BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
116
Gambar 5.10 Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
Pada diagram di atas 10 menjawab interaksi sosial yang terjalin adalah buruk. Hal ini terlihat seperti di Kelurahan Banyuanyar dan Tegalharjo yang
penghuninya terdapat masyarakat golongan ekonomi atas. Kegiatan sosial masih dilakukan seperti pertemuan warga atau kegiatan sosial lainnya, namun dalam
kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, masyarakat ekonomi atas tidak serta merta mengikuti kegiatan tetapi biasanya hanya memberi dukungan dalam bentuk
materi. Sehingga hal ini membuat interaksi sosial masyarakat tidak begitu baik. 43 menjawab sedang dan 47 menjawab baik, interaksi seperti ini terjadi di
Kelurahan Kratonan dan Kampung Sewu dimana interaksi sosial yang ada dapat terjalin dengan baik karena banyaknya kegiatan sosial yang diikuti aktif oleh
seluruh wargannya.
5.2 Perkembangan Kawasan Solobaru
5.2.1 Perkembangan Fisik Kawasan Solobaru
A. Perkembangan Permukiman Kawasan Solobaru
Menurut Doxiadis 1968, permukiman mempunyai lima elemen yaitu alam yang dibangun, manusia yang membentuk dan mendiami alam, kehidupan
sosial kemasyarakatan yang berupa hubungan antar manusia, wadah yang melindungi, dan jaringan yang memberi kemudahan bagi manusia untuk
menyelenggarakan fungsi dan kegiatannya. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Doxiadis, Kawasan Solobaru merupakan permukiman yang
terbentuk dari elemennya. Dahulu, Kawasan Solobaru merupakan areal persawahan yang kemudian dibangun perumahan di kawasan tersebut lengkap
47 43
10
Interaksi Sosial Penduduk Kota Surakarta
baik sedang
buruk
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
117 dengan fasilitasnya. Pembangunan fasilitasnya terus berkembang sehingga
memberi kemudahan bagi penduduk Kawasan Solobaru dalam beraktivitas. Seiring dengan perkembangannya terbentuklah kehidupan sosial kemasyarakatan.
Adanya struktur kota yang demikian di Kawasan Solobaru tak lain karena meningkatnya permukiman yang berpola
sprawl
sehingga memunculkan banyak pusat kegiatan. Meningkatnya jumlah rumah di Kawasan Solobaru dipengaruhi
oleh jumlah penduduk yang semakin bertambah. Berikut ini adalah tabel perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah rumah di Kawasan Solobaru :
Tabel 5.7 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru
Tahun Jumlah
Penduduk Jumlah
Rumah 1975
77.120 19.281
1976 78.413
19.604 1977
80.797 20.200
1978 83.088
20.773 1979
85.125 21.282
1980 90.821
22.706 1981
93.826 23.457
1982 96.688
24.172 1983
99.099 24.775
1984 101.876
25.469 1985
104.084 26.022
1986 106.429
26.608 1987
107.825 26.957
1988 109.890
27.474 1989
111.757 27.940
1990 114.035
28.510 1991
115.944 28.986
1992 118.289
29.573 1993
119.924 29.982
1994 122.242
30.561 1995
124.370 31.093
1996 130.155
32.538 1997
132.073 33.019
1998 134.029
33.508 1999
136.009 34.931
2000 136.217
35.055 2001
143.293 35.824
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
118
2002 144.995
36.250 2003
146.481 36.831
2004 147.857
36.965 2005
149.800 37.451
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Gambar 5.11 Komparasi Jumlah Penduduk dengan Jumlah Rumah di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya jumlah penduduk di Kawasan Solobaru maka semakin meningkat
juga jumlah rumah di Kawasan Solobaru. Seperti pada tahun 1990-1995 ketika jumlah penduduknya meningkat sebesar 10.335 jiwa maka jumlah rumahnya juga
meningkat sebesar 2.583. Jumlah rumah di Kawasan Solobaru yang semakin bertambah membuat kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru semakin tinggi.
