Kondisi ekonomi METODOLOGI PENELITIAN

135 melaksanakan kerjasama antar wilayah yang bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Kerjasama ini ditandai dengan didirikannya Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek. Seiring dengan isu otonomi daerah yang diikuti dengan munculnya daerah-daerah administrasi baru seperti terbentuknya Provinsi Banten maka badan kerjasama tersebut berganti nama menjadi Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabekjur yang dikenal saat ini. Namun, 30 tahun sejak didirikan, BKSP Jabodetabekjur belum memperlihatkan keefektifannya. Hal ini terbukti dengan tidak tercapainya tujuan awal didirikannya BKSP Jabodetabekjur yang ditunjukkan dengan makin parahnya persoalan- persoalan bersama di kawasan ini. Persoalan kawasan Jabodetabekjur diantaranya, bencana banjir tahunan, berkurangnya ruang terbuka hijau, meningkatnya permukiman kumuh di perkotaan merupakan sebagian dari setumpuk persoalan yang belum dapat diselesaikan oleh BKSP Jabodetabekjur. Diasumsikan, belum terwujudnya tujuan BKSP Jabodetabekjur dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan BKSP Jabodetabekjur dalam melaksanakan tugas pokoknya Pada Pemerintah daerah yang bekerjasama, badan ini melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi KISS masalah seluruh aspek Jabotabek. Pada hubungan dengan Pemerintah Pusat, badan ini menjadi representasi daerah yang bekerjasama dalam melakukan konsultasi kepada Pemerintah Pusat mengenai seluruh aspek pembangunan Jabodetabekjur . Kemudian berbagai peraturan penataan kawasan Jabodetabek telah dibuat. Pola dan struktur ruang Jabodetabek beberapa kali telah berubah dan yang terakhir berupa Perpres no 54 tahun 2008, yang banyak mengacu pada undang-undang tata ruang. Perpres nomor 542008, secara jelas mengatur dan mendorong keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan kebijakan kerjasama antardaerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas ProvinsiKabupatenKota di kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan danatau difasilitasi oleh badan kerjasama antardaerah. Untuk menterpadukan pemanfaatan ruang yang optimal di kawasan Jabodetabekjur yang terdiri dari 3 Pemerintah Provinsi dan 8 KabupatenKota, Pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama dimulai dari proses perencanaan, 136 pelaksanaan dan pengendalian pembangunan serta pemanfaatan berbagai sumberdaya yang dimiliki. Ini perlu, agar para pelaku pembangunan memiliki sudut pandang yang sama terhadap permasalahan yang ada dan menetapkan skala prioritas pembangunan yang setara. Manajemen tata ruang Jabodetabekjur yang terpadu harus dapat diwujudkan, agar masalah-masalah pelik Kawasan Jabodetabekjur, seperti banjir, penyediaan air bersih, permukiman, penanganan sampah, penataan transportasi, perekonomian, sosial budaya dan lain-lain, dapat diatasi bersama. Apalagi kerjasama antardaerah di wilayah Jabotabek sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1976. Namun dengan semakin berkembangnya pembangunan, kelembagaan kerjasama antardaerah yang ada, dirasakan kurang optimal.

V. ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KETERSEDIAAN LAHAN

5.1. Pola Perubahan Penggunaan Lahan

Penelitian ini menganalisa perubahan sebaran penutupan lahan di wilayah Jabodetabek. Dengan melihat peta penutupan lahan wilayah Jabodetabek dari tujuh titik tahun yaitu, tahun 1972, 1983, 1992, 2000, 2002, 2005 dan tahun 2009 Gambar 1 sudah dapat terlihat bagaimana sebaran penutupan lahan di wilayah Jabodetabek tersebut. Penutupan lahan Kawasan Jabodetabek pada tahun 1972 didominasi oleh sawah, kebun campuran, dan ladang yang mendominasi hampir di seluruh wilayah Jabodetabek. Pada tahun 1983, penutupan lahan yang ada pada wilayah Jabodetabek mulai terlihat perubahannya dimana lahan terbangun telah menyebar ke bagian timur, barat, dan selatan Jakarta tetapi penyebaran ruang terbangun ini belum terlalu memberikan pengaruh terhadap penutupan lahan yang lain. Lahan terbangun Kota Bogor, Kota Bekasi Bekasi dan Kota Tangerang sudah mulai tampak bercak kecil-kecil dalam peta. Perubahan penutupan lahan mulai tampak jelas terlihat pada tahun 1992. Semakin bertambahnya lahan terbangun di wilayah Jabodetabek i ni menunjukkan semakin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah tersebut. Tabel 20. Persentase Luas Tutupan Lahan terhadap Luas Total Jabodetabek Tahun 2002 - 2009 No Tutupan Lahan PersentasePersen Luas thd Total Luas Jabodetabek 1972 1983 1992 2000 2002 2005 2009 1 Badan air 1,37 1,59 2,02 2,08 2,08 2,19 1,98 2 Bangunan 2,25 8,88 11,23 25,47 26,06 28,58 35,60 3 Hutan 11,87 11,19 10,65 10,39 9,47 5,99 8,62 4 Kebun Campuran 31,07 26,80 32,08 25,19 26,61 27,84 16,86 5 LadangLahan Kering 22,69 16,82 11,49 13,83 11,20 6,13 13,86 6 Rumput 6,51 5,95 5,55 4,26 - 4,29 - 7 Sawah 9,22 11,92 16,55 11,91 11,68 12,04 11,18 8 Semak 15,03 16,84 10,42 6,86 12,90 12,95 11,90 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 Sumber : Tahun 1972 – 2005 Rustiadi dan Tim P4W, 2007 sedangkan 2009 hasil interpretasi citra TM 7 Pada tahun 2000 - 2005, penutupan lahan untuk sawah dan ladang yang pada tahun sebelumnya mendominasi, kini telah tergantikan fungsinya oleh ruang 138 terbangun yang semakin menyebar. Pada peta penutupan lahan Jabodetabek tahun 2000 dapat terlihat warna hijau yang identik dengan sawah dan kebun campuran semakin berkurang dan dominasinya tergantikan oleh ruang terbangun yang luasnya semakin bertambah. Persentase lahan terbangun terhadap luas Jabodetabek dari tahun 1972 yang 2,25 terus meningkat dan pada tahun 2009 telah mencapai 35,6 atau seluas 237.267,91Ha. Perincian perubahan penggunaan lahan kawasan Jabodetabek dapat dilihat pada Tabel 20. Semakin luas lahan terbangun di Kawasan jabodetabek menunjukkan jumlah penduduk yang semakin bertambah. Pada tahun 1972 jumlah penduduk Jabodetabek 8.629.076 jiwa dengan lahan yang terbangun seluas 14.767 ha, dan pada tahun 2009 jumlah penduduk Jabodetabek 26.121.671 jiwa dengan luas lahan yang terbangun seluas 237.268 Ha. Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Jumlah Penduduk dengan Luas Lahan Terbangun di Kawasan Jabodetabek. No Tahun Jumlah Penduduk Jiwa Luas lahan Terbangun Ha 1 1972 8.629.076 14.767 2 1983 12.959.254 58.227 3 1992 17.111.391 73.506 4 2000 19.200.327 164.265 5 2002 19.492.631 173.702 6 2005 23.722.430 187.138 7 2009 26.121.671 237.268 Sumber : Hasil Analisa data BPS dan GIS Jika jumlah penduduk sebagai variabel bebas dan luas lahan terbangun sebagai variabel terikat, maka keduanya dapat diperoleh hubungan berupa persamaan regresi yaitu Y = - 105.308,53 + 12,94 X dengan r = 0,957 dan r 2 = 0,916 Dimana X : jumlah penduduk ribuan jiwa Y : Luas lahan terbangun Ha