Eksperimentasi Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Ditinjau Dari Kemampuan Awal Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2008 2009
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Matematika
W i y a n a S 850907125
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
ii
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
Disusun oleh : W i y a n a S850907125
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Mardiyana, M.Si Drs. Imam Sujadi, M.Si NIP. 132046017 NIP. 132320663
Mengetahui
Ketua Progam Studi Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si NIP. 132046017
(3)
iii
JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN
TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009
Disusun oleh : W i y a n a S850907125
Telah Disetujui dan Disyahkan oleh Tim Penguji Pada Tanggal :
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ………..
Sekretaris Drs. Tri Atmojo K., M.Sc. Ph.D. ……….. Penguji 1. Dr. Mardiyana, M.Si.
2. Drs. Imam Sujadi, M.Si.
……… ………
Surakarta,
Mengetahui
Direktur PPs UNS Ketua Progdi. Pendidikan Matematika
Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D. NIP: 131 472 192
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP: 132 046 017.
(4)
(5)
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya
Nama : Wiyana
N I M : S 850907125
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL PESERTA DIDIK KELAS IX SMP NEGERI KABUPATEN KLATEN TAHUN PELAJARAN 2008 / 2009 adalah betul-betul karya saya sendiri . Hal – hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 9 Januari 2009 Yang membuat pernyataan
(6)
iv
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al Qur’an, Surat Al Mujaadilah, ayat 11).
2. “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Al Qur’an, Surat Alam Nasyrah, ayat 6-8).
3. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mau mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Al Qur’an, Surat Ar-Ra’d, ayat 11).
(7)
v
Tesis ini kupersembahkan untuk : 1. Bapak dan Ibu tercinta; 2. Istri dan anak-anakku; 3. Rekan-rekan seangkatan di
Prodi Pendidikan Matematika.
(8)
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah. Puji syukur penulis dipanjatkan kehadirat Allah SWT , yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Magister Program Studi Pendidikan Matematika.
Mulai awal sampai akhir penulisan tesis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Much. Syamsulhadi, Sp.Kj, Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D, Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. Mardiyana, M.Si, Dosen Pembimbing I dan Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang dengan penuh kesabaran dan ketekunan dalam memberikan bimbingan, arahan, nasehat, petunjuk dan saran-saran yang sangat bermanfaat.
4. Drs. Imam Sujadi, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan penuh serta dengan sabar memberikan arahan, petunjuk dan kritik membangun sehingga tesis ini dapat saya selesaikan.
5. Kepala dinas pendidikan kabupaten Klaten, yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
6. Kepala SMP Negeri 3 Pedan, kepala SMP Negeri 2 Polanharjo, kepala SMP Negeri 2 Wonosari dan kepala SMP Negeri 3 Manisrenggo Kabupaten Klaten yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
7. Guru Matematika kelas IX SMP Negeri 3 Pedan, SMP Negeri 2 Polanharjo, SMP Negeri 2 Wonosari dan SMP Negeri 3 Manisrenggo Kabupaten Klaten yang telah membantu penelitian ini.
(9)
vii
9. Bapak, ibu, istriku dan anak-anakku tercinta yang telah memberikan dukungan penuh dalam menyelesaikan tesis ini.
Surakarta, 9 Januari 2009
(10)
viii
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TESIS ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
ABSTRAK ... xv
ABSTRACT ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
(11)
ix
1. Prestasi Belajar Matematika ... 12
a. Pengertian Prestasi ... 12
b. Pengertian Belajar ... 12
c. Pengertian Matematika ... 15
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika ... 16
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar 16 2. Model Pembelajaran Langsung ... 18
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 20
4. Kemampuan Awal Siswa ... 25
B. Penelitian Yang Relevan ... 26
C. Kerangka Berpikir... 27
D. Hipotesis ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
B. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian ... 33
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 33
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya. ... 35
E. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen. ... 37
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 38
G. Uji Keseimbangan……… 45
(12)
x
B. Deskripsi Data ... 60
C. Uji Keseimbangan ... 63
D. Uji Persyaratan Analisis ... 63
E. Pengujian Hipotesis ... 65
F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 69
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ... 75
A. Kesimpulan ... 75
B. Implikasi ... 76
C. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
(13)
xi
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Langsung ... 19
Tabel 3.1 Waktu Penelitian ... 32
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 33
Tabel 3.3 Data Amatan, Rataan, dan Jumlah Kuadrat Deviasi ... 50
Tabel 3.4 Rataan dan Jumlah Rataan ... 51
Tabel 3.5 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan ... 54
Tabel 4.1 Rangkuman Analisis Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 58
Tabel 4.2 Rangkuman Analisis Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 59
Tabel 4.3 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika dan Skor Nilai Kemampuan Awal Peserta didik ... 61
Tabel 4.4 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Model Pembelajaran ... 61
Tabel 4.5 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Kemampuan Awal Peserta didik ... 62
Tabel 4.6 Deskripsi Data Prestasi Belajar Matematika Berdasarkan Gabungan antara Model Pembelajaran dan Kemampuan Awal Peserta Didik ... 62
(14)
xii
(15)
xiii
Gambar 2.1. Hubungan Kelompok Asal dan Kelompok Ahli dalam
Jigsaw ... 21 Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian ... 30
(16)
xiv
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Kooperatif
Tipe Jigsaw ... 82
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Langsung ... 112
Lampiran 3. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 147
Lampiran 4. Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Awal... 148
Lampiran 5. Kisi-kisi Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 155
Lampiran 6. Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 156
Lampiran 7. Lembar Penelaahan Instrumen Kemampuan Awal dan Tes Prestasi Belajar Matematika ... 163
Lampiran 8. Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Kemampuan Awal dan Tes Prestasi Belajar Matematika ... 171
Lampiran 9. Instrumen Tes Kemampuan Awal ... 173
Lampiran 10. Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika ... 179
Lampiran 11. Uji Keseimbangan ... 186
Lampiran 12. Data Penelitian dan Deskripsi Data ... 189
Lampiran 13. Uji Normalitas ... 198
Lampiran 14. Uji Homogenitas ... 234
Lampiran 15. Uji Anava dan Komparasi Ganda ... 237
Daftar Tabel ... 247
(17)
xv
Wiyana, S 850907125. 2008: Eksperimentasi Pembelajaran Bangun Ruang Sisi Lengkung dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Ditinjau Dari Kemampuan Awal Peserta Didik Kelas IX SMP Negeri Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2008/2009. Tesis, Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2008.
Tujuan penelitian ini adalah (1) peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
mempunyai prestasi belajar lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung. (2) peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah. (3) peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung. Di sisi lain, pada peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
Populasi penelitian adalah peserta didik SMP Negeri Kabupaten Klaten kelas IX semester I tahun pelajaran 2008/2009. Teknik pengambilan sampel penelitian adalah Cluster Random Sampling. Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data adalah tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung dalam bentuk pilihan ganda. Sebelum tes kemampuan awal dan tes prestasi belajar matematika digunakan terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen. Pada uji coba tes prestasi belajar matematika diuji tentang konsistensi, reliabilitas, indeks kesukaran dan daya beda. Sedangkan uji coba instrumen tes kemampuan awal diuji tentang konsistensi dan reliabilitas. Hasil uji coba instrumen diperoleh nilai uji reliabilitas dengan metode KR-20 pada tes prestasi belajar matematika adalah 0,772 dan nilai uji reliabilitas pada tes kemampuan awal adalah 0,742. Pengujian hipotesis menggunakan Anava dua jalan dengan frekuensi sel tak sama, dengan taraf signifikan 5%. Sebelumnya dilakukan uji prasyarat yaitu: uji keseimbangan menggunakan uji rerata t, uji normalitas menggunakan uji Liliefors dan uji homogenitas menggunakan uji Bartlett. Hasil uji prasyarat adalah antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran langsung adalah seimbang, sampel berasal dari populasi berdistribusi normal dan homogen.