Pertambahan kepadatan permukiman dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut :
Tabel 5.8 Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun
Luas Permukiman
Kepadatan Permukiman
Pertambahan Kepadatan
Permukiman
1975 1.009,94
19,52 - 1976
1.044,21 20,18
0,66 1977
1.117,15 21,59
1,41 1978
1.163,37 22,48
0,89 1979
1.244,22 24,05
1,56 1980
1.288,76 24,91
0,86 1981
1.352,58 26,14
1,23 1982
1.395,12 26,96
0,82 1983
1.404,1 27,14
0,17 1984
1.523,1 29,44
2,30 1985
1.752,1 33,86
4,43
50000 100000
150000 200000
Jumlah Pendudu
k
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
119
1986 1.821,1
35,20 1,33
1987 1.993,35
38,53 3,33
1988 2.017,18
38,99 0,46
1989 2.128,62
41,14 2,15
1990 2.251,74
43,52 2,38
1991 2.290,28
44,27 0,74
1992 2.305,13
44,55 0,29
1993 2.461,57
47,58 3,02
1994 2.568,44
49,64 2,07
1995 2.608,78
50,42 0,78
1996 2.738,02
52,92 2,50
1997 2.779,46
53,72 0,80
1998 2.816,24
54,43 0,71
1999 2.843,45
54,96 0,53
2000 2.894,31
55,94 0,98
2001 2.916,83
56,37 0,44
2002 2.934,92
56,72 0,35
2003 2.952,27
57,06 0,34
2004 2.977,57
57,55 0,49
2005 2.982,09
57,64 0,09
Sumber : Hasil analisis, tahun 2010
Kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru dapat digambarkan pada grafik berikut ini :
Gambar 5.12 Grafik Kepadatan Permukiman di Kawasan Solobaru
Dari tabel dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1980
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
120 kepadatan permukiman di Kawasan Solobaru adalah 24,91. Angka tersebut
meningkat menjadi 43,52 pada tahun 1990 dan terus meningkat pada tahun 2005 menjadi 57,64. Peningkatan kepadatan permukiman ini didukung dengan
kebijakan tata ruang kabupaten Sukoharjo yang mengarahkan Kawasan Solobaru untuk fungsi permukiman sehingga menjadikan Kawasan Solobaru berkembang
sebagai kawasan permukiman. Dalam kurun waktu 30 tahun, pola perkembangan permukiman Kawasan
Solobaru cenderung berpola leap
frog development
perembetan meloncat dan
ribbon development
di dalam Kawasan Solobaru. Adapaun spasial perkembangan permukiman Kawasan Solobaru dalam kurun waktu 30 tahun adalah sebagai
berikut :
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
121
Peta 5.5 Peta Perkembangan Permukiman di Kawasan Solobaru Tahun 1979-2005
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
122 Dari peta diatas dapat diketahui bahwa perkembangan Kawasan Solobaru
adalah cenderung meloncat
frog leap development
dan mengikuti jaringan jalan
ribbon development.
Pada tahun 1970-1980 permukimannya didominasi oleh penduduk asli Kawasan Solobaru. Pada tahun 1984 dibangun perumahan baru di
Gedangan, Madegondo dan Langenharjo. Kemudian pada tahun 1987 dibangun perumahan di Kadokan, Telukan, dan Grogol. Dalam pembangunan perumahan
tersebut, pemerintah Kabupaten Sukoharjo melalui surat nomer 30PSP12.84, tertanggal 1 Desember 1984 memberikan syarat kepada pengembang bahwa
dalam pembangunan perumahan tersebut harus membuat jalan tembus untuk jalur alternatif Surakarta-Sukoharjo-Wonogiri, sepanjang 4,5 km dengan lebar jalan 40
m dari Desa Bacem sampai Desa Tanjunganom. Karena adanya pembangunan jalan tersebut maka akses ke kota lain khusunya Surakarta menjadi semakin
mudah sehingga hal ini menimbulkan banyak bermunculan perumahan di sepanjang jalan tersebut.
Menurut Howard dalam Daldjoeni, 1987, diantara daerah perkotaan, daerah perdesaan, dan daerah pinggiran kota, ternyata daerah pinggiran kota
memberikan peluang paling besar untuk usaha-usaha produktif maupun peluang paling menyenangkan untuk bertempat tinggal. Kota Surakarta yang semakin
padat dirasa sudah tidak nyaman lagi untuk tempat tinggal bagi mereka yang termasuk golongan ekonomi atas. Bahkan dalam pengumpulan data ditemui
beberapa keluarga yang mempunyai tempat tinggal di Kota Surakarta dan di Kawasan Solobaru, tentunya keluarga ini merupakan golongan ekonomi atas.
Mereka adalah penduduk asli Kota Surakarta yang bekerja dan beraktivitas di Kota Surakarta namun sesekali menempati rumahnya di Kawasan Solobaru ketika
ada waktu liburan. Dari hasil wawancara dengan masyarakat Kawasan Solobaru, dijumpai juga yang dahulu merupakan penduduk Kota Surakarta namun sekarang
menjadi penduduk dan bertempat tinggal di Kawasan Solobaru. Alasan mereka adalah mencari hunian yang nyaman tidak sepadat Kota Surakarta namun tetap
dekat dengan tempat kerja mereka dan dengan fasilitas yang komplit. Hal seperti ini sering dijumpai pada penduduk di perumahan Solobaru yang dikembangkan
oleh PT. PSP. Hal ini menunjukkan bahwa dalam pemilihan lokasi bermukim
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
123 manusia menginginkan lokasi yang lengkap akan sarana dan prasarana untuk
menunjang berbagai kemudahan, seperti kemudahan aksesibilitas menuju lokasi kerja, sarana pendidikan, sarana kesehatan serta ketersediaan fasilitas dasar seperti
