41
tidak mengandung organisme pathogen, harus juga bebas dari bakteri yang menunjukkan indikasi pengotoran tinja. Bakteri Bakteri Escherichia coli pada
umumnya mempunyai jumlah yang besar dalam tinja, jadi pendeteksiannya perlu dilakukan setelah beberapa kali tingkat pengenceran. Terdapatnya organisme coli
tinja, terutama Bakteri Escherichia coli lebih meyakinkan adanya tanda-tanda pengotoran tinja Pelczar, 2005.
Adapun alasan memilih organisme ini menjadi indikator menurut Pelczar 2005 adalah sebagai berikut:
1. Lebih tahan dibanding bakteri usus pathogen, karena lebih tahan
dibandingkan dengan bakteri usus patogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri patogen usus sudah tidak ada apabila bakteri Bakteri Escherichia coli
tidak ditemukan dalam pemeriksaan air. 2. Banyak terdapat dalam tinja, karena didalam tinja terdapat dalam jumlah yang
besar, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisa. 3. Mudah dianalisa, dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat
dipastikan keberadaannya. 4. Murah biaya untuk menganalisa, membutuhkan media yang sederhana.
42
2.12 Kerangka Konsep
Kepmenkes RI No 1098 MenkesPerVII2003
Permenkes RI No 1096 MenkesPerVI2011
Permenkes RI No.1204 MenkesSKX2004.
Permenkes RI No.1204 MenkesSKX2004
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Sanitasi Instalasi Gizi 1. Lokasi dan bangunan
2. Fasilitas sanitasi instalasi gizi
3. Perlindungan makanan dan peralatan
Kondisi higiene
penjamah makanan
1. Sertifikat higiene sanitasi makanan
2. Pakaian kerja 3. Pemeriksaan kesehatan
4. Personal higiene
Kandungan E.coli
pada peralatan makan instalasi gizi
1. Ompreng 2. Plato
3. Piring makan 4. Mangkok
5. Gelas 6. sendok
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi
Syarat 4. Bahan makanan dan
makanan jadi 5. Tempat penyimpanan
bahan makanan dan makanan jadi
6. Penyajian makanan 7. Tempat pengolahan
makanan 8. peralatan
Pemeriksaan Laboratorium
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyelenggaraan makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan. Oleh karena itu
kualitas makanan yang baik secara bakteriologis, kimiawi, maupun fisik harus selalu dipertahankan. Menurut Depkes RI 2003, Kualitas makanan harus
senantiasa terjamin setiap saat agar masyarakat sebagai pemakan produk makanan tersebut dapat terhindar dari penyakit atau gangguan kesehatan serta keracunan
akibat makanan, terutama bagi pasien yang sedang dirawat di rumah sakit yang tubuhnya dalam kondisi lemah sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit
termasuk penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan, sehingga higiene sanitasi pengolahan makanan di rumah sakit perlu mendapat perhatian yang lebih
seksama. Djarismawati 2004 menyatakan, Usaha yang dilakukan untuk penyehatan
makanan dan miuman agar menghasilkan makanan yang bermanfaat dan tidak membahayakan bagi yang memakannya yaitu dengan pengendalian faktor yang
memungkinkan terjadinya kontaminasi yang mempengaruhi pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif pada makanan dan minuman yang berasal dari
proses pengolahan makanan dan miuman yang disajikan di rumah sakit agar tidak menjadi mata rantai penularan penyakit dan gangguan kesehatan.
Adapun beberapa pendapat mengenai higiene sanitasi pengolahan makanan di rumah sakit antara lain adalah Anggara 2012 menyatakan bahwa
2
pada kegiatan sanitasi makanan di rumah sakit, bahan makanan yang diolah sebagai makanan untuk pasien rawat inap di rumah sakit sangat penting
diperhatikan kebersihan dalam pembuatan makanannya. Kemudian menurut Aritonang 2009, makanan yang disajikan kepada konsumen dokter, pegawai
dan pasien harus terjaga dan terjamin kualitasnya demi keamanan pangan. Sanitasi dan hygiene yang diamati meliputi makanan, penjamah makanan,
peralatan dan ruangan pengolahan dan pendistribusian makanan. Endrah 2010 berpendapat, Pekerja yang memiliki peranan penting untuk
kelancaran proses produksi karena pekerja merupakan perencana, pelaksana dan pengelola dalam suatu penyelenggaraan makanan. Pekerjaan dapat diselesaikan
dengan sebaik-baiknya apabila dalam diri pekerja memiliki sikap positif. Pengetahuan tenaga pengolah tentang higiene dan sanitasi dapat mempengaruhi
tindakan higiene dan sanitasi dalam pengolahan makanan untuk terjaminnya keamanan pangan. Higiene dan sanitasi yang tidak memadai dalam tahapan
produksi dapat menimbulkan tumbuh dan berkembangnya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan Hapsari, 2010.
Selain itu, Kontaminasi juga dapat terjadi saat pencucian peralatan makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Di Indonesia peraturan telah
dibuat dalam bentuk Permenkes RI No. 1204MenkesSKX2004, bahwa untuk persyaratan peralatan makan dengan angka total kuman sebanyak-banyaknya
100cm
2
dan tidak mengandung bakteri Escherichia coli negatif. Peranan peralatan makan juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
prinsip-prinsip penyehatan makanan. Untuk itu pencucian peralatan sangat penting