Hasil analisis Anava dua jalan menunjukkan: (1) Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran langsung mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda secara signifikan (Fa = 22,549 dengan nilai Ftabel = 3,84); (2) Peserta didik dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda (Fb = 49,87 dengan nilai Ftabel = 3,00). Berdasarkan uji komparasi
(18)
xvi
Ftabel = 6,000), serta prestasi belajar matematika peserta didik dengan kemampuan awal sedang lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah (F.2-.3 =19,193dengan Ftabel =6,000); (3) Prestasi belajar matematika pada masing-masing model pembelajaran untuk setiap tingkat kemampuan awal adalah berbeda (Fab = 13,936 dengan nilai Ftabel = 3,00). Berdasarkan uji komparasi ganda perbedaan tersebut adalah pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw antara peserta didik yang berkemampuan awal tinggi, sedang dan rendah masing-masing mempunyai prestasi belajar matematika yang berbeda (F11-12 = 23,131; F11-13 =121,485 dan F12-13 = 32,917 dengan Ftabel = 11,05) dan pada model pembelajaran langsung hanya antara peserta didik yang berkemampuan awal tinggi dengan rendah yang mempunyai perbedaan prestasi belajar matematika (F21-22 = 8,345; F21-23 =11,9647 dan F22-23 = 0,271dengan Ftabel = 11,05). Peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dan sedang mempunyai perbedaan prestasi belajar matematika antara model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran langsung, tetapi untuk kelompok kemampuan awal rendah antara model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw dengan model pembelajaran langsung tidak terdapat perbedaan prestasi belajar (F11-21 = 34,680; F12-22 =13,604 dan F13-23 = 2,108 dengan Ftabel = 11,05).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan :(1) Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung (X1.= 66,78; X2.= 60,53); (2) Peserta didik dengan kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal sedang dan rendah, begitu juga peserta didik dengan kemampuan awal sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah (X.1= 72,60; X.2= 63,03; X.3= 55,57); (3). Peserta didik yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal sedang dan rendah begitu juga peserta didik dengan kemampuan awal sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah, sedangkan pada model pembelajaran langsung peserta didik dengan kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik daripada peserta didik dengan kemampuan awal rendah tetapi peserta didik dengan kemampuan awal tinggi dengan sedang dan kemampuan awal sedang dengan rendah mempunyai prestasi belajar matematika tidak berbeda. Peserta didik yang mempunyai kemampuan awal tinggi dan sedang yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw memperoleh prestasi belajar matematika lebih baik daripada yang mendapatkan model pembelajaran langsung, sedangkan peserta didik yang mempunyai kemampuan awal rendah antara yang mendapatkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan model pembelajaran langsung memperoleh prestasi belajar matematika tidak berbeda (X11=
(19)
Wiyana, S 850907125. The Experimentation of Curved-Surface Space Figures with the Cooperative Learning of Jigsaw Type Viewed from the Initial Ability of the Students of State Junior Secondary Schools in Class IX in Klaten Regency in the Academic Year of 2008/2009. Thesis: Surakarta, The Graduate Program in Mathematics Education, Postgraduate, Sebelas Maret University, Surakarta, 2008.
This research is aimed at finding out: (1) whether or not the students udents with the cooperative learning model of Jigsaw type have better achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures than those taught with the direct learning model; (2) whether there is a difference of achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures between the students with the high, moderate, and low initial abilities; and (3) whether the difference of achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures of each learning model is consistent with the students' each level of initial abilities, and whether the difference of achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures of each level of initial abilities is consistent with each learning model.
This research is an experimental one with a factorial design of 2 x 3. Its population was all of the students of State Junior Secondary Schools in Grade IX in Semester I in Klaten regency in the academic year of 2008/2009. Its samples were taken through a Cluster Random Sampling technique. The instruments used to gather its data were test of initial ability and that of achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures in multiple choice questions. Prior to their use, the instruments were tested. The former was tested in terms of consistency and reliability, and the latter was tested in terms of consistency, reliability, difficulty index, and difference index. The results of the test show that the reliability of the former tested with an Alpa method was 0.742, whereas the reliability of the latter tested with KR-20 was 0.772. The hypotheses of the research were tested with a two-way Analysis of VariantsTANOVA) with an unequal cell at the significance level of 5%. Beforehand, prerequisite tests were done. The tests included balance test by using t average test, normality test by using Liliefors test, and homogeneity test by using Bartlett test. The results of the pre-requisite test show that the learning achievement in Mathematics between the students with the cooperative learning model of Jigsaw type and those with the direct learning model was balanced; the samples had a normal population distribution; and the samples were from homogenous population.
The results of analysis with the two-way ANOVA show the following: 1) The students with the cooperative learning model of Jigsaw type and those with the direct learning model have a significantly different learning achievement in Mathematics (Fa = 22.549 with the value of F
(20)
the high initial ability have a better achievement in Mathematics than those with the moderate and low initial abilities
(21)
for each type of the learning models is different (Fab = 13.936 with F table = 3.00). Based on the multiple comparison test, the difference implies that in the cooperative learning model of Jigsaw type, the students with the high, moderate, and low initial abilities have a different learning achievement in Mathematics (F11_12 = 23.131; F11-13 = 121.485 and F12.13 = 32.917 with Ftable = 11.05), whereas in the direct learning model, only the students with the high and low initial abilities have a different learning achievement in Mathematics (F21-22 = 8.345; F21-23 = 11.9647 and F22-23 = 0.271 with Ft,,bi,= 11.05). In the cooperative learning model of Jigsaw as well as in the direct learning model, the students with the high and moderate initial abilities have a different learning achievement in Mathematics, but those with the low initial ability do not have a different learning achievement in Mathematics (F11.21 = 34.680; F12-22 = 13.604 and F13-23 = 2.108 with
Ftabl,= 11.05).
Based on the results of the analysis, conclusions are drawn as follows: 1) The students with the cooperative learning model of Jigsaw type have a better learning achievement in Mathematics with the topic of Curved -Surface Figures than those with the direct learning model (XI = 66.78; X2 = 60.53). 2) The students with the high initial ability have a better achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures than those with the moderate and low initial abilities, and the students with the moderate learning, ability have a better achievement in Mathematics with the topic of Curved-Surface Figures than those with the low initial ability (R I = 72.60; 312= 63.03; and X3 = 55.57). 3) In the cooperative learning model of Jigsaw type, the students with the high initial learning ability have a better achievement than those with the moderate and low initial abilities, and the students with the moderate initial abilities have a better achievement than those with the low initial abili ty. Meanwhile, in the direct learning model, the students with the high initial ability have a better achievement than those with the low initial ability, and the learning achievement of the students with the high initial ability is not different from that of the students with the moderate initial ability, and the learning achievement of the students with the moderate initial ability is not different from that of the students with low initial ability. The students with the high and moderate initial abilitie s who us ed th e co o p er at i ve l ea r ni n g m o d e l o f J igs a w t yp e ha v e a b e tt er l ea r ni n g achievement in Mathematics than those with the high and moderate initial abilities who used the direct learning model, whereas the students with the low initial ability who used the cooperative learning model of Jigsaw type do not have a different learning achievement in Mathematics compared to those with the low initial abilities who used the direct learning model (X 11 = 79.46; X U = 67.75(~.3 ='153.95; X7.1
65.56; X;~2 8.59; X2_3 = 57.33). xviii
(22)
1
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan bagi manusia merupakan suatu hal yang sangat penting dan perlu dilaksanakan, sebab dengan proses pendidikan ini manusia akan dapat mengembangkan semua potensi yang dimiliki hingga akhirnya tercapai tingkat dewasa. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang secara formal dan sistematis mempunyai kurikulum atau program pendidikan untuk mengubah peserta didik atau anak didiknya menjadi seorang yang mandiri dan dewasa sesuai dengan target pendidikan dan pengajaran yang telah ditetapkan. Dengan posisi yang demikian itu, sekolah merupakan sebuah tempat sekaligus sistem pendidikan yang sedikit atau banyak berperan dalam proses pembentukan individu menjadi seorang yang mandiri dan dewasa sesuai dengan target pembelajaran yang telah ditetapkan.
Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan dan dituangkan secara kongkret dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 yang berbunyi: ”Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
(23)
Dalam pendidikan sekolah, untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik. Keberhasilan proses belajar mengajar tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, yang dapat digolongkan menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Yang termasuk dalam faktor internal antara lain: intelegensi, minat, bakat, motivasi, aktivitas belajar dan sebagainya, sedangkan yang termasuk dalam faktor eksternal misalnya: guru, bahan pelajaran, fasilitas belajar, metode mengajar dan sebagainya.
