I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perekonomian merupakan indikator tingkat kesejahteraan suatu negara. Banyak faktor yang mempengaruhi naik turunnya perekonomian, baik yang
berasal dari dalam maupun luar negeri. Salah satu faktor tersebut adalah kinerja dari para pelaku usaha dalam melakukan kegiatan perekonomiannya baik dalam
skala kecil, menengah, maupun besar. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki potensi yang besar dalam membangun perekonomiannya terutama
melalui usaha kecil dan menengah UKM. Di Indonesia, jumlah UKM semakin meningkat sejak tahun 1999 sampai
dengan tahun 2006 Tabel 1. Selama masa periode 2006-2007 jumlah UKM mengalami peningkatan sebesar 2,18 persen yaitu dari 48.779.151 unit pada tahun
2006 menjadi 49.840.489 unit pada tahun 2008.
Tabel 1 Perkembangan Jumlah UKM di Indoesia Tahun 1999-2007
Tahun Jumah UKM unit
1999 37.911.723
2000 38.723.987
2001 38.904.968
2002 40.764.668
2003 42.535.336
2004 43.707.412
2005 47.102.744
2006 48.779.151
2007 49.840.489
Sumber: BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2004-2008. Diolah. Keterangan: angka sementara
angka sangat sementara
Dalam perekonomian Indonesia, peranan UKM pada dasarnya sudah besar sejak dulu BPS dan Kementrian Negara Koperasi dan UKM, 2007. Peranan
UKM terhadap perekonomian Indonesia dapat dilihat dari kontribusinya dalam
penyerapan tenaga kerja, pembentukan Pendapatan Domestik Bruto PDB nasional, dan total nilai ekspor nasional.
Kontribusi UKM dalam penyerapan tenaga kerja pada tahun 2005 sebesar 83.233.793 orang atau 96,28 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada.
Pada tahun 2006, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 89.547.762 orang. Pada tahun 2007, penyerapan tenaga kerja oleh UKM meningkat menjadi
91.752.318 orang atau 97,3 persen dari total penyerapan tenaga kerja yang ada. Peranan UKM terhadap pembentukan PDB nasional pada tahun 2005
menurut harga berlaku sebesar Rp 1.491,06 triliun atau 53,54 persen. Sedangkan pada tahun 2006, peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga
berlaku tercatat sebesar Rp 1.786,2 triliun atau 53,5 persen dari total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp 295,14 triliun atau 19,79 persen
dibanding tahun 2005. Pada tahun 2007, kontribusi UKM dalam pembentukan PDB meningkat 18,76 persen menjadi Rp 2.121,3 atau 53,6 persen dari total PDB
nasional. Dalam hal nilai ekspor nasional, peranan UKM pada tahun 2005 sebesar
Rp 110,34 triliun atau 15,44 persen. Pada tahun 2006, peran UKM terhadap pembentukan total nilai ekspor nasional mengalami peningkatan sebesar Rp 11,97
triliun atau 10,84 persen yaitu dengan tercapainya angka sebesar Rp 122,31 triliun atau 20,14 persen dari total nilai ekspor nasional. Pada tahun 2007, peranan UKM
dalam total ekspor nasional meningkat 16,77 persen menjadi Rp 142,8 triliun atau 20 persen dari total ekspor nasional.
Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja dan
pembentukan PDB, namun nilai ekspor UKM masih sangat kecil. Padahal beberapa produk unggulan UKM seperti makanan ringan, furniture, rotan, dan
kerajinan lainnya sangat diminati di luar negeri seperti di kawasan ASEAN, Timur Tengah, Afrika Selatan serta di beberapa negara Eropa. Namun karena
kemampuan pemasaran para pelaku UKM-nya kurang memadai, maka potensi itu tidak tergali
1
. Menurut Baga 2006, salah satu kelemahan kemampuan pemasaran para pelaku UKM adalah tidak pernah melakukan analisis pasar.
Kota Bogor sebagai salah satu kota penopang DKI Jakarta yang merupakan ibu kota negara, memiliki sejumlah UKM yang dapat menggerakkan
perekonomian daerah. Salah satu unit UKM terkonsentrasi pada bidang industri. Jumlah unit usaha dalam industri kecil, menengah, dan besar baik formal maupun
informal di Kota Bogor pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 3,55 persen dibandingkan dengan tahun 2006. Pada tahun 2006 jumlah unit usaha
dalam industri menengah dan besar adalah 92 unit usaha, dan untuk industri kecil formal dan informal sejumlah 2.894 unit usaha. Sedangkan pada tahun 2007
jumlah unit usaha dalam industri menengah dan besar adalah 103 unit, dan untuk industri kecil formal dan informal sebesar 2.989 unit usaha Dinas Perindustrian,
Perdagangan, dan Koperasi Disperindagkop Kota Bogor, 2007 Salah satu unit usaha yang memiliki unit usaha terbesar di Kota Bogor
adalah industri makanan yaitu dengan jumlah 15 unit usaha untuk skala menengah dan besar, dan 1.194 untuk usaha kecil formal dan informal pada tahun 2007.
Karakteristik khusus dari makanan masa pemakaian produk yang singkat dan kekhasan dalam selera membuat UKM makanan dapat terus berproduksi dalam
1
Antara. 2008
.
