BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
92
Gambar 4.17 Interaksi Sosial Penduduk Kawasan Solobaru
Pada diagram di atas 30 menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk. Interaksi seperti ini terjadi di lingkungan perumahan swasta di Kawasan Solobaru
yang hampir tidak ada kegiatan sosial antar penduduk. Penduduk di lingkungan perumahan swasta sangat individual sehingga mereka kurang perhatian dengan
tetangga sekitarnya. Sebesar 33 responden menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah baik. Interaksi seperti ini terjadi di kampung-kampung penduduk
dimana gotong royong warganya sangat terlihat, pertemuan warga rutin diadakan, dan kegiatan sosial sering diadakan.
BAB 5 KAJIAN PENGARUH PERKEMBANGAN KOTA SURAKARTA
TERHADAP PERMUKIMAN DI KAWASAN SOLOBARU
5.1 Perkembangan Kota Surakarta
5.1.1 Perkembangan Fisik Kota Surakarta
A. Perkembangan Permukiman Kota Surakarta
Hunian merupakan salah satu kebutuhan utama manusia. Dengan jumlah penduduk yang bertambah sudah pasti menambah jumlah rumah. Di Kota
Surakarta jumlah rumah dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan peningkatan
jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah
rumah tersebut
mengakibatkan kepadatan permukiman di Kota Surakarta cenderung meningkat
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
93 dari tahun ke tahun. Perkembangan kepadatan permukiman di Kota Surakarta
dapat dilihat berikut ini :
Tabel 5.1 Tabel Kepadatan Permukiman di Kota Surakarta Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah Rumah
Luas Permukiman
Ha Kepadatan
Permukiman Pertambahan
Kepadatan Permukiman
1975 426.032
67.314 2.868,16
65,13 -
1976 435.315
67.861 3.168,26
71,94 6,81
1977 443.129
68.379 3.168,26
71,94 0,00
1978 444.221
68.432 3.168,26
71,94 0,00
1979 451.541
83.578 3.254,56
73,90 1,96
1980 459.257
83.788 3.254,56
73,90 0,00
1981 468.490
88.519 3.018,5754
68,54 -5,36
1982 478.178
99.562 3.137,3283
71,24 2,70
1983 485.375
90.033 3.137,3283
71,24 0,00
1984 492.884
89.781 3.242,1452
73,62 2,38
1985 502.150
81.850 3.052,6551
69,31 -4,31
1986 504.591
82.047 3.252,6551
73,86 4,55
1987 508.138
81.919 3.266,1551
74,16 0,30
1988 511.585
81.475 3.302,3831
74,98 0,82
1989 515.234
84.144 3.351,6653
76,10 1,12
1990 516.967
83.231 3.369,4853
76,51 0,41
1991 519.997
84.062 3.370,4849
76,53 0,02
1992 523.455
85.006 3.372,4849
76,58 0,05
1993 527.767
86.443 3.372,4849
76,58 0,00
1994 531.377
93.361 3.372,4849
76,58 0,00
1995 533.628
93.924 3.372,4849
76,58 0,00
1996 536.005
94.518 3.372,4849
76,58 0,00
1997 539.387
95.364 2.665,16
60,52 -16,06
1998 542.832
95.225 2.667,85
60,58 0,06
1999 546.469
96.134 2.674,24
60,72 0,14
2000 550.251
98.080 2.675,91
60,76 0,04
2001 553.580
106.364 2.681,11
60,88 0,12
2002 554.630
117.256 2.685,14
60,97 0,09
2003 555.395
124.176 2.672,21
60,68 -0,29
2004 557.731
135.040 2.682,19
60,90 0,22
2005 560.046
144.640 2.707,27
61,47 0,57
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Kepadatan permukiman di Kota Surakarta dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
94
Gambar 5.1 Grafik Kepadatan Permukiman Kota Surakarta
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman di Kota Surakarta selama kurun waktu 30 tahun 1975-2005 relative berubah namun
cenderung meningkat.
