Net BC yang diperoleh lebih besar dari 1, sehingga usaha pembuatan kerupuk
rambak dengan menggunakan bahan baku kulit kerbau ini layak untuk dilaksanakan.
Payback Period PBP yang diperoleh adalah 5,46 tahun atau sama dengan
5 tahun 5 bulan 16 hari. Nilai Payback Period ini menunjukkan bahwa modal usaha dapat kembali dalam waktu 5 tahun 5 bulan 16 hari.
7.2.4 Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak
Menggunakan Bahan Baku Kulit Kerbau
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan maksimal pada harga output, produksi perusahaan dan harga input
variabel yang paling berpengaruh yang dapat ditoleransi sehingga usaha masih layak dilaksanakan. Switching value atau nilai pengganti ditentukan dengan uji
coba sehingga menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, IRR sama dengan discount rate
, dan nilai Net BC sama dengan satu. Variabel
yang dibahas
dalam analisis switching value adalah variabel yang
dianggap signifikan mempengaruhi usaha atau proyek. Dalam penelitian ini variabel yang dibahas yaitu jumlah produksi kerupuk rambak dari sisi inflow dan
biaya bahan baku yaitu kulit kerbau basah dan lemak. Variabel tersebut digunakan karena berdasarkan data di lapangan yaitu adanya penurunan penjulan produk
sebagai akibat kemungkinan penurunan produksi, usaha yang sangat bergantung pada kulit kerbau sebagai bahan baku utama dan lemak sebagai bahan baku
penolong yang memiliki harga fluktuatif di pasar. Variabel tingkat harga jual tidak digunakan untuk menganalisis nilai pengganti. Hal ini dikarenakan harga jual
kerupuk rambak selalu mengalami peningkatan dan tidak pernah mengalami penurunan harga jual. Dasar pemikiran ini berdasarkan fakta yang ada di lokasi
penelitian. Hasil analisis switching value usaha pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku kulit kerbau dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19
. Hasil Analisis Switching Value Usaha Pembuatan Kerupuk Rambak Bahan Baku Kulit Kerbau
Perubahan Persentase
Persen NPV
Rp Net
BC IRR
persen Payback
Period tahun
Penurunan penjualan kerupuk rambak kemasan
4,41 1,00
8,38 10
250 gram Penurunan penjualan
kerupuk rambak kemasan 500 gram
15,16 1,00
8,38 10
Penurunan penjualan dua kemasan secara serentak
3,41 1,00
8,38 10
Kenaikan harga kulit kerbau basah
7,32 1,00
8,38 10
Kenaikan harga lemak 25,62
1,00 8,38
10 Berdasarkan
hasil analisis switching value, dapat dilihat perubahan-
perubahan variabel yang berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Dengan asumsi cateris paribus
, jika salah satu dari perubahan terjadi yaitu penurunan penjualan kerupuk rambak kemasan kecil sebesar 4,41 persen, penurunan penjualan kerupuk
rambak kemasan besar sebesar 15,16 persen, penurunan penjualan kedua jenis kemasan secara serentak sebesar 3,41 persen, kenaikan harga kulit kerbau basah
sebesar 7,32 persen atau kenaikan harga lemak sebesar 25,62 usaha pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku kulit kerbau ini masih layak
dilaksanakan dan memperoleh keuntungan normal. Perubahan terhadap penurunan penjualan kerupuk rambak kedua jenis
kemasan secara serentak dikatakan berpengaruh paling besar diantara kondisi lainnya terhadap kelayakan usaha. Berdasarkan hasil analisis switching value,
usaha pembuatan kerupuk rambak masih layak apabila besarnya penurunan penjualan kerupuk rambak dua jenis kemasan secara serentak tidak melebihi 3,41
persen. Jika penurunan yang terjadi lebih besar dari 3,41 persen, maka usaha pembuatan kerupuk rambak kulit kerbau ini menjadi tidak layak.
Sementara usaha pembuatan kerupuk rambak dengan menggunakan bahan baku kulit kerbau ini masih layak untuk dilakukan apabila penurunan penjualan
kerupuk rambak kemasan kecil tidak melebihi 4,41 persen, penurunan penjualan kemasan besar tidak melebihi 15,16 persen, kenaikan harga kulit kerbau basah
tidak melebihi 7,32 persen atau kenaikan harga lemak tidak melebihi 25,62. Dengan demikian, dapat diihat bahwa usaha pembuatan kerupuk rambak
kulit kerbau ini sangat sensitif terhadap penurunan penjualan kedua jenis kemasan secara serentak. Sedangkan perubahan yang terjadi akibat kenaikan harga lemak
menjadi variabel yang paling rendah pengaruhnya terhadap kelayakan usaha.