Setiap jenjang pendidikan pada jalur sekolah dapat berperan serta dalam menyiapkan SDM, mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi. Dalam pembelajaran matematika, tugas seorang guru adalah menciptakan kondisi pembelajaran yang dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik, sehingga peserta didik mempunyai ketrampilan, keberanian serta mempunyai kemampuan dalam penguasaan matematika. Penekanan pembelajaran matematika di sekolah harus relevan dengan kehidupan sehari-hari, supaya pelajaran matematika yang diperoleh akan bermanfaat. Dengan demikian matematika akan mempunyai peran yang penting bagi peserta didik untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya hal ini akan berdampak dalam menciptakan sumber daya manusia yang bermutu.
Matematika adalah salah satu materi pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan ilmu dan teknologi. Di pihak lain, matematika selama ini dianggap momok oleh sebagian peserta
(24)
didik, bahkan ada peserta didik yang merasa takut, bosan dan tidak tertarik pada mata pelajaran matematika, karenanya prestasi belajar matematika masih jauh dari yang diharapkan. Prestasi belajar matematika peserta didik yang masih rendah nampak pada persentase peserta didik yang dinyatakan tidak lulus dalam ujian akhir nasional setiap tahunnya. Misalnya saja pada peserta didik SMP yang ada di kabupaten Klaten. Seperti yang dikemukakan oleh Mulyadi (2008), bahwa persentase yang tidak lulus peserta didik SMP kabupaten Klaten pada tahun pelajaran 2006/2007 sebesar 3,32% dan pada tahun pelajaran 2007/2008 sebesar 4,13%. Hal ini nampak bahwa terjadi kenaikan persentase peserta didik SMP yang tidak lulus di kabupaten Klaten. Artinya semakin banyak peserta didik yang dinyatakan tidak lulus setiap tahun.
Menyadari pentingnya peranan matematika, baik dalam makna formal yaitu penalaran dan pembentukan sikap pribadi peserta didik maupun dalam makna material yaitu penguasaan, penerapan dan ketrampilan matematika, maka sudah seharusnyalah proses pembelajaran matematika dan peningkatan prestasi belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian serius. Oleh karena itu guru sebagai pendidik perlu mempersiapkan suatu model pembelajaran yang terprogram agar peserta didik sebagai peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih mantap.
Dalam pembelajaran matematika, selama ini model pembelajaran yang banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran langsung. Hal ini dilakukan karena sifat materi matematika itu sendiri, yaitu terstruktur. Artinya dalam mempelajari konsep yang mendasarkan pengetahuan yang telah dimiliki
(25)
peserta didik. Agar pembelajaran dengan situasi peserta didik belajar ini dapat tercapai, hendaknya guru dapat menggunakan model pembelajaran yang lebih banyak melibatkan peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Soedjadi (1995: 12), betapapun tepat dan baiknya bahan ajar matematika yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan, dan salah satu faktor penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah proses mengajar yang lebih menekankan pada keterlibatan peserta didik secara optimal.
Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik adalah melalui kreativitas yang dimiliki guru dalam memilih model pembelajaran. Melalui kreativitas yang dimiliki oleh para guru, dan dengan keinginan untuk selalu mencari model pembelajaran yang terbaik agar selalu menarik minat dan motivasi peserta didik belajar, maka tujuan yang diharapkan akan tercapai. Seperti yang dikemukakan oleh Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan (1994: 189), bahwa guru kreatif selalu mencari cara bagaimana agar proses belajar mencapai hasil sesuai dengan tujuan serta berupaya menyesuaikan pola-pola tingkah lakunya dalam mengajar dengan tuntutan pencapaian tujuan dengan mengembangkan faktor situasi kondisi belajar peserta didik. Kreativitas yang demikian memungkinkan guru yang bersangkutan menemukan bentuk-bentuk mengajar yang sesuai, terutama dalam memberi bimbingan, rangsangan, dorongan, dan arahan agar peserta didik dapat belajar secara aktif.
Model pembelajaran yang dapat menarik minat peserta didik dalam belajar adalah dengan menempatkan peserta didik secara kelompok-kelompok. Pembelajaran kelompok dapat meningkatkan peserta didik dalam berpikir kritis,
(26)
kreatif dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Pembelajaran yang dapat mewujudkan hal tersebut adalah pembelajaran kooperatif.
Pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) adalah model pembelajaran di mana peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang campur kemampuannya dan saling membantu satu sama lain (Mohamad Nur dan Prima Wikandari, 2000: 25). Dalam menyelesaikan tugasnya, setiap anggota kelompok saling bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran. Dalam hal ini belajar dianggap belum selesai apabila seorang anggota dari kelompok belajar itu belum menguasai bahan pelajaran. Terdapat beberapa tipe pembelajaran kooperatif, salah satu di antaranya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian materi tersebut kepada anggota lainnya dalam kelompok itu. Menurut Anita Lie (1994: 75), jigsaw adalah merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang fleksibel.
Penggunaan model pembelajaran kooperatrif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran pada materi pokok tertentu diduga lebih efektif dan efisien daripada menggunakan model pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan model pembelajaran tipe jigsaw berdasarkan filsafat konstruktivisme, sehingga peserta didik sendiri yang membangun pengetahuannya. Peserta didik diberi kemampuan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar secara sadar, sedangkan guru sebagai fasilitator membimbing peserta didik ke tingkat pengetahuan yang lebih
(27)
tinggi. Dengan demikian diharapkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, pembelajaran lebih bermakna sehingga lebih meningkatkan pemahaman peserta didik.
Selain model pembelajaran, masih banyak faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar matematika peserta didik. Salah satunya adalah kemampuan awal peserta didik. Kemampuan awal yang dimaksud adalah kemampuan-kemampuan yang seharusnya sudah dikuasai oleh para peserta didik sebelum proses pembelajaran pada materi pokok tertentu dimulai. Dengan diperhatikannya kemampuan awal peserta didik, pembelajaran akan mampu memanfaatkan kemampuan awal tersebut sebagai potensi yang harus didayagunakan dalam proses pembelajaran. Dengan pemanfaatan potensi yang ada, diharapkan prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan secara optimal.
Kemampuan awal merupakan hal yang sangat penting dalam setiap proses pembelajaran karena seseorang yang telah memiliki kemampuan awal yang memadai berarti memiliki modal yang cukup untuk dapat digunakan dalam mempelajari materi pokok tertentu. Kemampuan awal yang telah dimiliki dapat dikaitkan dengan materi pokok baru yang akan dipelajari.
Berdasarkan latar belakang seperti diutarakan di atas, maka perlu diadakan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan materi pokok tertentu. Di samping itu, dalam pembelajaran perlu memperhatikan faktor kemampuan awal peserta didik.
(28)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model pembelajaran satu arah yaitu guru aktif sedangkan peserta didik pasif, padahal ada beberapa topik bahasan dimana model tersebut kurang tepat untuk diterapkan sehingga dimungkinkan rendahnya prestasi belajar matematika peserta didik disebabkan karena kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan topik bahasan tertentu. Oleh karena itu akan diteliti apakah penggunaan model pembelajaran berpengaruh dalam peningkatan prestasi belajar matematika peserta didik.
2. Pada umumnya prestasi belajar matematika peserta didik masih rendah. Hal ini dimungkinkan karena belum optimalnya pemanfaatan kondisi internal peserta didik khususnya kemampuan awal peserta didik untuk mempelajari materi berikutnya. Untuk itu akan diteliti apakah kemampuan awal peserta didik dapat meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik.
3. Banyak peserta didik dalam belajar matematika kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran dan hanya mengorganisir sendiri apa yang diperolehnya tanpa mengkomunikasikan dengan peserta didik lain sehingga dimungkinkan rendahnya prestasi belajar matematika peserta didik disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap topik bahasan yang dipelajarinya.
