Karakteristik Tunanetra Kurang Lihat Low Vision

BAB III YAYASAN MITRA NETRA

A. Latar Belakang

Yayasan Mitra Netra merupakan satu-satunya lembaga swasta yang menjadi pelopor dalam program pelayanan terhadap tunanetra. Banyak prestasi yang telah dicapai dan menghasilkan produk-produk yang inovatif. Yayasan ini lahir di latarbelakangi oleh fenomena minimnya kepedulian masyarakat terhadap eksistensi dan fungsi tunanetra dalam dunia pendidikan dan bahkan dunia kerja. Mitra Netra membangun sebuah model-model pelayanan yang sangat tepat untuk mendampingi tunanetra yaitu dengan program-programnya. Yayasan Mitra Netra ini adalah organisasi nirlaba yang memusatkan programnya pada upaya meningkatkan kualitas dan partisipasi tunanetra di bidang pendidikan dan lapangan kerja. Mitra Netra Didirikan di Jakarta tanggal 14 Mei 1991, dan berstatus sebagai badan hukum dengan terdaftar pada Tambahan Berita Negara tanggal 1412 tahun 2001 nomor 100. Yayasan ini didirikan oleh beberapa orang tunanetra yang berhasil menyelesaikan studinya di perguruan tinggi bersama-sama dengan sahabat-sahabat mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra juga diartikan kerja sama antara tunanetra dengan mereka yang bukan tunanetra. Hal ini tercermin dalam struktur organisasi Yayasan ini yaitu hampir di setiap organ organisasi senantiasa terdiri dari unsur tunanetra dan mereka yang bukan tunanetra. Mitra Netra 36 berprinsip bahwa yang paling memahami masalah dan kebutuhan para tunanetra adalah tunanetra itu sendiri. Akan tetapi untuk mengatasi masalah serta memenuhi kebutuhan tersebut tunanetra tidak dapat melakukannya sendirian, tunanetra harus bermitra dengan mereka yang tidak tunanetra 25 . Semangat kemitraan ini tidak hanya di dalam institusi Mitra Netra saja, tetapi juga diaktualisasikan pada kiprah Yayasan ini di masyarakat. Dalam menyelenggarakan dan mengembangkan layanan untuk tunanetra, Mitra Netra senantiasa bekerja sama dengan lembaga atau organisasi lain baik pemerintah maupun swasta, dengan maksud untuk membangun sinergi 26 . B. Sejarah Singkat Perjalanan Mitra Netra Menuju Rumah Sendiri di Gunung Balong Lebak Bulus Mitra Netra beroperasi d Gunung Balong pada tahun 2002 yaitu setelah Yayasan ini berumur 11 tahun. Sebelumnya, lembaga yang secara konsisten melayani para tunanetra di negeri ini masih harus berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Saat awal didirikan, Mitra Netra menempati ruangan berukuran3 x 3 m yang berada di sebuah perusahaan penerbit buku Jambatan yang terletak di jalan Keramat. Ibu Roswita Singgih yang merupakan salah seorang pengurus kala itu adalah pemilik perusahaan tersebut, beliau yang bersedia meminjamkannya kepada Mitra Netra. Hanya kurang lebih dua tahun berada di sana, Mitra Netra harus pindah karena ruangan itu harus direnovasi dan dimanfaatkan oleh sang pemilik. Dari 25 Data update 2011. www.mitranetra.or.id Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB. 26 Data update 2011 www.mitranetra.or.id Diakses pada: 13 Mei 2011, pukul: 13.15 WIB. Keramat, Mitra Netra kemudian melanjutkan perjalanan hidupnya ke Lenteng Agung, meminjam sebuah rumah yang sedang dalam proses dijual. Tentu ini bukan situasi yang menenangkan hati, sama seperti sebelumnya, karena Yayasan ini harus siap setiap saat meninggalkan rumah tersebut tatkala sang pemilik baru akan menghuni rumah itu. Hanya kurang lebih satu tahun bermukim di Lenteng Agung, Yayasan ini mendapatkan pinjaman tempat di salah satu ruangan milik Yayasan Pamentas di kawasan Lebak Bulus Jakarta Selatan. Hal ini terjadi karena prestasi Mitra Netra dalam memproduksi bahan-bahan konferensi Disable People International DPI dalam huruf Braille untuk peserta tunanetra, yang kala itu diselenggarakan di Jakarta. Atas prestasi ini, ketua panitia konferensi yang juga ketua Yayasan Pamentas mengijinkan Mitra Netra menempati salah satu ruangan berukuran 7 x 5 di lingkungan Yayasan ini. Pada periode inilah kegiatan Mitra Netra mulai tumbuh dan berkembang. Produksi buku bicara mulai dilengkapi dengan studio rekaman kedap suara, meski dalam bentuk yang sederhana. Tidak hanya itu, buku Braille pun mulai diproduksi karena telah memiliki mesin Braille embosser meski masih dalam skala yang kecil yaitu 40 karakter per detik dan hanya mampu mencetak satu sisi single sided printing. Karena makin banyaknya kegiatan serta penyebaran tunanetra yang dilayani yaitu hampir di lima penjuru Jakarta, menempati satu ruangan di Yayasan Pamentas saja tidak cukup. Pak Sidarta Ilyas, yang berprofesi sebagai dokter kemudian mengupayakan penambahan fasilitas ruangan kantor.