Perilaku Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu

ibu-ibu balita relatif kurang bila dibandingkan dengan kader, karena kader bertempat tinggal diantara ibu-ibu balita sehingga kesempatan untuk bertemu dan mengajak ibu ke Posyandu lebih banyak dibandingkan dengan petugas yang pada umumnya hanya sebulan sekali bertemu. Sebagaimana menurut Thaha 1990 mengatakan bahwa ibu balita yang menggunakan jasa pelayanan Posyandu untuk kepentingan merawat kesehatan anaknya lebih ditentukan oleh pandangan mereka terhadap seberapa jauh kualitas pelayanan yang ada di Posyandu ataupun yang ada di lembaga pelayanan kesehatan lainnya. Begitu juga, menurut pendapat Widiastuti 2007 juga mengatakan bahwa petugas yang berperilaku baik seperti akrab dengan masyarakat, menunjukkan perhatian pada kegiatan masyarakat dan mampu mendekati para tokoh masyarakat merupakan salah satu cara yang dapat menarik simpatik masyarakat, sehingga masyarakat mau ke Posyandu. Karena dalam kegiatan Posyandu petugas kesehatan itu menjadi acuan bagi masyarakat. Jadi, apabila ibu balita melihat perilaku dari petugas kesehatan tidak baik terhadap kegiatan Posyandu maka hal tersebut cenderung akan berpengaruh terhadap perilaku, dalam hal ini adalah ibu balita cenderung akan berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu.

6.12 Perilaku Tokoh Masyarakat dan Hubungannya dengan Partisipasi Ibu

Balita ke Posyandu di Kelurahan Rempoa Keluarga merupakan bagian dari masyarakat sehingga perilaku keluarga tidak dapat dipisahkan dari perilaku masyarakat di sekitarnya. Menurut Notoatmodjo 2005 bahwa tokoh masyarakat adalah jembatan antara sector kesehatan kesehatan dengan masyarakat. Jadi tokoh masyarakat sangat berpengaruh terhadap perilaku seseorang dalam berpartisipasi ke Posyandu. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa persentase ibu balita yang berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu lebih banyak pada ibu balita yang melihat perilaku tokoh masyarakat tidak baik terhadap kegiatan Posyandu dibanding dengan ibu balita yang melihat perilaku tokoh masyarakat baik terhadap kegiatan Posyandu. Hasil uji statistik juga menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku tokoh masyarakat dengan partisipasi ibu balita ke Posyandu dengan nilai p= 0,009. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sambas 2002 bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara dorongan dari tokoh masyarakat dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu. Namun, hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Hutagulung 1992 bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara partisipasi tokoh masyarakat dengan perilaku menimbangkan anaknya ke Posyandu. Tokoh masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ibu RTRW. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan informasi dari beberapa ibu balita diketahui bahwa ketika di waktu pagi setiap bulan tepatnya pada hari H pelaksanaan kegiatan Posyandu, ibu RTRW akan mengumumkan kegiatan Posyandu dengan pengeras suara dari mesjid atau musholla untuk memberitahukan bahwa pada hari itu ada kegiatan Posyandu yang dilakukan seperti biasanya. Terkadang ibu RTRW juga mendatangi rumah para ibu balita dengan sukarela pada hari sebelum pelaksanan Posyandu untuk memberitahukan kegiatan Posyandu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, sehingga ibu balita yang tidak datang ke Posyandu merasa tidak enak kepada ibu RTRW yang mengundang mereka. Sebagaimana Soedarti 1988 dalam Juarsa 2004 juga menemukan dalam penelitiannya bahwa partisipasi aktif dari tokoh masyarakat menghasilkan kemajuan kegiatan Posyandu. Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika tokoh masyarakat setempat tidak berpartisipasiterlibat dalam kegiatan Posyandu, ada kemungkinan bahwa masyarakat setempat tidak akan menggunakan Posyandu. Seseorang yang mengerjakan suatu perbuatan dengan ikhlas, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan, sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam Al- Qur’an, yang berbunyi: Artinya : “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam”. Q.S. Al-Ankabut: 6. Ayat diatas menegaskan bahwa “dan barang siapa yang berjihad” yakni mencurahkan kemampuannya untuk melaksanakan amal shaleh hingga ia bagaikan berlomba dalam kebajikan, maka seseungguhnya manfaat dan kebaikan jihadnya adalah untuk dirinya sendiri. Jika maksud dari ayat tersebut dikaitkan dengan penelitian ini, maka dapat dijelaskan bahwa apabila tokoh masyarakat memiliki perilaku yang baik terhadap kegiatan Posyandu, sehingga mereka mau menggunakan kemampuannya untuk melaksanakan amal shaleh yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada ibu-ibu balita di Posyandu, maka Allah akan membalas segala kebaikan tokoh masyarakat tersebut dengan yang lebih baik dari apa yang dikerjakannya. Berdasarkan hasil uji multivariat pada penelitian ini, perilaku tokoh masyarakat diperoleh nilai OR= 2,192 1,355-3,547, artinya ibu balita yang melihat perilaku tokoh masyarakatnya tidak baik terhadap kegiatan Posyandu mempunyai peluang 2,192 kali untuk berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu dibandingkan ibu balita yang melihat perilaku tokoh masyarakatnya baik terhadap kegiatan Posyandu. Menurut Notoatmodjo 2005 bahwa untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan perlu perilaku contoh para tokoh masyarakat, tokoh adat dan petugas kesehatan. Jadi, apabila kegiatan yang diselenggarakan masyarakat melihat bahwa tokoh-tokoh masyarakatnya yang disegani ikut serta dalam kegiatan tersebut maka mereka akan tertarik juga untuk berpartisipasi didalamnya. 129