jaringan listrik, air bersih,telepon, drainase, sanitasi dan persampahan. Namun, pertimbangan pemilihan lokasi bermukim tentu dipengaruhi oleh keadaan
ekonomi masing-masing orang yang kemudian berpengaruh pada jarak antara lokasi pilihan dengan pusat kota. Bagi mereka yang merupakan golongan ekonomi
atas cenderung memilih lokasi bermukim yang semakin jauh dari pusat kota karena menginginkan kenyamanan dari lingkungan perumahan yang ditempati
dan tidak terlalu memikirkan besarnya biaya transportasi yang tinggi apabila lokasi tersebut jauh dari pusat kota. Hal inilah yang terjadi pada penduduk
pendatang di Kawasan Solobaru yang umumnya merupakan ekonomi kelas atas. Menurut Abraham H. Maslow 1970, kebutuhan manusia terhadap hunian
mempunyai 5 hierarki, dari yang terendah sampai tertinggi adalah
survival needs, safety and security needs, affiliation needs, esteem needs, dan cognitive and
aesthetic needs
. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, penduduk pendatang Kawasan Solobaru umumnya dalam pemenuhan kebutuhan perumahan
tergolong dalam
cognitive and aesthetic needs
karena bagi penduduk pendatang Kawasan Solobaru terutama yang bertempat tinggal di perumahan Solobaru,
hunian mereka di Kawasan Solobaru tidak saja merupakan sarana peningkatan kebanggaan dan harga diri, tetapi juga agar dapat dinikmati keindahannya. Bagi
mereka produk hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan tetapi juga dapat memberi dampak kenikmatan misalnya dinikmati secara visual pada lingkungan
sekitarnya. Bila dilihat dari perkembangan fisik kotanya, maka Kawasan Solobaru
mempunyai struktur kota dengan pusat kegiatan banyak seperti yang dikemukakan oleh
Harris dan Ulman dalam Yunus, 2000. Menurut pendapatnya, kota dengan pusat kegiatan banyak tumbuh sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi
terus-menerus dari pusat-pusat kegiatan yang terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan dan proses pertumbuhannya ditandai oleh gejala spesialisasi dan
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
124 diferensiasi ruang. Hal ini tampak pada penggunaan lahan di Kawasan Solobaru
yang dapat dijelaskan pada peta berikut ini :
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
125
Peta 5.6 Peta Struktur Kawasan Solobaru 4
4
3
5
5
1
6
7
4
3
9 8
2 2
7
7
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
126 Dari peta penggunaan lahan Kawasan Solobaru di atas dapat dilihat bahwa
struktur kotanya adalah kota dengan pusat kegiatan banyak. Zona-zonanya dapat dijelaskan berikut ini :
Zona 1 merupakan pusat bisnis atau
the central bussiness district
CBD Kawasan Solobaru yang terdiri dari fungsi perdagangan dan jasa, perkantoran,
dan fungsi yang diperuntukkan untuk kegiatan ekonomi. Fungsi-fungsi tersebut banyak tersebar di sepanjang jalan utama Kawasan Solobaru seperti
di sepanjang jalan raya Solo Permai. Zona 2 merupakan daerah industri ringan dan perdagangan yang letaknya
tidak jauh dari pusat kota. Industri ringan dan perdagangan yang ada di Kawasan Solobaru banyak terdapat di sepanjang jalan raya Telukan dan jalan
Brigjen Sudiarto. Adapun industri ringan yang ada antara lain industri mebel dan rotan.
Zona 3 merupakan daerah permukiman golongan ekonomi kelas rendah
.
Permukiman golongan ekonomi kelas rendah biasanya dihuni oleh penduduk asli Kawasan Solobaru. Permukiman tersebut antara lain terdapat di desa
Cemani dan desa Sanggrahan. Zona 4 merupakan daerah pemukiman kelas menengah. Permukiman ini
antara lain terdapat di desa Gentan, desa Gedangan, dan desa Madegondo. Zona 5 merupakan pemukiman kelas tinggi. Pada zona ini umumnya
merupakan perumahan mewah, antara lain perumahan Gentan Raya di desa Gentan dan perumahan Solobaru sektor 1 di desa Gedangan.
Zona 6 merupakan daerah industri berat. Desa Cemani dan desa Sanggrahan termasuk dalam zona ini. Di desa tersebut terdapat pabrik-pabrik besar seperti
pabrik Batik Keris dan pabrik Konimex. Sehingga di desa tersebut terutama di sekitar pabrik banyak terdapat permukiman kelas rendah yang dihuni oleh
para pekerja. Zona 7 merupakan pusat bisnis. Zona ini muncul seiring munculnya daerah
pemukiman kelas tinggi yang lokasinya jauh dari daerah pusat bisnis, sehingga untuk memenuhi kebutuhan penduduk pada daerah ini maka diciptakan zona
ini. Zona ini terdapat di jalan raya Gentan dan jalan raya Gedangan.
BAB
Pengaruh Perkembangan Kota Surakarta terhadap Permukiman di Kawasan Solobaru
127 Zona 8 merupakan daerah tempat tinggal pinggiran. Penduduk di sini sebagian
besar bekerja di pusat-pusat kota dan daerah ini hanyak khusus digunakan untuk tempat tinggal. Zona ini terdapat di desa Purbayan dimana terdapat
perumahan kelas menengah yang penghuninya banyak bekerja di Kota Surakarta.
Zona 9 merupakan daerah industri di pinggiran. Zona ini terdapat di desa Pandeyan dimana terdapat industri mebel dan rotan.
B. Perkembangan Sarana Kawasan Solobaru