4. Kurangnya kebermaknaan dalam belajar matematika dimungkinkan disebabkan karena kurangnya kemampuan peserta didik dalam membentuk
(29)
hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan aplikasi atau penerapan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di depan, agar penelitian ini terarah dan lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelompok kontrol.
2. Prestasi belajar matematika peserta didik pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar matematika peserta didik yang dicapai melalui proses pembelajaran bangun ruang sisi lengkung, dalam hal ini adalah tes pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung (tabung, kerucut dan bola).
3. Kemampuan awal peserta didik pada penelitian ini dibatasi pada hasil belajar peserta didik yang dicapai melalui tes pada materi pokok lingkaran dan bangun ruang sisi tegak (kubus, balok, prisma tegak, dan limas).
4. Lingkup penelitian ini pada peserta didik kelas IX SMP Negeri Kabupaten Klaten Tahun Pelajaran 2008/2009.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
(30)
1. Apakah peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung?
2. Apakah peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung?
3. Apakah peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :
1. Peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi belajar yang
(31)
lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung.
2. Peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung.
3. Peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi guru matematika dan peserta didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dalam pembelajaran bangun ruang sisi lengkung dan bermanfaat :
1. Bagi Guru
a. Menambah wawasan dalam rangka perubahan paradigma pembelajaran dari paradigma mengajar ke paradigma belajar.
(32)
b. Sebagai alternatif pemilihan model pembelajaran yang berorientasi pada keterlibatan peserta didik menjadi lebih kreatif dan aktif mengolah informasi, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik. c. Sebagai bahan pertimbangan, referensi, dan bahan masukan pada materi
pelajaran yang lain atau pada studi kasus yang sejenis.
d. Menambah pengetahuan tentang model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
e. Bahan acuan untuk penelitian model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw lebih lanjut.
2. Bagi Peserta Didik
a. Lebih termotivasi dalam belajar bangun ruang sisi lengkung. b. Melatih kemandirian dalam belajar bangun ruang sisi lengkung.
c. Mengembangkan sikap peserta didik dalam memecahkan masalah pada bangun ruang sisi lengkung.
(33)
12
A. Kajian Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
Sebelum menguraikan arti prestasi belajar matematika maka penulis akan memaparkan arti penggal kata yang menyusunnya yaitu prestasi, belajar dan matematika.
a. Pengertian Prestasi
Setiap kegiatan belajar mengajar akan menghasilkan suatu perubahan yang khas yaitu hasil belajar. Hasil belajar ini akan terlihat dalam bentuk prestasi belajar. Prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan sebagainya. Prestasi adalah hasil yang dicapai melalui suatu latihan (Sumadi Suryabrata, 1990: 25).
Menurut Robert S., Donald dan G. Marguis yang dikutip oleh Nur Hery Susianta menyatakan “Achievement is actual ability and measured directly by the use of test” yang artinya prestasi belajar adalah kecakapan nyata yang dapat diukur secara langsung dengan menggunakan alat yaitu tes (Nur Hery Susianta, 1996: 27).
b. Pengertian Belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang selalu dilakukan manusia sepanjang hidupnya. Manusia belajar karena menginginkan sesuatu perubahan pada dirinya. Perubahan itu berupa tingkah laku yang dapat meningkatkan
(34)
kecakapan, menambah pengetahuan dan ketrampilan baru serta kualitas hidupnya dapat meningkat.
Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah
mampu, yang terjadi dalam jangka waktu tertentu. Perubahan yang terjadi itu harus secara relatif bersifat menetap (permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini nampak (immediate behavior) tetapi juga pada perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang (potential behavior). Hal lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa perubahan-perubahan tersebut terjadi karena pengalaman (Irwanto, 1997: 105).
Belajar adalah merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Juga belajar itu akan lebih baik, kalau si subjek belajar itu mengalami atau melakukannya, jadi tidak bersifat verbalistik (Sardiman, 2006: 22).
Belajar merupakan suatu proses untuk mengembangkan potensi diri seseorang. Proses belajar diperlukan untuk dapat mengembangkan kemampuan seseorang secara optimal.
Sumadi Suryabrata (1990: 249) mengatakan bahwa belajar itu sebagai berikut:
1) Belajar itu membawa perubahan.
2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru. 3) Perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja.
(35)
Proses belajar itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Ciri belajar, adalah sebagai berikut:
1) Dalam belajar itu perubahan tingkah laku, baik tingkah laku yang dapat dialami maupun tingkah laku yang tidak dapat dialami secara langsung. 2) Dalam belajar, perubahan tingkah laku dapat mengarah ke tingkah laku
yang jelek.
3) Dalam belajar, perubahan terjadi karena mukjizat, hipnotis, hal-hal yang ghoib, proses pertumbuhan, kematangan, penyakit ataupun kerusakan tidak dianggap sebagai hasil belajar.
4) Dalam belajar, perubahan tingkah laku menjadi sesuatu yang relatif menetap. Bila seseorang dengan belajar menjadi dapat membaca, maka kemampuan tersebut akan tetap dimiliki.
5) Belajar merupakan suatu proses usaha yang artinya berlangsung dalam kurun waktu cukup lama. Hasil belajar yang berupa tingkah laku kadang-kadang diamati, tetapi proses belajar itu tidak dapat diamati secara langsung.
6) Belajar terjadi karena ada interaksi dengan lingkungan.
Dari pendapat para pakar pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang secara terus menerus dan perubahan-perubahan itu bersifat tetap, serta terjadi secara sadar berdasarkan pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan untuk menguasai pengetahuan dan ketrampilan tertentu.
(36)
c. Pengertian Matematika
Simbolisasi dalam matematika menjamin adanya komunikasi dan mampu memberikan keterangan untuk membentuk suatu konsep baru. Konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya sehingga matematika itu konsep-konsepnya tersusun secara hierarkis (Herman Hudoyo, 1988: 3).
Matematika adalah sebagai sarana berpikir deduktif yang hemat akan kata-kata dan cermat dalam menentukan sesuatu dalam derajat kepastian yang tinggi. Tanpa matematika, pengetahuan akan berhenti pada tahap kuantitatif yang tidak memungkinkan untuk meningkatkan penalarannya lebih jauh (Herman J. Waluyo, 2007: 36).
Matematika dapat digambarkan sebagai kumpulan sistem yang tiap-tiap sistem mempunyai struktur atau urutan, interrelasi dari pengetahuan atau operasi-operasi tersendiri yang tersusun secara deduktif. Matematika berkenaan dengan pikiran terstruktur yang relasi operasinya maupun hubungan-hubungannya diatur secara logis. Hal ini berarti matematika bersifat abstrak yang berkenaan dengan konsep, prinsip, dan penalarannya. Matematika adalah sistem deduktif yang dimulai dari memilih beberapa unsur yang tidak didefinisikan (undefined), kemudian ke unsur yang didefinisikan dan akhirnya ke dalil atau teorema yang dapat dibuktikan melalui unsur-unsur tak definisikan tersebut (Soehardjo, 1992: 12).
(37)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika berkenaan dengan ide-ide atau konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif.
d. Pengertian Prestasi Belajar Matematika
Dari pengertian ketiga kata tersebut yaitu prestasi, belajar dan matematika dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah suatu hasil dari perbuatan belajar matematika yang merupakan suatu kecakapan atau kemampuan anak untuk menguasai sejumlah pengetahuan dan ketrampilan dalam bidang kajian matematika yang dapat diperoleh melalui tes matematika, hasil tes ini dinyatakan dalam bentuk angka atau huruf.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik merupakan cerminan kualitas pembelajaran yang telah mereka ikuti. Makin tinggi prestasi belajar peserta didik menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran makin baik pula. Dalam pembelajaran yang berkualitas terjadi proses belajar yang efektif pada diri peserta didik. Seorang peserta didik yang belajar secara efektif akan memiliki prestasi belajar yang baik. Jadi prestasi belajar seseorang sangat tergantung pada tingkat keefektifan proses belajar yang telah berlangsung pada dirinya.
