Aplikasi Input-Output Dalam Perencanaan Daerah

51 2.4. Model Sistem Dinamik Model dan manipulasinya melalui proses simulasi adalah alat yang sangat bermanfaat dalam sistim analisis. Model dapat digunakan sebagai representasi sebuah sistim yang sedang dikerjakan atau menganalisis sistim yang sudah dilakukan. Dengan menggunakan model dapat dihasilkan desain atau keputusan operasional dalam waktu yang singkat dan biaya yang murah. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan kesisteman, harus diawali dengan berpikir sistemik system thinking, sibematik goal oriented, holistik dan efektif. Dari terminologi penelitian operasional, secara umum model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual. Model memperlihatkan hubungan-hubungan langsung maupun tidak langsung serta kaitan timbal balik dalam istilah sebab akibat. Oleh karena itu suatu model adalah suatu abstraksi dari realitas, maka pada wujudnya kurang komplek dari pada realitas itu sendiri Eriyanto, 1999. Model adalah suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Model dapat dikelompokkan menjadi model kuantitatif, kualitatif dan model ikonik. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram atau matrik. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan. Model merupakan usaha memahami beberapa segi dari dunia kita yang sangat beraneka ragam sifatnya, dengan cara memilih sekian banyak pengamatan dan pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi. Dari berbagai pendapat tersebut diatas, maka model secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk peniruan dan penyederhanaan dari suatu gejala proses atau benda dalam skala yang lebih kecil skalanya Eriyanto, 1999. Sebagai salah satu pendekatan dalam pemodelan kebijaksanaan, metodologi system dynamics telah dan sedang berkembang sejak diperkenalkan pertama kali oleh Jay W. Forerseter pada decade 50-an yaitu mencoba mengembangkan metode manajemen untuk perencanaan industry jangka panjang. Kemudian dikembangkan suatu sistem yang terdiri dari enam jaringan flow yang saling berinteraksi yaitu material, order, uang, personil, capital dan informasi. Sistem ini kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1961 dengan judul “industrial Dynamics. Buku ini mencoba menjelaskan siklus suatu kota melalui 52 model yang dikembangkannya, serta mngenalisis beberapa penyebab pertumbuhan dan penurunan dalam perkembangan kota serta menguji efek dari suatu program perbaikan kota, termasuk membangun perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, pelatihan kerja serta pembangunan perusahaan-perusahaan baru terhadap pertumbuhan kota Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2005 Pendekatan sistem dalam penataan ruang suatu kawasan adalah cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan- kebutuhan ruang sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem tata ruang yang dianggap efektif Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu 1 mencari semua faktor yang penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah dan 2 dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan secara rasional Untuk dapat bekerja sempurna suatu pendekatan sistem mempunyai delapan unsur yang meliputi 1 metodologi untuk perencanaan dan pengelolaan, 2 suatu tim yang multidisipliner, 3 pengorganisasian, 4 disiplin untuk bidang yang non- kuantitatif, 5 teknik model matematik, 6 teknik simulasi, 7 teknik optimasi, dan 8 aplikasi komputer Pemodelan perkembangan kota mulai diminati oleh ahli perencanaan kota di Amerika sejak mulai berkembangnya ilmu komputer pada tahun 1950-an. Perkembangan model untuk kota menurut APA Journal No. 3, 1994 dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2005 sebagai berikut :  Tahun 50-an bersamaan dengan perkembangan bidang akademis baru seperti operation research, urban economics, regional science dan penerapan planning sebagai teknologi terapan.  Model computer kota besar muncul pertama kali dalam bentuk model untuk alokasi guna lahan, transportasi dan kegiatan-kegiatan lain pada sub-kawasan metropolitan.  Tahun 60-an bersamaan dengan berkembangnya ilmu regional, program linier dan operation research, maka muncul generasi kedua model kota besar.  