Ketenagakerjaan Penduduk dan Ketenagakerjaan
133 serta infrastruktur yang bersifat makro – lintas daerah, lintas fungsi, dan lintas
dampak. Oleh karena itulah muncul usaha untuk menginternalisasi berbagai eksternalitas penataan ruang yang timbul dari
kebutuhan penyediaan pelayanan jasa dan produk yang bersifat “inter-local public goodsservices” kedalam
pembentukan suatu institusi kawasan secara lebih luas. Tingkat kebutuhan akan institusi ini akan hampir sama besarnya dengan tingkat kebutuhan kita atas ada
tersedia dan berfungsinya infrastuktur, fasilitas, dan utilitas dasar makro untuk mempertahankan kehidupan dan penghidupan penduduk kawasan metropolitan itu
sendiri. Kawasan metropolitan yang semula hanya merupakan fenomena dari
kawasan perkotaan dengan ciri-ciri tertentu, dengan adanya penetapan suatu kawasan perkotaan sebagai kawasan metropolitan yang perlu
dikelola secara
khusus dalam berbagai rancangan peraturan, menjadi sebuah status yaitu suatu entitas objek pengaturan yang jelas batas dan lingkup pengelolaannya. Keberhasilan
dalam mengelola suatu kawasan metropolitan akan tergantung kepada: Pertama, kebijakan yang ditetapkan ke arah mana metropolitan akan dibawa. Hal ini
mestinya merupakan konvergensi dari berbagai kepentingan dalam masyarakat yang diperoleh melalui mekanisme konsensus yang berlaku. Konsensus ini mesti
didukung oleh kemauan politik yang kuat dari pemerintah yang diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk mengelola metropolitan; Kedua, aturan hukum yang
lengkap dengan penegakan hukum sebagai pelaksanaan aturan yang disusun dan disepakati bersama. Kelengkapan aturan beserta penegakannya dimaksudkan
agar kebijakan yang telah ditentukan dapat dilaksanakan dengan rambu-rambu peraturan yang jelas dan applicable. Penegakan hukum mesti dilakukan secara
konsisten dengan prinsip zero tolerance, yaitu penerapan hukum tanpa pandang bulu dengan semua orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama di depan
hukum; Ketiga, sistem administrasi yang solid sebagai instrumen pelaksanaan kebijakan dan penerapan hukum. Ini berarti diperlukan aparat dan aparatur atau
birokrasi yang bermartabat yang mampu menjalankan kewenangan dan tugasnya secara jujur dan bersih.
134 Meskipun masyarakat yang tinggal di berbagai kawasan metropolitan di
seluruh dunia sepakat membutuhkan suatu bentuk kelembagaan dan lembaga formal untuk menjamin terselenggaranya dan atau terpenuhinya standar tingkat
layanan makro yang dibutuhkannya, tetapi dapat dipastikan tidak ada bentuk kelembagaan dan atau lembaga metropolitan yang persis sama di dunia ini. Hal
yang paling dekat diketemukan adalah kemiripan saja antara satu dengan lainnya dalam beberapa aspek sehingga kemudian dijadikan alat pengklasifikasian untuk
mengelompokkan bentuk atau format lembaga- lembaga metropolitan tersebut. Derasnya pembangunan Kota Jakarta sebagai Ibukota Negara, menyebabkan
terjadinya peluapan spillover perkembangan kota ke wilayah di sekitarnya, sehingga terjadilah berbagai alih fungsi peruntukan di kota-kota sekitar Jakarta.