Newell (1989: 126) mengutif Ausabel menyatakan bahwa faktor penting yang mempengaruhi belajar seseorang adalah apa yang telah ia ketahui. Hasil-hasil belajar yang telah dikuasai akan sangat berguna dalam membantu keberhasilan proses belajar berikutnya. Dick & Carey (1990: 85) menyatakan
(38)
bahwa pengetahuan yang telah dikuasai seseorang sebelum proses pembelajarang berlangsung disebut kemampuan awal (entry behavior).
Dikaitkan dengan matematika yang memiliki struktur hierarkis yakni kemampuan yang satu menjadi prasyarat kemampuan yang lain, maka setiap penguasaan materi akan merupakan kemampuan awal bagi peserta didik. Karena merupakan kemampuan prasarat, kemampuan awal yang sudah dimiliki akan mempunyai pengaruh bagi keberhasilan dalam mempelajari materi berikutnya.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah faktor keefektifan pembelajaran (Aiken, 1997: 109). Keefektifan pembelajaran akan ditentukan oleh model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Apabila model pembelajaran yang dipilih tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran, maka pembelajaran akan menjadi efektif sehingga prestasi belajar peserta didik diharapkan optimal.
Dari uraian di atas, di antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar, faktor kemampuan awal yang dimiliki peserta didik dan faktor model pembelajaran akan menentukan tinggi rendahnya prestasi belajar peserta didik. Makin tepat pilihan model pembelajaran yang dipergunakan akan memberikan pengaruh yang makin baik terhadap capaian prestasi belajar peserta didik, demikian juga sebaliknya. Penggunaan model pembelajaran yang tepat tersebut perlu juga memperhatikan pemanfaatan kemampuan awal yang telah dimiliki oleh peserta didik.
(39)
2. Model Pembelajaran Langsung
Pembelajaran langsung (Direct Instruction) adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru. Pembelajaran langsung merupakan suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu peserta didik mempelajari ketrampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Pembelajaran langsung bukan merupakan barang baru bagi para guru. Pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh guru pada umumnya adalah pembelajaran langsung. Pembelajaran langsung sampai saat ini masih tetap sering digunakan meskipun ada model pembelajaran yang baru seperti model pembelajaran kooperatif, pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dan strategi-strategi belajar. Dalam pembelajaran matematika, selama ini guru sering menggunakan pembelajaran langsung. Hal ini dilakukan karena sifat materi matematika itu sendiri, yaitu terstruktur. Artinya dalam mempelajari konsep yang mendasarkan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik. Selain itu model pembelajaran langsung tepat digunakan apabila informasi atau keterampilan yang akan diajarkan terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan selangkah demi selangkah (Soeparman Kardi dan Mohamad Nur, 2001: 7).
Pembelajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara seksama, demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan peserta didik, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan
(40)
pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan peserta didik, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor. Ini berarti bahwa lingkungan belajar berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
Tabel 2.1.
Sintaks Model Pembelajaran Langsung
FASE PERANAN GURU
1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik.
Guru menjelaskan topik materi bangun ruang sisi lengkung, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran dan mempersiapkan peserta didik untuk belajar. 2. Mendemonstrasikan
pengetahuan atau ketrampilan.
Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
3. Membimbing pelatihan. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.
4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik.
Guru mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, dan memberi umpan balik.
5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan penerapan.
Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari.
Keungggulan model pembelajaran langsung:
a. Memperoleh informasi dan keterampilan-keterampilan dasar, sebelum peserta didik mempelajari informasi dan keterampilan lanjut.
b. Mengembangkan penguasaan keterampilan sederhana dan kompleks serta pengetahuan deklaratif yang dapat dirumuskan dengan jelas dan diajarkan tahap demi tahap.
(41)
c. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berlatih. d. Peserta didik menguasai keterampilan yang dilatihkan.
3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif dimana peserta didik ditempatkan ke dalam tim beranggota enam orang untuk mempelajari materi akademik yang telah dipecah menjadi bagian-bagian untuk tiap anggota. Setiap anggota tim membaca sub-bab yang ditugaskan. Kemudian, anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari sub-bab yang sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan sub-bab mereka. Kemudian para peserta didik itu kembali ke tim asal mereka dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub-bab mereka. Karena satu-satunya cara peserta didik dapat belajar sub-bab lain selain dari sub-bab yang mereka pelajari adalah dengan mendengarkan dengan sungguh-sungguh teman satu tim mereka, mereka termotivasi untuk mendukung dan menunjukkan minat terhadap apa yang dipelajari teman satu timnya (Muhamad Nur dan Prima Retno Wikandari, 2001: 29).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini, peserta didik belajar dalam kelompok yang heterogen dan beranggotakan 4 sampai 6 orang, yang disebut kelompok asal. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian dari materi belajar yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Masing-masing anggota kelompok yang mendapat tugas penguasaan bagian materi itu disebut
(42)
ahli. Keahlian tersebut dapat diperoleh dari menawarkan bagian materi kepada anggota kelompok menurut kemampuan mereka, atau ditunjuk oleh guru sesuai dengan kemampuan mereka. Anggota dari kelompok yang berbeda dengan materi yang sama (ahli) bertemu untuk berdiskusi antar ahli. Mereka dapat saling membantu satu sama lain tentang topik yang ditugaskan, serta mendiskusikannya. Setelah itu peserta didik pada kelompok ahli kembali pada kelompok masing-masing untuk menjelaskan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lainnya tentang apa yang dibahas atau dipelajari dalam kelompok ahli ( Muslimin Ibrahim dkk, 2001: 21-22).
Hubungan yang terjadi antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan:
1. Kelompok Asal 2. Kelompok Ahli
3. Kelompok Asal
Gambar 2.1. Hubungan kelompok asal dan kelompok ahli dalam jigsaw 1 2 3 4 5 6 1 2 3
4 5 6 1 2 3
4 5 6
1 2 3 4 5 6 1 2 3
4 5 6
3 3 3 3 3 1 1 1
1 1
2 2 2 2 2
4 4 4 4 4
5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 1 2 3 4 5 6 1 2 3
4 5 6 1 2 3
4 5 6
1 2 3 4 5 6 1 2 3
(43)
Pada bagan pertama menunjukkan bahwa ada lima kelompok pangkalan dan setiap kelompok masing-masing membawa hal yang harus diselesaikan, kemudian masing-masing mengelompokkan diri sesuai dengan masalahnya (seperti bagan kedua). Masalah tersebut didiskusikan dalam kelompok. Setelah mereka menemukan jawaban kemudian mereka bergabung seperti pada kelompok pertama yaitu pada gambar ketiga. Kemudian setiap kelompok masing-masing mengemukakan masalah dan hasil penyelesaiannya. Dengan demikian setiap orang memperoleh informasi yang sama dari berbagai masalah yang dipecahkan.
Ilustrasi ini menunjukkan cara kelompok-kelompok dimanipulasi dengan menggunakan strategi jigsaw. Peserta didik–peserta didik adalah anggota kelompok-kelompok pangkalan dan lalu mereka meneliti aspek tertentu dari topik di dalam kelompok-kelompok pakar. Pada waktu tugas penelitian sudah selesai, mereka kembali ke kelompok pangkalan asal mereka.
Cara lain untuk mengetahui pengetahuan awal peserta didik dari serangkaian kegiatan bisa dilakukan melalui curah pendapat (brain storming). Kegiatan ini perlu dikendalikan oleh guru, tetapi guru tidak boleh membatasi atau mengarahkan alur gagasan-gagasan peserta didik.
Dalam sidang curah pendapat (brain storming), guru meminta kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasannya, dan semua gagasan itu ditulis di papan tulis. Guru mengkondisikan agar semua peserta didik mengungkapkan gagasannya dan guru tidak menunjukkan sikap seolah-olah jawaban tertentu lebih berharga dan lebih tepat. Pada tahap-tahap permulaan, semua sumbangan diterima
(44)
dan tidak ada diskusi mengenai hal-hal itu. Begitu daftar sudah selesai, guru memperkenankan diskusi.
