Dampak terhadap Faktor Ekonomi PDRB Pertanian

212 Gambar 65. Hasil Simulasi Dampak terhadap Lahan Bangunan Bodetabek Gambar 66. Hasil Simulasi Dampak terhadap Lahan Bangunan Sisa Indonesia

7.4.4. Inkonsisten terhadap Tata Ruang

Perubahan pada lahan non pertanian yang terus meningkat, lebih banyak di tentukan oleh faktor penduduknya, walaupun faktor penduduk juga secara tidak langsung di pengaruhi oleh sektor non pertanian, melalui pengaruh peningkatan pendapatan perkapita terhadap kelahran dan kematian. Perubahan lahan terbangun lebih banyak dipengaruhi karena jumlah penduduk yang lebih banyak dimana memerlukan lahan bangunan yang lebih banyak. Dengan makin meningkatnya 213 harga lahan, maka penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata tuang akan meningkat yaitu terjadi pada sempadan sungai atau situ terutama bagi masyarakat yang kurang mampu, sedangkan penduduk yang mempunyai keuangan yang berlebih akan memilih tempat-tempat dengan udara yang dingin dan nyaman di kaki gunung. Gambar 67. Hasil Simulasi Dampak Luas Lahan terhadap Inkonsisten Tata Ruang di DKI Jakarta dan Bodetabek

7.5. Pemilihan Skenario

Simulasi model dalam skenario pesimis, moderat, dan optimis serta sangat optimis, memberikan hasil yang berbeda. Hasil simulasi skenario akan digunakan dalam perumusan kebijakan rencana pola dan struktur ruang. Untuk menetapkan cenario yang digunakan bagi perumusan kebijakan rencana pola dan struktur ruang, maka dipilih salah satu dari keempat Skenario. . Faktor-faktor penentu penataan ruang kawasan Jabodetabek, meliputi: 1 kualitas sumberdaya manusia SDM, 2 penegakan hukum, 3 pertumbuhan penduduk, 4 aktivitas ekonomi, dan 5 zonasi wilayah. Peubah yang digunakan dalam model, sebagai kriteria untuk memilih skenario yang paling akomodatif terhadap kebutuhan tersebut, yaitu sebagai berikut: 1 Kualitas sumberdaya manusia SDM, diwakili oleh peubah: 1 PDRB per kapita, dan 2 tingkat pengangguran; 214 2 Penegakan hukum, diwakili oleh peubah: 3 inkonsistensi tata ruang; 3 Pertumbuhan penduduk, diwakili oleh peubah: 4 jumlah penduduk, dan 5 tingkat pertumbuhan penduduk; 4 Aktivitas ekonomi diwakili oleh peubah: 6 PDRB Pertanian dan 7 PDRB Non Pertanian 5 Zonasi wilayah, diwakili oleh peubah: 8 luas lahan Pertanian, 9 Luas lahan non pertanian dan 10 luas lahan lainya RTH Dengan demikian, terdapat 10 kriteria pada setiap wilayah yang berbeda dalam pemilihan skenario kebijakan. Alat yang digunakan dalam memilih skenario adalah analisis pembuatan keputusan multikriteria multicriteria decision making, MCDM, berupa Performance index based decision making pengambilan keputusan berbasis indeks kinerja. Karena kriteria yang digunakan memiliki nilai dan satuan yang beragam, maka digunakan analisis yang sesuai yaitu composite Performance index CPI Marimin, 2004. Dari sepuluh peubah di atas, diambil nilai rata-rata dari hasil simulasi masing-masing peubah, dan dijadikan sebagai nilai kriteria. Masing-masing nilai kriteria selanjutnya diubah menjadi nilai indeks CPI. Melalui jumlah perkalian sumproduct nilai indeks dengan bobot kinerja, dihasilkan nilai alternatif untuk menentukan skenario yang paling akomodatif. . Penentuan bobot kinerja dilakukan dengan cara memberikan bobot menggunakan bilangan rasional, sehingga jumlahnya satu. Masing-masing bobot dapat dipecah lagi, sesuai dengan jumlah peubah model yang mewakili kebutuhan yang bersangkutan, seperti terdaftar di atas. Analisis dilakukan untuk empat titik tahun yang dianggap dapat mewakili hasil simulasi skenario, yaitu 2015, 2020, 2025, dan 2030. Untuk pengambilan keputusan peringkat nilai alternatif, dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai skenario dan standar deviasinya. Skenario dengan peringkat nilai alternatif tertinggi I merupakan skenario yang akan dipilih. Penentuan peringkat nilai alternatif adalah sebagai berikut: 1 Peringkat I adalah: Jika nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif + standar deviasi; 215 2 Peringkat II adalah: Jika rata-rata nilai alternatif nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif + standar deviasi; 3 Peringkat III adalah: Jika nilai alternatif dari rata-rata nilai alternatif. Rekapitulasi hasil analisis composite performance index CPI menunjukkan bahwa hanya skenario moderat yang menempati peringkat I. Hasil tersebut memberikan kesimpulan tunggal, dan diinterpretasikan bahwa hanya skenario tersebut yang paling mampu mengakomodasi kebutuhan dalam perencanaan tata ruang kawasan Jabodetabek.

7.6. Alokasi Penggunaan Lahan

Berdasarkan hasil analisis dengan sistem dinamik telah terpilih skenario 2 moderat maka dapat ditetapkan perubahan penggunaan lahan sampai dengan 2050. Kebutuhan lahan dan arahan alokasi penggunaan lahan pada tahun 2015 dan 2020 dapat dilihat pada Tabel 34, dimana sampai dengan tahun 2020 masih memungkinkan namun bila lahan terbangun terus meningkat maka lahan pertanian akan terus menurun termasuk hutan dan semak. Tabel 38. Kebutuhan dan Arahan Alokasi Penggunaan Lahan Kawasan Jabodetabek No Penggunaan Lahan Kondisi Saat ini Kebutuhan Ha Arahan Batas Alokasi Ha 2015 2020 1 Badan air 13.189 12.742 12.125 13.189 2 Lahan Terbangun 206.268 229.520 242.218 273.028 3 Lahan Pertanian 398.580 377.117 366.758 398.580 4 Hutan dan semak 48.469 47.126 45.404 48.469 Sumber : Hasil analisa Perubahan penggunaan lahan secara spasial dari kebutuhan lahan pada tahun 2015 dan 2020 yang dihasil dari sistem dinamik dan analisis sistem informasi geografi SIG dapat ditentukan dengan memperhatikan ketersediaan lahan berdasarkan daya dukung lahan dan tidak menyimpang dari Perpres Nomor 54 tahun 2008, memprioritaskan lahan tanpa merubah lahan sawah dan perubahan