Mengapa bisa lebih ingat dan paham? Kedua hal ini ada kaitannya. Kalau pengetahuan itu didapatkan lebih dekat dengan konteks praktiknya, maka kita
akan lebih ingat. Inilah yang menjelaskan, mengapa kita, kalau berada di dekat ATM, selalu lebih mudah mengingat nomor PIN kita, ketimbang kita tidak berada
di sekitar ATM. Pemahaman juga begitu. Dengan konteks yang dekat, dan sekaligus melakukan deep learning karena banyak mengajukan pertanyaan
menyelidik bukan surface learning yang sekadar hapal saja, maka siswa akan lebih memahami materi.
2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Banyak kritik pada dunia pendidikan kita, bahwa apa yang diajarkan di
kelas-kelas sama sekali jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik. Pembelajaran berbasis masalah yang baik mencoba menutupi kesenjangan ini. Dengan
kemampuan pendidik membangun masalah yang sarat dengan konteks praktik, siswa bisa “merasakan“ lebih baik konteks operasinya di lapangan.
3. Mendorong untuk berpikir. Dengan proses yang mendorong siswa untuk mempertanyakan, kritis,
reflektif, maka manfaat ini bisa berpeluang terjadi. Siswa dianjurkan untuk tidak terburu-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumennya,
dan fakta-fakta yang mendukung alasan. Nalar siswa dilatih, dan kemampuan berpikir ditingkatkan. Tidak sekadar tahu, tapi juga dipikirkan.
4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka pembelajaran
berbasis masalah yang baik dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial. Siswa diharapkan memahami perannya
dalam kelompok, menerima pandangan orang lain, bisa memberikan pengertian bahkan untuk orang-orang yang barangkali tidak mereka senangi. Keterampilan
yang sering disebut bagian dari “soft skills“ ini, seperti juga hubungan interpersonal dapat mereka kembangkan. Dalam hal tertentu, pengalaman
kepemimpinan juga dapat dirasakan. Mereka mempertimbangkan strategi, memutuskan, dan persuasif dengan orang lain.
5. Membangun kecakapan belajar life-long learning skills.
Siswa perlu dibiasakan untuk mampu belajar terus-menerus, karena ilmu dan keterampilan yang mereka butuhkan nanti akan terus berkembang, apa pun
bidang pekerjaannya. Jadi, mereka harus mengembangkan bagaimana kemampuan untuk belajar learn how to learn. Bahkan dalam beberapa pilihan karier,
seseorang harus sangat independen. Dengan struktur masalah yang agak mengembang, merumuskannya, serta dengan tuntutan mencari sendiri
pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk manfaat ini. 6. Memotivasi siswa.
Motivasi siswa, terlepas dari apa pun metode yang kita gunakan, selalu menjadi tantangan kita. Dengan pembelajaran berbasis masalah, kita punya
peluang untuk membangkitkan minat dari dalam diri siswa, karena kita menciptakan masalah dengan konteks pekerjaan. Dengan masalah yang
menantang, mereka
—walaupun tidak semua—merasa bergairah untuk menyelesaikannya. Tetapi tentu saja, sebagian di antara mereka akan ada yang
justru merasa kebingungan dan menjadi kehilangan minat. Di sini peran pendidik menjadi sangat menentukan.
5. Penilaian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas atau Classroom Action Research, menurut Kunandar
32
, yaitu penelitian tindakan yang dilakukan oleh pendidik sekaligus sebagai peneliti di kelasnya atau di sekolah tempat dia mengajar atau bersama-
sama dengan orang lain kolaborasi dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif
dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya melalui suatu tindakan tertentu dalam suatu
siklus. Kunandar mengatakan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk
memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya
33
. Dengan kata lain, tugas
32
Kunandar. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Press. 2010. h. 44-45.
33
Lihat juga Suharsimi Arikunto. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. 2009. h. 108.
PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatkan mutu hasil instruksional;
mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi; meningkatkan efisiensi; pengolahan instruksional serta menumbuhkan budaya meneliti pada
komunitas guru. PTK menggambarkan sebagai suatu proses yang dinamis meliputi aspek
perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi yang merupakan langkah berurutan dalam satu siklus atau daur yang berhubungan dengan siklus berikutnya. Akar
pelaksanaan PTK digambarkan dalam bentuk spiral tindakan adaptasi Hopkins, 1993 sebagai berikut.
Suharsimi Arikunto
34
secara jelas memaparkan rincian keempat aspek dari PTK tersebut. Adapun penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut. Pertama,
perencanaan tindakan. Dalam tahap ini peneliti merencanakan tindakan berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti membuat rencana dan skenario
pembelajaran yang akan disajikan dalam materi penelitian. Kedua, pelaksanaan tindakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana
dan skenario pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Ketiga, observasi. Observasi atau pengamatan dilakukan pada waktu tindakan sedang berlangsung.
Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan mengamati, mengenali, dan mendokumentasikan semua gejala dan indiator dari proses, hasil tindakan
terencana maupun efek sampingnya
35
.
34
Ibid h. 75-80.
35
Nasution. Metode Research Penelitian Ilmiah, Jakarta: Bumi Aksara. 2011. h. 107.
Selanjutnya aspek yang keempat adalah refleksi. Kegiatan refleksi dilakukan ketika peneliti sudah selesai melakukan tindakan. Hasil dari
pengamatan dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu adanya
perbaikan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai pengaruh pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning terhadap minat baca siswa SDMI sepengetahuan
penulis belum ada. Akan tetapi, ada beberapa penelitian yang relevan, yaitu penelitian mengenai pembelajaran berbasis masalah atau penelitian mengenai
minat baca. Berikut ini adalah beberapa judul penelitian yang relevan tersebut.
1. Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Laboratotium Singaraja oleh
I Gusti Agung Nyoman Setiawan, Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Undiksha. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan interaksi siswa dalam mengikuti pelajaran dan hasil belajar biologi bagi siswa kelas X
2
SMA Laboratorium Undiksha.
Adapun perbedaan penelitian I Gusti Agung Nyoman Sertiawan dengan skripsi ini adalah pada jenjang tingkat pendidikan dan mata pelajarannya. I Gusti
Agung Nyoman Setiawan meneliti pada jenjang SMA sedangkan skripsi ini pada jenjang SDMI. I Gusti Agung Nyoman Setiawan meneliti pada mata pelajaran
Biologi sedangkan skripsi ini pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undiksha oleh Ni Made Suci, Jurusan Pendidikan Ekonomi Fakultas
Ilmu Sosial Undiksha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif 1 meningkatkan
aktivitas partisipan mahasiswa dalam KBM, 2 meningkatkan hasil belajar mata kuliah teori akuntansi, 3 mendapat respon yang positif dari mahasiswa karena
pembelajaran menjadi lebih bermakna.