Tahun 1973 fenomena pemodelan kota di Amerika terhenti dengan 53 hasil sebagian besar gagal. Kekurangan model perkotaan sebelum era tahun 1970 menurut Lee 1973 dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2005 adalah :  Terlalu komprehensif  Kurang tajam  Terlalu banyak membutuhkan data  Salah arah  Kurang valid secara science  Kurang mekanis  Mahal Pemodelan untuk menggambarkan dinamika kota, pertama kali dikembangkan oleh Jay Forester melalui bukunya “urban Dynamics” 1969. Sejak pertama kali dilontarkan, hingga saat ini, model dasar dinamika kota tersebut telah banyak dikembangkan oleh para pemodel lain di berbagai Negara, dan digunakan untuk menjelaskan dan memecahkan permasalahan yang berbeda- beda. Sebagian pemodel juga pernah mencoba menerapkan pemodelan system dynamics dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan masalah perkotaan seperti :  Urban dynamics Forester  Pemodelan “Sendai Metropolitan Area”  Pemodelan pertumbuhan kota Brasilia  Model generic “Sustainable Cities”  Dinamika “Perl Urban di El-Plobado, Medellin, Colombia Sejak pertama kali dilontarkan hingga saat ini, model dasar dinamika kota telah banyak dikembangkan oleh para pemodel lain di berbagai negara, dan digunakan untuk menjelaskan dan memecahkan permasalahan yang berbeda-beda. Sebagian pemodel juga pernah mencoba menerapkan pemodelan system dynamics dalam pembuatan keputusan untuk memecahkan masalah perkotaan Pada perkembangannya, metodologi ini telah diterapkan di dalam analisis pada sejumlah persoalan ekonomi dan sosial yang menarik dan penting. Salah satu yang paling banyak dipublikasikan adalah model yang dikembangkan oleh Dennis Meadows dan club of rome dalam bukunya The Limits to Growth, yang 54 mencoba menganalisis berbagai hubungan yang mungkin terjadi antara perkembangan penduduk, polusi, sumberdaya alam dan pertumbuhan ekonomi. Berbagai model telah dikembangkan dengan sistem dinamik guna mempelajari berbagai permasalahan yang beragam, seperti manajemen proyek, pasukan perdamaian PBB, penemuan gas alam, pertumbuhan suatu bisnis, perencanaan ekonomi nasional dan sebagainya Roberts et al, 1983 dalam Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2005 . Bersamaan dengan perkembangan fondasi teoritis, berkembang pula sejumlah software yang ikut mendukung sehingga penggunaan metodologi sistem dinamik sebagai salah satu pemodelan, menjadi lebih efisien. Saat ini berkembang software-software yang bukan hanya memudahkan pemakai untuk membangun model, tetapi juga untuk melakukan simulasi dan berbagai uji sensivitas model antara lain IthinkStella, PowerSim dan Vensim Ruth and Hannon, 1997. 2.5. Spasial Dinamik 2.5.1. Sistem Informasi Geografis Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Keadaan ini membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk kepentingan yang luas. Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi SIG. Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis SIG. Dalam perkembangannya data-data SIG juga berguna dalam pengolahan data penginderaan jauh. SIG sangat baik dalam proses manajemen data, baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan dari SIG. Data penginderaan jauh merupakan data hasil pantulan objek dari berbagai panjang gelombang yang di tangkap oleh sebuah sensor dan mengubahnya 55 menjadi data numerik serta bisa dilihat dalam bentuk grafik atau citra imaginery. Sedangkan pemanfaatan data-data penginderaan jauh dilakukan karena tersedia dalam jumlah yang banyak, mampu memperlihatkan dearah yang sangat luas, tersedia untuk daerah yang sulit terjangkau, tersedia untuk waktu yang cepat, dan dapat memperlihatkan objek yang tidak tampak dalam wujud yang bisa dikenali objeknya Sutanto, 1989. Kemampuan suatu citra imaginery menangkap dan menampilkan suatu informasi dari permukaan bumi sangat tergantung dari resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi radiometrik dan resolusi spektralnya. Setiap jenis citra mempunyai jenis resolusi yang berbeda-beda baik itu resolusi spasial, resolusi temporal, resolusi radiometrik maupun resolusi spektralnya sehingga mengakibatkan kemampuan suatu citra dalam menangkap dan menampilkan informasi juga berbeda-beda. Keadan ini juga terjadi pada kemampuan citra dalam menangkap dan menampilkan informasi penggunaan lahan. Pengolahan data penginderaan jauh dengan memanfaatkan SIG diharapkan mampu memberikan informasi secara cepat dan tepat sehingga dapat digunakan sesegera mungkin untuk keperluan analisis dan manipulasi data.

