Produksi Digital Talking Book DTB

Sehingga kita dapat jump kehalaman yang kita inginkan dengan teknologi komputer kita dapat menandai keberadaan bab, sub bab, dll. Maka tidak hanya suara yang dapat kita dengar namun bagi tunanetra low vison juga dapat memperbesar tulisan.  Selanjutnya adalah proses perekaman suara yang dilakukan seperti merekam untuk kaset.  Setelah proses perekaman selesai maka hasilnya dikompresor yaitu memperkecil hasil rekaman suara sehingga filenya dapat sesuai dengan saruan kapasitas pada CD. Menurut DAISY konsorsium ada 6 jenis Digital Talking Book DTB: 1. DTB yang terdiri secara keseluruhan hanya berisi suara saja dengan unsur judul sejajar. Ini adalah DTB yang pembuatannya tidak mempergunakan struktur navigasi 2. DTB yang terdiri dari suara dan mempergunakan pusat navigasi saja. Tipe ini adalah DTB yang mempergunakan struktur buku yang terdiri dari dua dimensi, yaitu navigasi secara hirarki dan navigasi secara urutan halaman buku. 3. DTB yang terdiri dari audio dengan menggunakan pusat navigasi dan sebagian berisi tulisanteks. Ini adalah DTB dengaii struktur buku sebagai gambaran tercantum diatas, sama dengan teks tambahan. Teks tambahan berisi kata-kata yang menunjukan teks yang mungkin akan bermanfaat, misalnya: indeks, daftar istilah, dam lain-lain. Suara dan teks saling menyamakanbersinkronis. 4. DTB yang terdiri dariaudio dan teks. Ini adalah DTB dengan struktur, teks, dan suara yang lengkap. Suara dan teks saling menyamakan. 5. DTB yang terdiri dari audio dan beberapa suara. Ini adalah DTB dengan struktur, teks yang lengkap, dan suara yang terbatas. DTB jenis ini biasa digunakan untuk kamus yang hanya berisi pelafalan suara yang hanya dalain bentuk audio saja. 6. DTB yang berisi teks dan tanpa suara. Ini adalah DTB yang memiliki pusat navigasi dan struktur teks saja. Tanpa ada suara.

3. Pedoman Membaca Rekaman Buku Yayasan Mitra Netra

Dalam membacakan isi dari buku aslibuku sumber ada sebuah peraturan atau pedoman membaca rekaman buku yang dibuat oleh Yayasan Mitra Netra:

1. Bagian Awal Kaset Sisi A

a. Dibacakan data Bibliografis buku sebagaimana tercantum pada judul buku, seperti: Judulnya, Pengarangnya, Penerbit, tahun terbit, Jilid, dll. b. Setelah dlbacakan data Bibliografis, disebutkan: siapa pembaca naskah buku, tanggal; bulan; dan tahun produksi. Disediakan tempat untuk menyebutkan jumlah kaset yang dihasilkan dari perekaman dalam saru judul, yang berbunyi: “Rekaman ini terdiri dari ......kaset” . Titik tersebut diisi sesuai jumlah kaset yang digunakan dalam satu judul setelah buku selesai dibacakan. c. Selanjumya dibacakan daftar isi walaupun pada buku, daftar isi urutannya tidak seperti ketentuan ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membaca daftar isi adalah pembacaan Bab, Sub bab,....dst. Misalnya Bab I harus dibac a dengan: “Bab satu romawi”, berbeda dengan Bab 1 angka dibaca “Bab satu” atau Sub Bab I dibaca: “Sub Bab satu romawi”, dst. Begitu juga pembaca harus membedakan pembacaan A huruf A besar dengan a huruf a kecil. d. Setelah daftar isi, dibacakan isi teks. Untuk memnunjukan bahwa bacaan teks akan segra dimulai. Ini ditandai atau ditunjukan dengan latar belakang musik yang lebih pendek dibanding dengan musik sebelumnya.

2. Bagian Awal Setiap Sisi Kaset Kecuali Kaset Pertama Sisi A

Pada awal bagian setiap sisi kaset, baik sisi A atau sisi B kecuali kaset pertama sisi A, disebutkan “kaset ke..., sisi...., lanjutan buku...judul, jilid...jika ada, pengarang..., bab..., halaman...”.

3. Bagian Akhir Setiap Sisi Kaset

a. Sisi A Pada setip akhir sisi A disebutkan “Dilanjutkan ke sisi B, halaman....”. b. Sisi B Pada setiap akhir sisi B disebutkan Dilanjutkan pada kaset ke ..., sisi A, bab ... halaman....

4. Bagian-Bagian Buku yang Dibaca

Pada dasarnya seluruh isi buku dibacakan, kecuali indeks. Kata pengantar dapatdihilangkan jika tidak ada hubungannya dengan isibahsan buku. “Lampiran” juga dapat dipertimbangkan untuk tidak dibacakan jika terdapat kesulitan atau terlalu banyak untuk direkam. Untuk itu perlu dikonsultasikan dengan penata baca dan atau pengguna.

5. Nomor Halaman

Setiap pergantian halaman baru disebutkan nomor halamannya jika pada pergantian tersebut ada kalimat yang terputus sebelum titik, maka harus diselesaikan dulu sampai titik, baru menyebutkan: “halaman 123...dst”.

6. Alinea Baru

Pada setiap alenia baru disebutkan ungkapan: “Alenia baru” atau dengan tanda lain yaitu berupa bunyi tertentu. Untuk buku-buku yang penggunaan alineanya terlalu banyak atau tidak proporsional, maka dapat dipertimbangkan untuk tidak disebutkan ungkapan “alenia baru”.

7. Tanda Baca