Namun, pada
tahun 1981
tampak kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 5,36, dan pada tahun 1985 berkurang sebesar 4,31. Bila ditinjau dari sejarah Kota Surakarta, maka dapat disimpulkan
bahwa hal ini disebabkan karena pada tahun 1970 terjadi urbanisasi dan industrialisasi di Kota Surakarta sehingga banyak menyerap penduduk dari luar
kota, dan hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemekaran Kota Surakarta hingga tahun 1980an banyak bermunculan perumahan baru di
hinterland
Kota Surakarta seperti di kabupaten Sukoharjo. Pada tahun 1997 tampak kepadatan
permukimannya berkurang sebesar 16,06 dan tahun 2003 berkurang sebesar 0.29. Hal ini disebabkan semakin tergesernya fungsi permukiman oleh fungsi
komersial yang terutama terjadi di pusat kota. Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kota
Surakarta cenderung berpola
ribbon development
perembetan memanjang dan
leap frog development
perembetan meloncat ke dalam maupun ke luar kota. Adapaun spasial perkembangan permukiman Kota Surakarta dalam kurun waktu
30 tahun adalah sebagai berikut :
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
K e
p a
d a
ta n
P e
rm u
ki m
a n
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
95
Peta 5.1 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1979-1997
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
96
Peta 5.2 Peta Perkembangan Permukiman di Kota Surakarta Tahun 1997-2005
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
97 Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kota Surakarta pada
sampai tahun 1979 adalah memanjang mengikuti jaringan jalan
ribbon development
. Namun setelah lahan semakin terbatas, perkembangan permukiman di Kota Surakarta pada tahun 1992 sampai sekarang adalah berpola
sprawl
dan cenderung kearah luar kota.
Perkembangan spasial permukiman di Kota Surakarta dipengaruhi oleh pertambahan sarana perekonomian yang semakin tahun bertambah. Dengan lahan
kota yang tetap, maka dari tahun ke tahun permukiman tergeser oleh keberadaan sarana ekonomi yang berada di tengah kota. Hal ini tampak pada peta 5.2 di atas
bahwa perkembangan permukiman setelah tahun 1997 mulai cenderung ke arah luar kota.
Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kota Surakarta mempunyai struktur kota konsentris seperti yang dikemukakan oleh Ernest Burgess
dalam Yunus, 2000. Dalam teori struktur kota konsentris, suatu kota terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini sekaligus mencerminkan tipe
penggunaan lahan yang berbeda. Hal ini tercermin pada penggunaan lahan yang berbeda-beda pada masing-masing zona di Kota Surakarta. Dari kebijakan
penggunaan lahan di Kota Surakarta, pusat Kota Surakarta diarahkan sebagai fungsi perdagangan, jasa, dan perkantoran. Dan menjauhi pusat kota semakin banyak lahan
yang diperuntukkan sebagai permukiman penduduk. Hal ini senada dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Karyono dalam tesisnya yang mengemukakan bahwa
model struktur kota konsentris sesuai dengan struktur kota yang pernah mengalami migrasi besar-besaran dan mempunyai latar belakang kerajaan seperti Kota Surakarta.
Struktur kota konsentris yang tampak pada penggunaan lahan di Kota Surakarta dapat dijelaskan pada peta berikut ini :
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
98
Peta 5.3 Peta Stuktur Perkembangan Kota Surakarta
Zona 2 Zona 3
Zona 4 Zona 5
Zona 1
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
99 Dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah konsentris. Berdasarkan teori struktur kota konsentris E.W Burgess dalam Yunus, 2000, maka pembagian zona konsentris pada struktur
Kota Surakarta adalah sebagai berikut : Pada zona 1 lingkaran 1 merupakan pusat bisnis atau
the central bussiness district
CBD Kota Surakarta yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran, dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-
fungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kota Surakarta seperti di sepanjang jalan Slamet Riyadi, jalan Yos Sudarso, jalan Gatot
Subroto. Pada zona 2 lingkaran 2 merupakan daerah transisi atau
the zone of transition
. Pada zona ini banyak terdapat permukiman kumuh yang letaknya berada tidak jauh dari pusat kota. Seperti permukiman di kelurahan Sangkrah,
kelurahan Kedung Lumbu, kelurahan Gandekan di Kota Surakarta. Pada zona 3 lingkaran 3 merupakan daerah pemukiman para pekerja atau
the
zone of workkingmen’s homes
.