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Proporsi ibu balita yang berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu 63,5 lebih banyak dibandingkan dengan ibu balita yang berpartisipasi aktif 36,5. 2. Proporsi ibu balita yang berumur 20 atau 29 tahun 55,9 lebih banyak dibandingkan ibu yang berumur 20-29 tahun 44,1. 3. Proporsi ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi 64,4 lebih banyak dibandingkan ibu yang memiliki pendidikan rendah 35,6. 4. Proporsi ibu balita yang memiliki pengetahuan baik 70,7 lebih banyak dibandingkan ibu yang memiliki pengetahuan kurang 29,3. 5. Proporsi ibu balita yang memiliki sikap baik 52,3 lebih banyak dibandingkan ibu yang memiliki sikap tidak baik 47,7. 6. Proporsi ibu balita yang tidak bekerja atau ibu rumah tangga 82 lebih banyak dibandingkan ibu yang bekerja 18. 7. Proporsi ibu balita yang memiliki pendapatan keluarga cukup 55,4 lebih banyak dibandingkan ibu yang memiliki pendapatan keluarga kurang 44,6. 8. Proporsi ibu balita yang memiliki jarak tempuh yang dekat dari rumahnya ke Posyandu 96,4 lebih banyak dibandingkan ibu yang memiliki jarak yang jauh 3,6. 9. Proporsi ibu balita yang memiliki KMS 84,7 lebih banyak dibandingkan ibu yang tidak memiliki KMS 15,3. 10. Proporsi ibu yang melihat perilaku kader baik terhadap kegiatan Posyandu 51,4 lebih banyak dibandingkan ibu yang melihat perilaku kader tidak baik terhadap Posyandu 48,6. 11. Proporsi ibu yang melihat perilaku petugas kesehatan baik terhadap kegiatan Posyandu 77 lebih banyak dibandingkan ibu yang melihat perilaku petugas kesehatan tidak baik terhadap Posyandu 23. 12. Proporsi ibu yang melihat perilaku tokoh masyarakat baik terhadap kegiatan Posyandu 54,5 lebih banyak dibandingkan ibu yang melihat perilaku tokoh masyarakat tidak baik terhadap Posyandu 45,5. 13. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan partisipasi ke Posyandu p= 0,441 di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur tahun 2010. 14. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan partisipasi ke Posyandu p= 0,436 di Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur tahun 2010.