Pada penelitian ini, dikarenakan bangun ruang sisi lengkung terdiri dari tiga sub topik materi yaitu tabung, kerucut dan bola. Supaya sesuai dengan definisi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, peserta didik belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang peserta didik dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Setiap peserta didik bertanggung jawab atas penguasaan materi yang ditugaskan kepadanya. Selanjutnya masing-masing kelompok ahli dengan materi yang sama bertemu untuk berdiskusi dan mengerjakan latihan soal-soal yang diberikan. Setelah waktu yang diberikan selesai, masing-masing peserta didik dalam kelompok ahli kembali lagi ke kelompok asal untuk menjelaskan materi yang menjadi bagiannya pada peserta didik lain dengan materi yang berbeda. Peserta didik yang mendapat bagian materi tabung menjelaskan pada peserta didik lain yang mendapat bagian materi kerucut maupun bola. Demikian seterusnya hingga peserta didik dalam kelompok asal sudah paham materi pada pertemuan hari itu. Sebisa mungkin peserta didik berdiskusi dahulu dengan temannya dalam satu kelompok, jika menemui kesulitan baru bertanya pada guru. Karena peran guru di sini masih diperlukan, baik sebagai motivator maupun fasilitator. Sehingga hal ini dapat meminimalkan kelas yang ramai atau gaduh, karena guru dapat terus memantau jalannya diskusi masing-masing kelompok, baik dalam diskusi kelompok asal maupun diskusi kelompok ahli sehingga pembelajaran tetap efektif dan optimal.
(45)
Adapun rencana pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diatur secara instruksional sebagai berikut:
a. Membaca.
Peserta didik mendapat topik-topik ahli, kemudian membaca dan mempelajari materi tersebut untuk mendapatkan informasi.
b. Diskusi Kelompok Ahli.
Peserta didik dengan topik ahli yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik tersebut.
c. Laporan Kelompok.
Masing-masing ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada kelompoknya.
d. Kuis atau tes.
Jika peserta didik berhasil menerapkan setiap keterampilan kooperatif dengan baik, maka akan diperoleh keuntungan dalam pembelajaran kooperatif. Keuntungan tersebut adalah :
a. Peserta didik bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma kelompok atau tim.
b. Peserta didik aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil.
c. Peserta didik aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok atau tim.
(46)
e. Interaksi antar peserta didik seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.
4. Kemampuan Awal Peserta Didik
Kemampuan awal adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai sebelum proses pembelajaran pokok bahasan tertentu dimulai. Dalam materi pelajaran yang struktur perilakunya berbentuk hierarki, kemampuan awal merupakan kemampuan-kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk dapat belajar kemampuan-kemampuan berikutnya (Dick dan Carey, 1990: 85).
Driscoll (1994: 143-144) mengutip pendapat Ausubel menyatakan bahwa dengan mengaktifkan kemampuan awal (prior knowledge) yang relevan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan belajar yang bermakna. Dengan dimilikinya kemampuan awal yang relevan akan merupakan penyediaan landasan atau dasar-dasar dalam belajar hal-hal baru.
Kemampuan pengetahuan awal (prior knowledge) adalah kumpulan dari pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia bawa kepada suatu pengalaman belajar baru. Kemampuan pengetahuan awal berperan penting dalam proses belajar dan apa yang telah diketahui individu sedikit banyak mempengaruhi apa yang mereka pelajari (Muhamad Nur, 2000: 10-11).
Menurut teori konstruktivis belajar adalah proses asimilasi dan akomodasi yang menghubungkan pengalaman (kemampuan awal) yang telah dikuasai peserta didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, sehingga
(47)
pengetahuan itu dapat dikembangkan. Bagi peserta didik yang memiliki tingkat kemampuan awal tinggi, keaktifan mereka dalam belajar akan tetap tinggi sehingga akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian prestasi belajarnya.
B. Penelitian Yang Relevan
1. Ira Kurniawati (2003: 92) dalam penelitiannya yang berjudul “ Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Aktivitas Belajar Siswa Kelas II SLTP Negeri 15 Surakarta “. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa metode pembelajaran kooperatif jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada pokok bahasan jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Dan berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang mengikuti pelajaran matematika dengan pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik dari siswa yang mengikuti pembelajaran matematika secara konvensional.
2. Chusnul Ainy (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “ Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw Dalam Pengajaran Matematika Sekolah Dasar “. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran kooperatif
jigsaw efektif untuk proses pembelajaran pada pokok bahasan luas dan keliling di kelas V Sekolah Dasar. Dan berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih baik daripada prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran tradisional.
(48)
Persamaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang telah disebutkan di atas adalah : penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dan penelitian yang telah disebutkan di atas menitik beratkan pada penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap prestasi belajar matematika peserta didik.
Sedangkan perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian yang telah disebutkan di atas adalah penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah menggunakan tingkat kemampuan awal peserta didik dan materi pokok bangun ruang sisi lengkung, sedangkan:
1. penelitian dari Ira Kurniawati menggunakan tingkat aktivitas dan pokok bahasan jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium.
2. penelitian Chusnul Ainy menggunakan pokok bahasan luas dan keliling.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pada latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, dan kajian teori di muka, dapat dikatakan bahwa prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain motivasi belajar, minat belajar, kemampuan awal maupun kemampuan intelektual. Faktor eksternal antara lain lingkungan, penggunaan pendekatan, metode maupun model pembelajaran oleh guru. Pada penelitian ini diungkapkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan model pembelajaran langsung serta kemampuan awal peserta didik terhadap prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung, yang rinciannya sebagai berikut:
(49)
1. Kaitannya model pembelajaran terhadap prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengaruhnya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan mengajar. Agar model pembelajaran terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui pula model pembelajaran yang sesuai dengan materi pada pokok bahasannya.
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada filsafat konstruktivisme, dimana peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dalam pembelajaran, apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.
Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Jigsaw adalah suatu sistem pembelajaran yang berorientasi adanya proses, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat lebih meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu materi pelajaran. Pada akhirnya diharapkan dapat juga meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada topik materi bangun ruang sisi lengkung diduga dapat menghasilkan prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung yang lebih baik daripada model pembelajaran langsung.
(50)
2. Kaitannya kemampuan awal dengan prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung
Menurut teori konstruktivis belajar adalah proses asimilasi dan akomodasi yang menghubungkan pengalaman (kemampuan awal) yang telah dikuasai peserta didik dengan pengetahuan yang sedang dipelajari, sehingga pengetahuan itu dapat dikembangkan. Bagi peserta didik yang memiliki tingkat kemampuan awal tinggi, keaktifan mereka dalam belajar akan tetap tinggi sehingga akan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pencapaian prestasi belajarnya.
3. Kaitannya model pembelajaran dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung
Dari uraian pada nomor 1 dan 2 di atas dinyatakan bahwa, penggunaan model pembelajaran akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung dan kemampuan awal peserta didik juga akan memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran dan kemampuan awal peserta didik secara bersama-sama akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar bangun ruang sisi lengkung.
Dari pemikiran di muka dapat digambarkan kerangka berfikir dalam penelitian ini sebagai berikut:
(51)
Gambar 2.2. Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
D. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris (Budiyono, 2003: 22). Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang diberi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung.
2. Peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya sedang atau rendah, dan peserta didik yang kemampuan awalnya sedang lebih baik prestasi belajarnya daripada peserta didik yang kemampuan awalnya rendah pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung.
Model Pembelajaran
Kemampuan Awal
(52)
3. Peserta didik yang kemampuan awalnya sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada menggunakan model pembelajaran langsung dalam pembelajaran matematika pada materi pokok bangun ruang sisi lengkung. Di sisi lain, pada peserta didik yang kemampuan awalnya tinggi atau rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menghasilkan prestasi belajar yang sama dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
(53)
32
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Kabupaten Klaten dengan subyek penelitian peserta didik kelas IX tahun pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari 2009, dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 3.1. Waktu Penelitian
No Pokok-pokok Kegiatan Agustus September Oktober Np Ds Jn
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Ijin Penelitian X
2. Pengambilan Data UAS X
3. Analisis Data Keseimbangan X X
4. Uji Coba Instrumen Tes
Kemampuan Awal X
5. Analisis Instrumen Tes
Kemampuan Awal X
6. Memberikan Tes
Kemampuan Awal X
7.