2.5.2. Analisis Spasial

Analisis spasial disebut juga analisis data spasial telah dikembangkan oleh para ahli geografi untuk mengisi kebutuhan akan pemodelan dan penganalisaan data spasial. Analisis spasial didefinisikan sebagai suatu kemampuan umum untuk memanipulasi data spasial ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda dan mengekstraksi pengertian tambahan sebagai hasilnya. Analisis spasial berbeda dengan peringkasan summarization data spasial Kanevski and Maignan, 2004. Peringkasan data spasial diartikan sebagai fungsi basis dasar untuk memperlihatkan informasi spasial suatu area tertentu yang diamati dan didefinisikan, serta penghitungan, tabulasi, atau pemetaan berbagai ringkasan statistik dasar dari informasi tersebut. Sementara itu, analisis spasial lebih memusatkan perhatian pada 1 investigasi pola-pola dan atributkarak- teristiktanda-tanda lainnya dalam suatu wilayah studi, dan 2 pemodelan hubungan-hubungan untuk keperluan pemahaman dan prediksi pendugaan. 56 Lebih jauh lagi, Haining dalam Sutanto 1989 mendefinisikan analisis spasial sebagai suatu kumpulan dari teknik-teknik penganalisaan kejadian- kejadian geografikal di mana hasil-hasil analisis tergantung pada aransemen susunan spasial kejadian-kejadian tersebut. Bentuk dari ‘kejadian geografikal’ ini dinyatakan dalam kumpulan objek titik, garis, atau area; dilokasikan dalam ruang geografi, ditambahkan kepada suatu himpunan dari satu atau lebih nilai- nilai atribut. Dengan demikian, analisis spasial membutuhkan informasi nilai- nilai atribut maupun lokasi geografi dari objek-objek yang dikumpulkan tersebut. Berdasarkan pengumpulan sistematis informasi kuantitatif, maka tujuan dari analisis spasial adalah: 1 Pendiskripsian yang akurat dan hati-hati dari kejadian-kejadian dalam ruang geografi termasuk pendeskripsian pola-pola, 2 Penjelasan sistematik dari pola kejadian-kejadian dan hubungan antara kejadian- kejadian dalam ruang untuk menghasilkan pemahaman yang lebih baik tentang proses yang mungkin bertangggung jawab terhadap sebaran kejadian-kejadian yang diobservasi, dan 3 Meningkatkan kemampuan untuk memprediksi dan mengendalikan kejadian-kejadian yang terjadi dalam ruang geografi. Berdasarkan implikasinya, model spasial digunakan untuk 3 kegunaan, yaitu 1 peramalan dan pembangkitan skenario, 2 analisis pengaruh kebijakan, dan 3 pembuatan dan perancangan kebijakan. Visualisasi data spasial diharapkan sesuai dengan hipotesis mengenai pola- pola dan pengelompokan dalam ruang geografi dan tentang aturan lokasi dalam proses manusia dan lingkungan. Disamping pengembangan metode analisis spasial, aturan-aturan Sistem Informasi Geografi SIG dalam visualisasi data spasial sangat penting dalam studi akhir-akhir ini. Tujuan utama dari SIG adalah untuk mengelola data spasial. SIG menggabungkan beberapa kemampuan, termasuk manajemen database, algoritma grafik, interpolasi, pewilayahan dan penyederhanaan analisis jaringan network. Bentuk analisis spasial dan pemodelan dalam SIG seringkali tidak lebih dari manipulasi data pemetaan, seperti polygon overlay, buffering, dan lain-lain. Kekurangan fungsi analitikal dan pemodelan dikenali sebagai kekurangan mayor dari sistem yang ada. Analisis spasial berkembang seiring dengan perkembangan geografi kuantitatif dan ilmu wilayah regional science pada awal tahun 1960-an. Perkembnagannya diawali 57 dengan digunakannya prosedur-prosedur dan teknik-teknik kuantitatif terutama statistik untuk menganalisis pola-pola sebaran titik, garis, dan area pada peta atau data yang disertai koordinat ruang dua atau tiga dimensi. Pada perkembangannya, penekanan dilakukan pada indigenous features dari ruang geografis pada proses- proses pilihan spasial spatial choice dan implikasi-implikasinya secara spatio- temporal. Analisis spasial tidak hanya mencakup statistika spasial Wong and Lee, 2005. Terdapat dua kajian studi yang bisa dibedakan, yaitu:  Analisis statistik data spasial : kajian-kajian untuk menemukan metode- metode dan kerangka analisis guna memodelkan efek-efek spasial dan proses- proses spasial.  Permodelan spasial : pemodelan deterministik atau stokastik untuk memodelkan kebijakan lingkungan, lokasi- lokasi, interaksi spasial, pilihan spasial dan ekonomi regional.

2.6. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Definisi konsep pembangunan berkelanjutan diinteprestasikan oleh beberapa ahli secara berbeda-beda. Namun demikian pembangunan berkelanjutan sebenarnya didasarkan kepada kenyataan bahwa kebutuhan manusia terus meningkat. Kondisi yang demikian ini membutuhkan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efesien. Disamping itu perhatian dari konsep pembangunan yang berkelanjutan adalah adanya tanggungjawab moral untuk memberikan kesejahteraan bagi generasi yang akan datang, sehingga permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan adalah bagaimana memperlakukan alam dengan kapasitas yang terbatas namun akan tetap dapat mengalokasikan sumberdaya secara adil sepanjang waktu dan antar generasi untuk menjamin kesejahteraannya. Penyusutan yang terjadi akibat pemanfaatan masa kini hendaknya disertai suatu bentuk usaha mengkompensasi yang dapat dilakukan dengan menggali kemampuan untuk mensubstitusi semaksimal mungkin sumberdaya yang langka