Sementara itu, belum ada perencanaan terpadu di kawasan sekitar Jakarta, yang didasarkan kepada satu kesatuan ekosistem yang saling mempengaruhi. Sehingga,
diperlukan pemahaman untuk mengelola bersama dalam kerangka kerjasama antardaerah yang telah ditetapkan mekanisme dan sistemnya oleh peraturan yang
berlaku. Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten
serta Kabupaten dan Kota di Bodetabekjur harus duduk bersama dan menyamakan persepsi serta tujuan bersama mengenai pentingnya Penataan Ruang Kawasan
Strategis Nasional ini. Ego dan kepentingan-kepentingan kedaerahan yang berbenturan dengan Peraturan ini, harus dikesampingkan demi kepentingan yang
lebih besar. Perpres nomor 542008 bukan untuk kepentingan satu wilayah saja, melainkan kepentingan bersama daerah di Wilayah Jabodetabekjur dan
kepentingan nasional pada umumnya. Kota Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan pusat
segala jenis kegiatan baik ekonomi, hiburan, pendidikan, kesehatan serta jasa merupakan gerbang utama penghubung dengan dunia internasional di era
globalisasi ini. Kenyataan tersebut memberikan konsekuensi agar Jakarta mengembangkan diri baik secara fisik maupun cakupan pelayanan. Pengembangan
Kota Jakarta berdampak terhadap Kabupaten dan Kota di sekitarnya baik yang berbatasan langsung maupun tidak. Berangkat dari latar belakang diatas maka pada
tahun 1976 Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat sepakat untuk
135 melaksanakan kerjasama antar wilayah yang bertujuan untuk memberikan
keuntungan bagi kedua belah pihak. Kerjasama ini ditandai dengan didirikannya Badan Kerjasama Pembangunan Jabotabek. Seiring dengan isu otonomi daerah
yang diikuti dengan munculnya daerah-daerah administrasi baru seperti terbentuknya Provinsi Banten maka badan kerjasama tersebut berganti nama
menjadi Badan Kerjasama Pembangunan Jabodetabekjur yang dikenal saat ini. Namun, 30 tahun sejak didirikan, BKSP Jabodetabekjur belum memperlihatkan
keefektifannya. Hal ini terbukti dengan tidak tercapainya tujuan awal didirikannya BKSP Jabodetabekjur yang ditunjukkan dengan makin parahnya persoalan-
persoalan bersama di kawasan ini. Persoalan kawasan Jabodetabekjur diantaranya, bencana banjir tahunan, berkurangnya ruang terbuka hijau, meningkatnya
permukiman kumuh di perkotaan merupakan sebagian dari setumpuk persoalan yang belum dapat diselesaikan oleh BKSP Jabodetabekjur. Diasumsikan, belum
terwujudnya tujuan BKSP Jabodetabekjur dapat disebabkan oleh ketidakpatuhan BKSP Jabodetabekjur dalam melaksanakan tugas pokoknya
Pada Pemerintah daerah yang bekerjasama, badan ini melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi KISS masalah seluruh aspek Jabotabek.
Pada hubungan dengan Pemerintah Pusat, badan ini menjadi representasi daerah yang bekerjasama dalam melakukan konsultasi kepada Pemerintah Pusat mengenai
seluruh aspek pembangunan Jabodetabekjur
.
Kemudian berbagai peraturan penataan kawasan Jabodetabek telah dibuat. Pola dan struktur ruang Jabodetabek beberapa kali telah berubah dan yang terakhir
berupa Perpres no 54 tahun 2008, yang banyak mengacu pada undang-undang tata ruang. Perpres nomor 542008, secara jelas mengatur dan mendorong keterpaduan
penyelenggaraan penataan ruang antardaerah sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan. Selanjutnya untuk mengkoordinasikan kebijakan kerjasama
antardaerah serta melaksanakan pembinaan yang terkait dengan kepentingan lintas ProvinsiKabupatenKota di kawasan Jabodetabekpunjur dilakukan danatau
difasilitasi oleh badan kerjasama antardaerah. Untuk menterpadukan pemanfaatan ruang yang optimal di kawasan
Jabodetabekjur yang terdiri dari 3 Pemerintah Provinsi dan 8 KabupatenKota, Pemerintah daerah perlu melakukan kerjasama dimulai dari proses perencanaan,