Penutupan Lahan Andesit Sudamanik Qvas

129 hotel dan restoran menyerap tenaga kerja paling tinggi yaitu 1.555.412 orang kemudian sektor jasa 1.100.632 orang dan sektor industri dan perdagangan sebanyak 627.961 orang. Sebaran Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dapat dilihat pada Tabel 15.

4.4. Kondisi ekonomi

Struktur perekonomian dapat dilihat dari komposisi PDRB suatu wilayah yang merupakan suatu indikator pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut. Dalam penelitian ini, wilayah yang diteliti adalah Indonesia yang terdiri dari DKI Jakarta, Bodetabek, dan Sisa Indonesia. DKI Jakarta didominasi oleh sektor tersier yaitu sektor bank dan lembaga keuangan lainnya yang sangat kuat yaitu sebesar 75.09, serta sektor jasa hiburan dan rekreasi sebesar 53.85 dari total nasional. Jika dibandingkan dengan luas wilayah DKI Jakarta yang hanya 0.03 serta jumlah penduduk sebesar 4.14 dari total Indonesia, maka sektor-sektor tersebut mendominasi di DKI Jakarta, dengan kata lain DKI Jakarta merupakan pusat dari sektor-sektor tersebut. Wilayah Bodetabek didominasi oleh sektor sekunder yaitu sektor listrik, gas, dan air minum sebesar 17.56, serta sektor industri sebesar 17.22 dari total nasional. Apabila dibandingkan dengan luas wilayah Bodetabek yang hanya sebesar 0.32 serta jumlah penduduk sebesar 6.93 dari total Indonesia maka dapat dilihat bahwa sektor- sektor tersebut sangat mendominasi di Bodetabek. Sementara itu perekonomian diluar DKI Jakarta dan Bodetabek, yaitu Rest of Indonesia masih didominasi oleh sektor primer yaitu sektor tanaman perkebunan sebesar 99.81, serta sektor kehutanan sebesar 99.97 dari total nasional. Dibandingkan dengan keadaan nasional kegiatan ekonomi di DKI Jakarta dan Bodetabek sudah lebih dahulu bergeser dari sektor primer menuju sektor sekunder dan tersier. Adanya perbedaan intensitas kegiatan ekonomi secara sektoral, menunjukkan adanya perbedaan struktur kegiatan produksi. Hal ini berimplikasi pada perbedaan dalam penggunaan input produksi, teknologi produksi dan keahlian sumberdaya manusia. Untuk selanjutnya berimplikasi pada pola hubungan ekonomi antar wilayah yang menentukan keterkaitan ekonomi secara sektoral maupun spasial antar wilayah. 130 Dilihat dari proporsi luas wilayah dan jumlah penduduk yang tersebar di Indonesia, serta perbedaan sektor-sektor yang dominan di setiap wilayah, maka terlihat jelas bahwa di Indonesia telah terjadi ketimpangan pembangunan. Pembangunan yang berkembang hanya di wilayah Jabodetabek, khususnya DKI Jakarta, dengan ciri sektor yang dominan adalah sektor tersier dan sekunder. Sedangkan wilayah Rest of Indonesia masih didominasi oleh sektor primer. Apabila ketimpangan yang ada tidak diperbaiki, akan mengakibatkan kesenjangan yang semakin lebar sehingga banyaknya penduduk bermigrasi ke DKI Jakarta yang merupakan pusat pembangunan di Indonesia yang cukup berkembang. Tabel 16. Kontribusi Output dan Input di Masing-masing Wilayah di Indonesia, 2009 dalam Persen No InputOutput DKI Jakarta Bodetabek Rest of Indonesia Indonesia 1 DKI Jakarta 85,10 0,58 14,32 100,00 2 Bodetabek 4,18 78,67 17,15 100,00 3 Rest of Indonesia 8,09 2,28 89,64 100,00 Sumber : Hasil analisa table IRIO tahun 2002 yang di update tahun 2009 dengan RAS Berdasarkan hasil analisis input output interregional Tahun 2009, kontribusi input dan output di DKI Jakarta, Bodetabek, serta Sisa Indonesia dapat ditunjukkan bahwa keterkaitan yang ada di Indonesia sangat lemah. Pemanfaatan output untuk wilayah lainnya, di DKI Jakarta sebesar 85,10 , Bodetabek sebesar 78,67 , serta Sisa Indonesia sebesar 89,64 terhadap total output nasional. Output DKI Jakarta yang digunakan untuk aktivitas input di Bodetabek adalah 0,58 dan di sisa Indonesia sebesar 14,32 terhadap total output nasional. Sedangkan output Bodeabek yang digunakan untuk aktivitas input di DKI Jakarta sebesar 4,18 dan di sisa Indonesia sebesar 17,15 terhadap total output nasional. Output di sisa Indonesia yang digunakan untuk aktivitas input di DKI Jakarta adalah 8,09 dan di Bodetabek sebesar 2,28 terhadap total output nasional. 