Perubahan Final Demand Sub Model Ekonomi

192 C = Konsumsi rumah tangga G = Pengeluaran pemerintah I = Investasi X = Ekspor M = Impor X ydkh = Ekspor yang dikehendaki G ydkh = Impor yang dikehendaki Pengeluaran pemerintah yang dikehendaki diperoleh dari rata-rata pengeluaran pemerintah dikalikan dengan laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah yang dikehendaki. Laju pertumbuhan pengeluaran pemerintah merupakan parameter kebijakan yang dapat diubah-ubah nilainya sesuai dengan kebutuhan simulasi. Ekspor yang dikehendaki diperoleh dari rata-rata ekspor dkalikan dengan laju pertumbuhan ekspor yang dikehendaki. Laju pertumbuhan ekspor merupakan parameter kebijakan. Final demand dihitung di tentukan berdasrkan konsep input-output seperti telah di jelaskan sebelumnya, dengan perumusan sebagai berikut: AX+FD=X I-AX=FD Diamana: FD = Final Demand X = Output I-A = Koefisien matriks determinan Konsumsi rumah tangga ditentukan oleh perkalian antara rasio konsumsi rumah tangga terhadap penduduk dengan jumlah penduduknya. Rasio konsumsi rumah tangga terhadap penduduk menunjukkan konsumsi rumah tangga per kapita. Investasi telah dijelaskan sebelumnya pada bagian investasi dan kapital.

6.1. Sub Model Lahan

Lahan merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam penataan ruang, karena salah satu kegiatan merencanakan tata ruang adalah mengatur dan menata lahan perKawasanan yang serba terbatas sehingga aktifitas manusia yang ada di dalamnya bisa tertampung dalam lahan yang terbatas tersebut. Dalam upaya memodelkan lahan seperti lazim yang digunakan dalam penataan ruang, maka pemodelan lahan akan di pilah menjadi enam jenis lahan rencana, yaitu: 1. Lahan pertanian, 193 2. Lahan berfungsi lindung, 3. Lahan non pertanian Khusus untuk lahan berfungsi lindung, didalamnya tercakup lahan konservasi seperti cagar alam dan taman wisata, hutan lindung, kawasan resapan air, kawasan sekitar waduk, mata air, dan danau, sempadan sungai, kawasan rawan bencana banjir dan longsor serta kawasan dengan kelerengan lebih dari 40, preservasi,danau, sungai, padag rumput, tanah kosong dan rawa non-budidaya. Pada dasaranya luas lahan total suatu perKawasanan tidak pernah berubah sepanjang tidak ada perluasan wilayah. Oleh sebab itu yang mungkin terjadi dan berubah terhadap lahan adalah terjadinya alih fungsi lahan. Dengan kata lain, jika terjadi penambahan lahan permukiman mialnya, sudah di pastikan bahwa ada lahan lain yang berkurang luasnya misalnya lahan pertanian, karena terjadinya alih fungsi lahan tersebut. Bagian ini akan memaparkan dinamika yang terjadi pada lahan sehubungan dengan adanya berbagai kemungkinan alih fungsi lahan tersebut. Mengenal kemungkinan-kemungkinan alih fungsi lahan tersebut. Dari gambaran umum mengenai lahan yang diperlihatkan pada Lampiran 38 - 40, ada beberapa hal yang bisa diuraikan dari model tersebut: 1. Bahwa lahan berfungsi lindung dan non-budidaya tidak pernah bertambah jumlahnya, dan seandainya kebijakan yang ada memungkinkan terjadinya alih fungsi lahan, maka kemungkinan yang terjadi adalah:  Perubahan lahan berfungsi lindung dan non-budidaya menjadi lahan pertanian, sangat besar kemungkinan terjadinya  Perubahan lahan berfungsi lindung dan non-budidaya menjadi lahan non pertanian kemungkinan besar hampir selalu terjadi, meski faksinya kecil. 2. Bahwa lahan pertanian mungkin saja bertambah dari lahan berfungsi lindung dan non-budidaya misalnya melalui penebangan hutan dan selebihnya adalah kemungkinan terpakai untuk transportasi, permukiman, industri, jasa dan perdagangan. Jika kebijakannya memungkinkan maka perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut:  Perubahan lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, sangat besar kemungkinannya. 194  Perubahan lahan pertanian secara langsung menjadi lahan jasa dan perdagangan kemungkinannya sangat kecil, karena aktivitas jasa dan perdagangan lebih banyak mengikuti pertumbuhan permukiman dan industri. 3. Bahwa lahan permukiman bisa berasal dari lahan pertanian dan lahan berfungsi lindung dan non-budidaya, dan dipergunakan untuk industri, transportasi dan jasa-perdagangan.  Perubahan lahan permukiman menjadi lahan transportasi hampir selalu terjadi.  Perubahan lahan permukiman menjadi lahan industri dan lahan jasa dan perdagangan, sangat besar kemungkinan terjadinya. Selain pengembangan model alih fungsi lahan, pada sub model lahan, seperti yang tergambar pada diagram alir lahan, dikembangkan pula sejumlah efek multiplier, yaitu: Efek ketersediaan lahan berfungsi lindung, efek ketersediaan lahan jasa dan perdagangan, efek ketersediaan lahan pertanian, efek ketersediaan lahan permukiman dan efek ketersediaan lahan industri. Adapun makna dari efek-efek tersebut yang merupakan pengali terhadap laju aliran alih fungsi lahan, walaupun dalam kebijakannya di perbolehkan, tidak akan mungkiin terjadi jika tidak memperhitungkan efek ketersediaannya lahan. Laju perubahan tersebut dengan sendirinya akan mengecil, jika ketersediaan lahannya sedikit atau tidak ada