Menberikan Materi Pokok Bangun Ruang Sisi Lengkung Pada Kelompok Esperimen dan Kelompok Kontrol X X X X X X X
X X
8. Uji Coba Instrumen Tes
Prestasi Belajar Matematika X
9. Analisis Instrumen Tes
Prestasi Belajar Matematika X
10. Memberikan Tes Prestasi Belajar Matematika X
11. Pengolahan Data dan
Analisis Data X X X X X
(54)
B. Jenis Penelitian dan Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experimental research) dengan desain faktorial sederhana. Dalam penelitian ini menggunakan rancangan faktorial 2 x 3 dengan maksud untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dan variabel terikat. Desain yang digunakan digambarkan dalam bagan berikut:
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian Kemampuan Awal
Model Pembelajaran
Tinggi ( b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3) Jigsaw ( a1) ab11 ab12 ab13
Langsung (a2) ab21 ab22 ab23
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi
Suharsimi Arikunto (1992: 102) menyatakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek dalam penelitian. Sedangkan menurut Walpole dan Ronald E. dalam R. K. Sembiring (1986: 171), populasi adalah keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian kita dalam ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan dalam suatu penelitian. Sebagai populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IX semester 1 SMP Negeri di Kabupaten Klaten tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 66 SMP Negeri.
(55)
2. Sampel
Suharsimi Arikunto (1992: 104) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti. Sedangkan menurut Margono (2000: 121), sampel adalah sebagian dari populasi sebagai contoh yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel adalah sebagian dari populasi yang diambil untuk diteliti namun sudah mampu mencerminkan kondisi riil dari populasinya. Sebagai sampel dalam penelitian ini diambil tiga sekolah yaitu SMP Negeri 2 Polanharjo, SMP Negeri 3 Manisrenggo dan SMP Negeri 3 Pedan, tiap-tiap sekolah diambil dua kelas untuk kelas kelompok eksperimen dan kelas kelompok kontrol.
3. Teknik pengambilan sampel
Suharsimi Arikunto (2005: 96) menyatakan bahwa sampling kelompok (cluster sampling), digunakan oleh peneliti apabila di dalam populasi terdapat kelompok-kelompok yang mempunyai ciri sendiri-sendiri. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel dilakukan dengan secara acak kelompok (cluster random
sampling) dengan cara memandang populasi sebagai kelompok-kelompok
(cluster-cluster populasi), maka semua anggota kluster tersebut merupakan sampel. Dalam hal ini sekolah dipandang sebagai satuan kelompok (cluster). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 66 SMP Negeri dengan teknik cluster random sampling terpilih 3 SMP Negeri sebagai sampel penelitian, karena akan dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, kemudian tiap sekolah diacak dengan undian selanjutnya terpilih kelas yang
(56)
berfungsi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas yang satu dikenai perlakuan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan kelas yang lain dikenai perlakuan penggunaan model pembelajaran langsung.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasionalnya
Pada penelitian ini terdapat satu variabel terikat dan dua variabel bebas yaitu:
1. Variabel Terikat
Prestasi Belajar Matematika
(i) Definisi Operasional: Prestasi belajar matematika adalah hasil usaha peserta didik dalam proses belajar bangun ruang sisi lengkung yang dinyatakan dalam angka yang menyatakan hasil yang sudah dicapai oleh peserta didik pada periode tertentu.
(ii) Indikator: Nilai tes prestasi belajar matematika setelah mengikuti proses pembelajaran bangun ruang sisi lengkung.
(iii) Skala Pengukuran: skala interval.
2. Variabel Bebas
Ada dua variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu : a. Model Pembelajaran
(i) Definisi Operasional: Model pembelajaran adalah suatu cara yang dirancang oleh guru untuk membantu peserta didik mempelajari suatu kemampuan dan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang
(57)
sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam konteks kegiatan pembelajaran, yang meliputi model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
(ii) Indikator: Pemberian perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw pada kelas eksperimen dan model pembelajaran langsung pada kelas kontrol.
(iii) Skala Pengukuran: Skala nominal.
b. Kemampuan Awal Peserta Didik
(i) Definisi Operasional: Kemampuan awal adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai peserta didik sebelum proses pembelajaran bangun ruang sisi lengkung dimulai yang ditunjukkan dengan kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah.
(ii) Indikator: Skor tes kemampuan awal
(iii) Skala Pengukuran: Skala interval kemudian diubah menjadi skala ordinal yang terdiri dari 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Untuk kategori tinggi : X > X +
2 1
SD
Untuk kategori sedang : X –
2 1
SD X X + 2 1
SD
Untuk kategori rendah : X < X –
2 1
(58)
E. Teknik Pengumpulan Data dan Penyusunan Instrumen
Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode Dokumentasi
Suharsimi Arikunto (2004: 236). Metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapor, agenda dan sebagainya. Pada penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data nilai ulangan akhir semester (UAS) semester genap pada waktu kelas VIII yang dilaksanakan pada hari selasa tanggal 10 Juni 2008. Dokumen tersebut digunakan untuk uji keseimbangan rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.
2. Metode Tes
Tes adalah seperangkat rangsangan yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang dapat dijadikan dasar penetapan skor angka (Ary Donald, 1982: 256). Tes yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari tes kemampuan awal dan tes akhir, yang penyusunannya didahului dengan penyusunan kisi-kisi. Setelah soal-soal tes dibuat beserta petunjuk pengerjaan, kemudian diujicobakan kepada peserta didik. Adapun tujuan ujicoba instrumen agar layak atau dapat dipakai sebagai alat pengumpul data serta dan perlu tidaknya dilakukan revisi-revisi dari instrumen tersebut.
(59)
F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Instrumen yang akan digunakan untuk mengumpulkan data menggunakan instrumen tes prestasi belajar dan tes kemampuan awal peserta didik. Dalam penyusunan instrumen, yang perlu diperhatikan adalah menyusun kisi-kisi instrumen, menyusun butir-butir soal instrumen, mengadakan uji coba instrumen, tahap revisi dan penetapan instrumen.
1. Menyusun kisi-kisi intrumen
Kisi-kisi yang dibuat meliputi kisi-kisi pada materi bangun ruang sisi lengkung untuk instrumen tes prestasi belajar matematika dan kisi-kisi instrumen tes kemampuan awal peserta didik meliputi materi lingkaran dan bangun ruang sisi tegak.
2. Menyusun butir-butir soal instrumen
Nana Sudjana (2006: 48). Soal pilihan ganda (multiple choice) adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Untuk tes prestasi belajar matematika dan tes kemampuan awal peserta didik, butir-butir soal instrumen tersebut disusun berupa soal pilihan ganda dengan menggunakan
option sebanyak 4 buah.
3. Mengadakan uji coba instrumen
Setelah penyusunan instrumen penelitian selesai dilaksanakan, langkah selanjutnya adalah mengujicobakan instrumen yang telah tersusun sebelum
(60)
dikenakan pada sampel penelitian. Tujuan uji coba instrumen adalah untuk melihat apakah instrumen yang telah disusun benar-benar reliabel dan konsisten atau tidak. Atau dengan kata lain tujuan uji coba instrumen adalah untuk mengetahui apakah instrumen telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik atau belum. Syarat-syarat tersebut adalah validitas isi, uji konsistensi internal, uji reliabilitas, daya beda dan taraf kesukaran.
1) Validitas Isi
Suatu instrumen dikatakan valid menurut validitas isi apabila isi instrumen tersebut telah merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan isi hal yang diukur. Validitas tidak dapat ditentukan dengan mengkorelasikan instrumen dengan suatu kriteria sebab tes itu adalah kriteria dari suatu kinerja. Agar memiliki validitas isi, instrumen tes prestasi belajar harus diperhatikan hal-hal berikut ini:
a) Bahan uji (tes) harus merupakan sampel yang representatif untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari materi yang diajarkan maupun dari sudut proses belajar.
b) Titik berat bahan yang harus diujikan harus seimbang dengan titik berat bahan yang telah diajarkan.
c) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau belum diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian dengan benar.
(Budiyono, 2003: 58) Samsi Haryanto (1994: 44) menyatakan bahwa tujuan kajian validasi isi adalah menilai apakah butir-butir tes cukup mewakili apa yang ingin diukur.