131 Tabel 17 Permintaan Antara dan Akhir serta Output di Masing-masing Wilayah di Indonesia Juta Rupiah No Wilayah 2002 2009 Jumlah Permintaan Antara Jumlah Permintaan Akhir Output Jumlah Permintaan Antara Jumlah Permintaan Akhir Output 1 DKI Jakarta 167.362.693 271.565.864 438.928.557 263.439.083 595.482.421 858.921.504 2 Bodetabek 123.120.938 123.362.413 246.483.351 193.799.863 151.380.337 345.180.200 3 Sisa Indonesia 1.092.690.238 1.588.239.727 2.680.929.965 1.719.961.055 2.891.000.000 4.610.961.055 Sumber : Hasil analisa table IRIO tahun 2002 yang di update tahun 2009 dengan RAS Distribusi permintaan akhir dapat dilihat pada Tabel 1 7 . Untuk DKI Jakarta, kontribusi konsumsi rumah tangga sebesar 33,20 persen, konsumsi pemerintah sebesar 3,23 persen, investasi sebesar 21,03 persen, serta ekspor luar negeri sebesar 41,52 persen terhadap permintaan akhir nasional. Sedangkan di Bodetabek, kontribusi konsumsi rumah anggaran sebesar 22,71 persen, konsumsi pemerintah sebesar 1.98 persen, investasi sebesar 8,39 persen, serta ekspor luar negeri sebesar 10,08 persen terhadap permintaan akhir nasional. Tabel 18 Distribusi Permintaan Akhir terhadap Total Permintaan Akhir No Permintaan Akhir DKI Jakarta Bodetabek Sisa Indonesia Total 1 Konsumsi Rumah Tangga 33,20 22,71 43,20 40,71 2 Konsumsi Pemerintah 3,23 1,98 6,78 6,00 3 Investasi 21,03 8,39 17,64 17,81 4 Perubahan Stok 57,45 33,09 67,62 64,52 5 Ekspor Luar Negeri 41,53 10,08 32,24 32,84 Jumlah Permintaan Akhir 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : Hasil analisa data BPS tahun 2009 Berdasarkan total final demand nasional, proporsi konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta sebesar 13,35 persen terhadap total konsumsi rumah tangga nasional. Proporsi konsumsi pemerintah di DKI Jakarta sebesar 8,81persen terhadap total konsumsi pemerintah nasional. Untuk penyerapan investasi di DKI Jakarta sebesar 19,32 persen terhadap penyerapan investasi nasional. Hal ini terlihat sangat mencolok sekali apabila dibandingkan dengan luas wilayah DKI Jakarta hanya 0.03 dari total luas wilayah Indonesia. Sedangkan proporsi konsumsi rumah tangga di Bodetabek sebesar 2,32 persen terhadap total konsumsi rumah tangga nasional. Proporsi konsumsi pemerintah di 132 Bodetabek sebesar 1,38 persen terhadap total konsumsi pemerintah nasional. Untuk penyerapan investasi di Bodetabek sebesar 1,98 persen terhadap penyerapan investasi nasional. Begitu pula dengan Bodetabek, luas wilayah Bodetabek hanya 0.32 dari total luas wilayah Indonesia. Tabel 19 Distribusi Permintaan Akhir di Masing-Masing Wilayah No Permintaan Akhir DKI Jakarta Bodetabek Sisa Indonesia Total 1 Konsumsi Rumah Tangga 13,35 2,32 84,33 100,00 2 Konsumsi Pemerintah 8,81 1,38 89,82 100,00 3 Investasi 19,32 1,96 78,71 100,00 4 Perubahan Stok 14,58 2,13 83,29 100,00 5 Ekspor Luar Negeri 20,70 1,28 78,02 100,00 Jumlah Permintaan Akhir 16,37 4,16 79,47 100,00 Sumber: Hasil Analisis data BPS tahun 2009. Pada Tabel 19 disajikan nilai sumbangan kelima sektor besar tersebut pada perekonomian DKI Jakarta secara berurutan adalah sektor bank dan lembaga keuangan lainnya, industri, perdagangan, usaha bangunan dan jasa perusahaan, serta bangunan. Lima sektor produksi terbesar di Bodetabek secara berurutan adalah sektor industri, perdagangan, listrik dan air minum, bangunan, serta restoran dan hotel.

4.5. Kelembagaan

Kawasan metropolitan atau metropolis sebagai kawasan fungsional yang bersifat metropolitan memerlukan perhatian khusus dari sisi pengelolaannya. Oleh karena sifat fungsional perkotaannya yang lintas batas wewenang administratif, maka pengelolaan tidak dapat dilakukan secara legal formal oleh tiap-tiap daerah otonom pemegang kekuasaan otoritas administratif, khususnya dalam penataan ruang, tanpa menimbulkan eksternalitas ke daerah lainnya. Jika yang terdorong adalah eksternalitas positif, tentunya tidak akan banyak timbul persoalan di antara tiap-tiap daerah, dan juga di antara masyarakat dalam lingkup kawasan metropolitan tersebut. Sayangnya, justru berbagai eksternalitas yang negatif yang seringkali muncul ke permukaan, sebagai implikasi dari tuntutan layanan fasilitas, utilitas,