7.2. Validasi Model

Validasi model merupakan pembuktian bahwa suatu model dapat secara konsisten memenuhi kisaran akurasi sesuai dengan rancangannya, hal ini merupakan titik kritis dalam pengembangan model. Namun demikian, tidak ada uji tertentu yang tersedia untuk menilai kebenaran suatu model. Lebih jauh lagi, tidak tersedia suatu algoritma tertentu yang dapat digunakan untuk menentukan teknik atau prosedur apa yang sesuai untuk digunakan. Oleh karena itu, setiap pengembangan model akan menghadirkan tantangan tersendiri Sargent, 1998. Dalam penelitian ini, validasi dilakukan untuk mengetahui validitas model yang telah dibangun, sehingga dapat dianggap layak untuk digunakan. Proses 195 validasi yang dilakukan melibatkan dua kategori tahap pengujian, yaitu pengujian struktur dan pengujian perilaku model. Kedua proses tersebut dapat dianggap layak dalam proses validasi Sushil, 1993; Sargent, 1998. 1 Validasi struktur model Validasi struktur model merupakan pengujian apakah model tidak bertentangan dengan mekanisme yang terjadi di dalam sistem nyata. Oleh karena itu, validasi struktur berhubungan dengan informasi dari literatur mengenai mekanisme sistem nyata. Proses validasi struktur, meliputi uji kesesuaian struktur dan konsistensi dimensi Sushil, 1993. Kesesuaian struktur model Model yang menggambarkan interaksi antara komponen populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang, haruslah bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Dalam sistem yang demikian, hubungan antar peubah populasi dan penggunaan ruang, aktivitas ekonomi dan penggunaan ruang, aktivitas ekonomi dan populasi lapangan kerja, haruslah bersifat positif. Dalam model yang dibangun, sifat hubungan antar peubah tersebut harus dapat dibuktikan bersesuaian dengan mekanisme sistem nyata. Untuk itu, dilakukan running dari model yang telah dibangun, dan hasilnya disajikan pada data selengkapnya disajikan pada Lampiran. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat memberikan hasil yang bersesuaian dengan kondisi sistem nyata. Berdasarkan uji tersebut, disimpulkan bahwa struktur model dapat digunakan untuk mewakili mekanisme keija sistem nyata. Konsistensi dimensi Uji konsistensi dimensi merupakan pemeriksanaan atas semua persamaan matematis yang dibuat di dalam model, agar tidak terdapat kesalahan antara kedua sisi pada masing-masing persamaan. Uji konsistensi dilakukan berulang- ulang, dan telah dilaksanakan secara simultan dalam proses pengembangan model. 196 2 Validasi perilaku model Validasi perilaku model merupakan pengujian apakah model mampu membangkitkan perilaku yang mendekati sistem nyata. Proses pengujian ini dilakukan dengan membandingkan data hasil pemodelan dengan dunia nyata data empirik. Pengujian dilakukan pada beberapa peubah yang meliputi: Populasi, dan PDRB. Tabel 37. Pengujian Nilai Tengah Mean Data Historis dan Data Pemodelan No Peubah Satuan Nilai-t Kesimpulan Hitung Sig 1 Penduduk DKI Jakarta orang 0,562 0,583 TB 2 Penduduk Bodetabek orang 1,677 0,082 TB 3 Penduduk Sisa Indonesia orang 0,585 0,568 TB 4 PDRB DKI Jakarta Rp juta 1,629 0,271 TB 5 PDRB Bodetabek Rp juta 1,905 0,082 TB 6 PDRB Sisa Indonesia Rp juta 1,199 0,068 TB Keterangan : TB = Tidak berbeda nyata Sumber : Hasil analisa dengan menggunakan SPSS 16 Hasil pemodelan dibandingkan dengan data historis yang tersedia tahun 2002 sampai 2009, untuk mengetahui apakah kedua nilai tengahnya mean berbeda. Pengujian perbedaan kedua nilai tengah data dilakukan dengan menggunakan uji-t dua arah two tail pada taraf nyata 5. Hasil pengujian model menunjukkan bahwa nilai tengah antara data historis dan data pemodelan dari peubah yang diuji, tidak berbeda nyata. Berdasarkan validasi struktur dan perilaku, dapat disimpulkan bahwa model yang dibangun adalah valid.

7.3. Simulasi Model Kawasan Jabodetabek

Simulasi merupakan tahap dimana model dioperasikan untuk mempelajari secara detail bagaimana perlakuan kebijakan terhadap peubah tertentu dapat