan kualitas kesehatan melalui upaya promo f dan preven f.

6.13 Pengeluaran Rumah Tangga untuk Rokok

Jika dibandingkan dengan rumah tangga terkaya, persentase pengeluaran RT termiskin untuk membeli rokok jauh lebih besar yaitu 12, sementara di RT terkaya hanyalah 7. Hal ini mengindikasikan bahwa RT termiskin lebih terjerat konsumsi rokok dari pada RT terkaya. Pengeluaran untuk rokok dari rumah tangga termiskin berada pada urutan kedua setelah padi-padian dengan kisaran 12 persen, sedangkan rumah tangga terkaya hanya 7 persen

6.14 Kesempatan yang Hilang Akibat Kebiasaan Merokok RT Termiskin

Dibandingkan dengan pengeluaran lainnya yang lebih pen ng, pengeluaran untuk rokok jauh lebih besar di RT termiskin. Persentase pengeluaran untuk rokok sebesar 12,6 , sementara pengeluaran untuk daging hanya 1; pengeluaran untuk susu dan telur hanya 2; pengeluaran untuk pendidikan hanya 2; dan pengeluaran untuk kesehatan hanya 1. Pengeluran rumah tangga termiskin dari seluruh pengeluaran yang dikeluarkan selama setahun terakhir mengalahkan pengeluaran untuk peningkatan sumber daya manusia seper gizi, kesehatan dan pendidikan