Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Sosial

BAB Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru i dua kota tersebut. Jarak yang sedemikian dekat antara Kawasan Solobaru dengan Kota Surakarta yakni hanya ± 6 km menjadikan perekonomian Kota Surakarta berpengaruh ke Kawasan Solobaru. Teori Carrothers dalam Daldjoeni, 1987 menyebutkan bahwa kekuatan hubungan ekonomis antara kota dengan hinterlandnya adalah berbanding lurus dengan besarnya jumlah penduduk dan berbanding terbalik dengan jarak antar keduanya. Jumlah penduduk Kota Surakarta yang cenderung meningkat berbanding lurus dengan jumlah Kawasan Solobaru yang juga cenderung meningkat merujuk tabel 5.6 tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta dan tabel 5.13 tingkat pertumbuhan penduduk Kawasan Solobaru. Dengan jarak Kawasan Solobaru ke Kota Surakarta yang relative dekat yakni ±6 km, maka hubungan ekonomi antara Kota Surakarta dengan Kawasan Solobaru cenderung kuat. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan perkembangan ekonomi Kota Surakarta dan Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun 1975-2005 yang dari tahun ke tahunnya sama-sama semakin meningkat merujuk pada tabel 5.5 tingkat pertumbuhan ekonomi Kota Surakarta dan tabel 5.12 tingkat pertumbuhan ekonomi Kawasan Solobaru.

5.3.3 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Aspek Sosial

Permukiman di Kawasan Solobaru Menurut Charles Whynne-Hammond dalam Daldjoeni, 1987, salah satu faktor terjadinya urbanisasi adalah adanya industrialisasi. Berdasarkan sejarah Kota Surakarta, pada tahun 1970an terjadi industrialisasi di Kota Surakarta industri pembuat pewarna tekstil namun tahun 1980an industri tersebut mulai dilakukan AMDAL oleh pemerintah sehingga menggeser lokasi industri-industri tersebut ke luar Kota Surakarta. Industrialisasi yang terjadi di Kota Surakarta merupakan faktor penarik penduduk luar kota untuk melakukan urbanisasi ke Kota Surakarta. Menurut Barlow dan Newton 1971, kekuatan yang mengakibatkan adanya gerakan penduduk yang berasal dari luar kota menuju ke arah dalam kota tersebut disebut dengan kekuatan sentripetal. Urbanisasi yang besar-besaran di Kota Surakarta tampak nyata pada tahun 1975-1980 di Kota Surakarta, tingkat pertumbuhan penduduknya mencapai 3,32 merujuk pada tabel tingkat pertumbuhan penduduk Kota Surakarta. Angka ini merupakan capaian tingkat pertumbuhan penduduk yang paling tinggi dalam periode tahun 1975-2005. BAB Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru i Dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi demikian maka kebutuhan akan rumah bertambah merujuk tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota Surakarta pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta. Pertambahan jumlah penduduk sudah pasti akan menambah jumlah sarana di Kota Surakarta karena sarana dibangun berdasarkan pelayanan untuk sejumlah penduduk di kota. Semakin tahun jumlah penduduk dan jumlah rumah semakin bertambah hingga lahan kosong di Kota Surakarta menjadi terbatas. Kondisi yang ada di Kota Surakarta adalah lahan permukiman semakin tergeser kearah pinggiran karena pusat kota digunakan untuk fungsi komersial. Kondisi ini dapat dilihat dari luas permukiman yang semakin berkurang dari tabel 5.1 kepadatan permukiman Kota Surakarta dan peta 5.1 perkembangan permukiman Kota Surakarta yang telah disajikan pada sub bab perkembangan fisik Kota Surakarta. Menurut Daldjoeni, salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gaya sentrifugal gerakan penduduk dari dalam kota ke luar kota adalah perumahan di dalam kota pada umumnya padat dan tidak sehat, sebaliknya rumah-rumah yang dapat dibangun di luar kota dapat diusahakan luas, sehat dan bermodel mutakhir. Berdasarkan teori tersebut, ketersediaan lahan permukiman di Kota Surakarta yang semakin terbatas membuat terjadinya gerakan sentrifugal yakni dari penduduk asli Kota Surakarta yang bergerak ke luar Kota Surakarta khususnya Kawasan Solobaru. Gaya sentripetal gerakan penduduk dari luar kota ke dalam kota yang terjadi di Kota Surakarta akan berimplikasi dengan terjadinya gerakan sentrifugal karena pertambahan penduduk akan mengakibatkan berkurangnya ketersediaan lahan permukiman. Menurut Daldjoeni 1987, manusia sebagai penghuni daerah pinggiran kota selalu mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya. Adaptasi dan aktivitas ini mencerminkan dan juga mengakibatkan adanya perubahan sosial, ekonomi, kultural, dan lain-lain. Hal ini tampak nyata pada kehidupan sosial masyarakat di Kawasan Solobaru. Perkembangan Kota Surakarta berpengaruh ke sosial budaya penduduk Kawasan Solobaru. Dari tahun ke tahun, masyarakat pendatang semakin memenuhi perumahan yang ada di Kawasan Solobaru. Para pendatang yang kebanyakan berasal dari Kota Surakarta masih membawa budaya kotanya pada kehidupan sehari-hari di Kawasan Solobaru seperti kebiasaan hidup mereka yang individualis. Sebaliknya penghuni asli Kawasan Solobaru masih juga BAB Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru i meneruskan budaya kedesaan mereka seperti kebiasaan hidup mereka yang masih sangat terasa interaksi sosialnya dengan tetangganya. Perbedaan sosial budaya tersebut menimbulkan adaptasi masyarakat asli Kawasan Solobaru dan masyarakat pendatang terhadap lingkungannya. Sehingga adaptasi yang terjadi dari tahun ke tahun ini merubah kondisi sosial budaya masyarakat di Kawasan Solobaru terutama kondisi sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Setelah terjadinya proses invasi dari tahun ke tahun, maka terjadilah suksesi kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru berubah menjadi modern tradisional. Masyarakat asli telah mengikuti gaya hidup modern para pendatang tetapi belum sepenuhnya meninggalkan tradisi-tradisi sosial setempat. Hal ini berarti kontak sosial budaya yang terjadi dari tahun ke tahun di Kawasan Solobaru dimenangkan oleh masyarakat pendatang yang sekarang gaya hidup modern telah mendominasi kehidupan sosial masyarakat asli Kawasan Solobaru. Perubahan ini tampak nyata pada paradigma berpikir penduduk asli Kawasan Solobaru mengenai pentingnya pendidikan. Setelah terjadi interaksi sosial budaya dengan penduduk pendatang maka keinginan mengenyam pendidikan pada penduduk asli Kawasan Solobaru yang semula hanya merasa cukup pada tingkat SMP kini mulai merasa perlu meneruskan sampai tingkat universitas. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada penduduk Kawasan Solobaru, maka dapat disimpulkan bahwa penduduk Kawasan Solobaru berinteraksi dengan penduduk Kota Surakarta melalui pemakaian sarana perdagangan, pendidikan dan kesehatan yang ada di Kota Surakarta merujuk gambar 5.20, 5.21, 5.22 Prosentase Penduduk Kawasan Solobaru yang Menggunakan Sarana Perdagangan, Kesehatan, Pendidikan.

5.3.4 Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Kebijakan