Dinas Koperasi Genjot Kemampuan Pemasaran UKM .
http:www.republika.co.idonline_detail.asp?id=323108kat_id=23 diakses 13 Februari 2008
jangka panjang. Jumlah penduduk Kota Bogor yang besar yaitu 879.138 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebesar 194.357 rumah tangga pada tahun 2006
BPS Kota Bogor, 2007 merupakan peluang pasar yang baik untuk industri makanan karena jumlah penduduk yang besar membuat kebutuhan akan pangan
pun semakin besar. Salah satu alternatif pangan yang dapat diusahakan oleh UKM adalah
cokelat. Cokelat dihasilkan melalui serangkaian proses pengolahan biji kakao sehingga bentuk dan aromanya seperti yang terdapat di pasaran. Kakao
merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja,
sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun
2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar
berada di Kawasan Timur Indonesia KTI serta memberikan sumbangan devisa terbesar ketiga subsektor perkebunan setelah karet dan minyak sawit dengan nilai
sebesar US 701 juta Departemen Perindustrian, 2007. Pada tahun 2006, Indonesia menjadi negara penghasil kakao terbesar
ketiga di dunia 470 ribu ton setelah Pantai Gading 1,387 ribu ton dan Ghana 741 ribu ton International Cocoa Organization ICCO, 2007. Biji kakao
produksi Indonesia di ekspor dalam bentuk biji 365 ribu ton dan sisanya diolah di dalam negeri Departemen Perindustrian, 2007.
Produksi kakao dalam negeri umumnya dikonsumsi langsung oleh industri pengolahan kakao setengah jadi yang memproduksi kakao butter, kakao cake,
liquor cair, dan bubuk kakao. Kakao setengah jadi tersebut kemudian digunakan oleh industri makanan yang pada tahun 2004 didominasi pemakaiannya oleh
industri cokelat yaitu sebesar 43,4 persen yang diikuti oleh industri es krim 20 persen, dan industri roti 16,3 persen. Sisanya diserap oleh industri susu 6
persen, kembang gula 5,1 persen, biskuit 4,2 persen, dan industri lainnya 5 persen Departemen Perindustrian, 2006.
Data tersebut memberikan informasi bahwa industri cokelat merupakan industri yang paling banyak menggunakan bahan baku kakao olahan setengah
jadi. Namun informasi lain menyebutkan bahwa konsumsi cokelat masyarakat Indonesia masih sangat rendah yaitu hanya 0,5 kgkapitatahun
2
dibandingkan dengan konsumsi cokelat masyarakat Eropa yang pada tahun 2003 saja telah
mencapai 1,87 kgkapitatahun terutama Belgia yang mencapai 5,34 kgkapitatahun
3
. Pada tahun 2005, pemerintah dalam hal ini adalah Departemen
Perindustrian 2005 sudah mulai memperhatikan masalah rendahnya tingkat konsumsi cokelat masyarakat Indonesia yaitu dengan mengeluarkan Kebijakan
Pengembangan Industri Nasional KPIN 2005-2025. Dalam kebijakan tersebut ditetapkan industri pengolahan kakao dan cokelat merupakan salah satu industri
makanan dan minuman yang akan dikembangkan dalam jangka menengah 2005– 2009 dan jangka panjang 2010–2025 dengan salah satu sasaran jangka
menengahnya adalah dapat meningkatkan konsumsi cokelat masyarakat. Dalam
2
Departemen Perindustrian dan Perdagangan Agro Jawa Barat. 2007. Menggali Potensi Cokelat Di Jawa Barat
. http:indag.indagagro-jabar.commain.php?mm=buletindID_Buletin=15 diakses 14 Mei 2008
3
Herman. 2004. Kakao Indonesia Dikancah Perkakaoan Dunia. http:www.ipard.comart_perkebunnov5-04_her-I.asp diakses 21 November 2007.
pengembangan tersebut termasuk industri inti industri pengolahan kakao dan industri cokelat, industri pendukung industri kakao, industri bahan tambahan
makanan, industri mesin dan peralatan, industri kertas, industri plastik, dan industri logam bahan kimia, dan industri terkait industri makanan dan minuman
berbahan baku cokelat, industri kosmetik, dan obat-obatan. Perusahaan yang tergabung dalam industri pengolahan kakao dan cokelat
tidak hanya perusahaan-perusahaan besar yang memproduksi cokelat yang kini banyak beredar di pasaran. Toko-toko cokelat kecil seperti usaha kecil dan
menengah UKM yang menjalankan usaha makanan yang berbahan baku cokelat juga merupakan bagian dari industri ini yang harus dikembangkan. Hal ini
didukung oleh pernyataan dari Departemen Perindustrian 2007 bahwa pemerintah perlu mendorong terbentuknya usaha-usaha industri cokelat skala
UKM dan pemasarannya yang efisien. Melalui UKM, pemerintah dalam usahanya untuk meningkatkan konsumsi cokelat masyarakat Indonesia dapat menjangkau
masyarakat dengan pendapatan ekonomi rendah dan menengah mengingat bahwa kedudukan cokelat dalam masyarakat masih dianggap sebagai barang yang mahal
dan eksklusif. UKM di Kota Bogor yang bergerak dalam industri makanan berbahan
baku cokelat dan mendapat mendapat dukungan dari Disperindagkop Kota Bogor adalah perusahaan Waroeng Cokelat. Waroeng Cokelat merupakan UKM
unggulan binaan Disperindagkop Kota Bogor dalam industri makanan selain Edy s Bakery
roti dan Elsari brownies.
1.2 Perumusan Masalah