(61)
Dalam validitas isi, prosedur yang khas dilakukan adalah menyelenggarakan panel para ahli untuk memberikan pertimbangan, apakah butir tes yang disiapkan cukup mewakili apa yang akan dikaji. Sejauh mana suatu tes memiliki validasi isi ditetapkan menurut analisis rasional terhadap isi tes yang penilaiannya didasarkan pada pertimbangan subjektif individual. Suatu instrumen apakah mempunyai validitas isi yang tinggi atau tidak, maka untuk penilaian instrumen penelitian ini dilakukan melalui experts judgement atau penilaian yang dilakukan oleh para pakar dan semua kriteria penelaahan instrumen tes kemampuan awal dan instrumen tes prestasi belajar matematika harus disetujui oleh validator.
2) Uji Konsistensi Internal
Samsi Haryanto (1994: 34) menyatakan bahwa pendekatan konsistensi internal memfokus pada unsur-unsur internal dari suatu tes, terutama mengenai butir-butirnya. Oleh karena pendekatan ini hanya memerlukan satu kali penyajian tes, maka dikenal dengan nama single-trial administration dan koefisien yang diperoleh disebut koefisien konsistensi internal. Konsistensi internal (internal consistency) tiap butir soal dapat dilihat dari korelasi antara skor tiap butirnya dengan skor totalnya. Tujuan uji konsistensi internal ini adalah untuk mengetahui apakah instrumen tes telah konsisten, artinya instrumen tes mempunyai indeks konsisten atau daya pembeda yang dapat membedakan peserta didik yang pandai dan yang kurang pandai.
Untuk menghitung konsistensi internal butir ke-i, rumus yang digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson sebagai berikut:
(1)
Tabel 5.
Perhitungan Jumlah Kuadrat
Jumlah kuadrat Perhitungan Hasil
JKa n [(3 ) h – (1 )] 2293,531
JKb n [(4 ) h – (1 )] 10145,483
JKab n [(5 ) (4 ) h – (3 ) + (1 )] 2835,014
JKg
ij ij
SS 21156,211
JKt - 36430,239
ij ij h
n 1 pq
n = 35,527
Tabel 6.
Perhitungan Derajat Bebas
Derajat bebas Perhitungan Hasil
dba p - 1 1
dbb q - 1 2
dbab (p – 1) (q – 1) 2
dbg N - pq 208
dbt N - 1 213
Tabel 7.
Perhitungan Rerata Kuadrat
Rerata Kuadrat Perhitungan Hasil
RKa JKa / dba 2293,531
RKb JKb / dbb 5072,741
RKab JKab / dbab 1417,507
(2)
Tabel 8. Statistik Uji
Statistik Uji Perhitungan Hasil
Fa RKa / RKg 22,549
Fb RKb / RKg 49,873
Fab RKab / RKg 13,936
Tabel 9.
Rangkuman Analisis Variansi
Sumber Variansi JK db RK F hitung F tabel
Keputusan
Uji
Model Pembelajaran 2293,531 1 2293,531 22,549 3,84 H0 ditolak
Kemampuan Awal 10145,483 2 5072,741 49,873 3,00 H0 ditolak
Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Kemampuan Awal
2835,01 2 1417,507 13,936 3,00 H0 ditolak
Galat 21156,211 208 101,713 - - -
(3)
b. Komparasi ganda
Karena semua H0 ditolak maka untuk melacak perbedaan rerata setiap
pasangan kolom dan antar sel dilakukan komparasi ganda pada kolom dan antar sel dengan menggunakan metode Scheffe , sebagai berikut:
1. Komparasi
Komparasi pada kolom: .1 vs .2
.1 vs .3
.2 vs .3
Komparasi antar sel: 11 vs 12 11 vs 13 12 vs 13 21 vs 22 21 vs 23 22 vs 23 11 vs 21 12 vs 22 13 vs 23
2. Hipotesis
Tabel 10.
Komparasi dan Hipotesis
Komparasi H0 H1
.1 vs .2 .1 = .2 .1≠ .2
.1 vs .3 .1 = .3 .1≠ .3
.2 vs .3 .2 = .3 .2≠ .3
11 vs 12 11 = 12 11≠ 12
11 vs 13 11 = 13 11≠ 13
12 vs 13 12 = 13 12≠ 13
21 vs 22 21 = 22 21≠ 22
21 vs 23 21 = 23 21≠ 23
22 vs 23 22 = 23 22≠ 23
11 vs 21 11 = 21 11≠ 21
12 vs 22 12 = 22 12≠ 22
(4)
3. Taraf signifikan = 0,05
4. Statistik uji
Berdasarkan tabel 1 dan tabel 2 diperoleh data sebagai berikut:
Rerata Nilai rerata N
.1
x 72,60 73
.2
x 63,03 66
.3
x 55,57 75
11
x 79,46 37
12
x 67,75 32
13
x 53,95 39
21
x 65,56 36
22
x 58,59 34
23
x 57,33 36
Dengan RKg = 101,713
Berdasarkan data di atas maka dilakukan perhitungan nilai F untuk komparasi kolom serta antar sel dan hasilnya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 11.
Perhitungan Nilai F untuk Komparasi pada Baris dan Kolom
Jenis komparasi Nilai F
Kolom (F.1 – . 2) 31,226
Kolom (F.1 – . 3) 105,474
Kolom (F.2 – . 3) 19,193
Antar sel (F11– F12) 23,131
Antar sel (F11– F13) 121,485
Antar sel (F12– F13) 32,917
Antar sel (F21– F22) 8,345
Antar sel (F21– F23) 11,964
Antar sel (F22– F23) 0,271
Antar sel (F11– F21) 34,680
Antar sel (F12– F22) 13,604
(5)
Nilai F pada komparasi kolom = ) n / 1 n / 1 ( RK ) x x ( .j .i g 2 .j .i
Nilai F pada komparai antar sel pada baris yang sama = ) n / 1 n / 1 ( RK ) x x ( ik ij g 2 ik ij
Nilai F pada komparai antar sel pada kolom yang sama = ) n / 1 n / 1 ( RK ) x x ( ki ji g 2 ki ji
5. Daerah kritik
DK.i – .j = (q-1) F( ; q-1; N-pq) = 2.F(0,05; 2; 208) = 6,00
DKij – ik = (pq-1) F( ; pq-1; N-pq) = 5.F(0,05; 5; 208) = 11,05
DKji – ki = (pq-1) F( ; pq-1; N-pq) = 5.F(0,05; 5; 208) = 11,05
6. Keputusan uji
H0 ditolak jika F hitung pada komparasi kolom > DKi. – j. dan F hitung pada
komparasi antar sel > DKij – ik dan > DKji – ki. Hasil selengkapnya disajikan
dalam tabel berikut:
Tabel 5.
Hasil Keputusan Uji terhadap H0
Komparasi F hitung F kritik Keputusan uji
.1 vs .2 31,226 6,00 H0 ditolak
.1 vs .3 105,474 6,00 H0 ditolak
.2 vs .3 19,193 6,00 H0 ditolak
11 vs 12 23,131 11,05 H0 ditolak
11 vs 13 121,485 11,05 H0 ditolak
12 vs 13 32,917 11,05 H0 ditolak
21 vs 22 8,345 11,05 H0 tidak ditolak
21 vs 23 11,964 11,05 H0 ditolak
22 vs 23 0,271 11,05 H0 tidak ditolak
11 vs 21 34,680 11,05 H0 ditolak
12 vs 22 13,604 11,05 H0 ditolak
(6)
Semua H0 ditolak pada kolom, sehingga terdapat perbedaan mean pada nilai
prestasi belajar matematika untuk komparasi kolom. Sedangkan pada komparasi antar sel pada baris yang sama pada sel ab21 dengan ab22 dan ab22
dengan ab23 H0 tidak ditolak, sehingga mean pada sel ab21 dengan ab22 dan sel
ab22 dengan ab23 tidak berbeda. Untuk komparasi antar sel pada kolom yang
sama terdapat satu H0 tidak ditolak yaitu pada sel ab13 dengan ab23, sehingga
tidak terdapat perbedaan mean pada nilai prestasi belajar matematika pada sel ab13 dengan ab23.