Yang termasuk dalam zona ini antara lain seperti kelurahan Nusukan, kelurahan Gilingan, kelurahan Tegalharjo, dan
kelurahan Semanggi di Kota Surakarta. Pada zona 4 lingkaran 4 merupakan daerah tempat tinggal golongan kelas
menengah atau
The Zone of Middle Class Develiers.
Yang termasuk dalam zona ini antara lain seperti kelurahan Kadipiro, kelurahan Mojosongo,
kelurahan Joyosuran, dan kelurahan Jajar. Pada zona 5 lingkaran 5 merupakan daerah para penglaju atau
the commuters zone.
Di daerah ini terdiri dari permukiman golongan kelas atas yang mencari kenyamanan bertempat tinggal tanpa mempedulikan jarak yang jauh dari pusat
kota. Kelurahan Banyuanyar Kota Surakarta merupakan daerah yang termasuk dalam zona ini. Di kelurahan Banyuanyar terdapat perumahan yang
penghuninya adalah masyarakat golongan ekonomi atas. Ciri khas utama kota konsentris adalah adanya kecenderungan memperluas
wilayah dan masuk daerah berikutnya sebelah luarnya. Seperti yang terjadi di Kota Surakarta yang dapat dilihat dari peta penggunaan lahan Kota Surakarta di
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
100 atas, bahwa hinterland Kota Surakarta yang berbatasan langsung dengan Kota
Surakarta seperti Kawasan Solobaru, kecamatan Kartasura, maupun kelurahan Colomadu adalah daerah yang berfungsi sebagai permukiman penduduk. Dapat
dikatakan bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang berfungsi untuk menampung luapan kebutuhan perumahan di Kota Surakarta.
Menurut Melville C. Branch 1996:37, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kota, yaitu keadaan geografis, tapak
site
, dan fungsi kota. Jika dilihat kondisi Kota Surakarta, maka dapat dikatakan bahwa
faktor yang paling mempengaruhi perkembangan Kota Surakarta adalah keadaan geografis dan tapak
site
Kota Surakarta. Berikut ini letak geografis Kota Surakarta bila ditinjau dari Jawa Tengah :
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
101
Peta 5.4 Peta Orientasi Kota Surakarta terhadap Propinsi Jawa Tengah
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
102 Dapat dilihat dari peta diatas, yang dilingkari adalah wilayah Kota
Surakarta dan sekitarnya. Dari peta tampak Kota Surakarta terletak di antara lembah Gunung Merapi Merbabu dan Gunung Lawu sehingga membuat Kota
Surakarta berlimpah air bersih dan tanahnya berpotensi untuk kawasan budidaya. Tapak
site
Kota Surakarta bila ditinjau dari topografinya maka topografinya relatif datar. Hal ini memudahkan Kota Surakarta berkembang ke segala arah ke
hinterland-hinterlandnya. Dari peta tampak, Kota Surakarta terletak pada simpul jalur lintas selatan
dan utara sistem transportasi regional pulau Jawa. Artinya Kota Surakarta dilalui jalan nasional yang menghubungkan kota-kota lain di pulau Jawa. Hal ini
mendorong cepatnya perkembangan Kota Surakarta. Dengan letak geografisnya yang strategis, maka di Kota Surakarta banyak terjadi bangkitan dan tarikan
kegiatan yang berpengaruh pada perkembangan Kota Surakarta. Hingga sekarang, perkembangan fisik Kota Surakarta telah melampaui batas wilayah administrasi
Kota Surakarta. Terbatasnya lahan di Kota Surakarta menyebabkan terjadinya
urban sprawl
ke
hinterland
Kota Surakarta. Perumahan-perumahan baru mulai bermunculan di
hinterland
Kota Surakarta seperti di Kawasan Solobaru yang merupakan hinterland Kota Surakarta.
B. Perkembangan Sarana Kota Surakarta