Ruang Lingkup Pengajaran Agama

18 bunyi yang diucapkan oleh orang Arab. Kita mencontoh bunyi yang diucapkan oleh orang Arab karena bahasa Al Qur`an itu adalah bahasa mereka. 7 Pengajaran Tafsir Pengajaran tafsir ini bukan bukan berarti pengajaran “bagaimana menafsir” tetapi apa dan bagaimana tafsirnya. Karena itu pengajaran ini bahannya ialah kitab-kitab tafsir, atau buku-buku tafsir yang ditulis oleh pengarang yang bermacam-macam yang disesuaikan dengan keperluan atau kurikulum suatu sekolah. Pengajaran Tafsir ini seharusnya berisi tafsir dari keseluruhan ayat Al Qur`an. Tetapi karaena banyaknya bahan, meliputi keseluruhan dari ayat Al Qur`an, mulai dari surat Al Qur`an, mulai dari surat Al Fatihah sampai dengan surat An Naas menurut urutan Mushhaf Utsmani, sulit untuk diajarkan dalam satu tingkatan sekolah. Apalagi kalau mengikuti tafsir yang ditulis oleh para mufassirin besar, ada yang sampai lebih dari 30 jilid, dalam bahasa Arab lagi, sulit untuk diajarkan dalam satu tingkatan sekolah. 22 8 Pengajaran Ilmu Tafsir Pengajaran Ilmu Tafsir berarti proses kegiataan belajar-mengajar yang berisi bahan Ilmu Tafsir. Dalam pengajaran ini dibicarakan sejumlah teori atau ilmu yang berhubungan dengan berbagai petunjuk dan ketentuan untuk menafsirkan Al Qur`an. Dengan memahami pengetahuan ini diharapkan agar orang dapat menafsir Al Qur`an, sekurang-kurangnya mengerti akan cara para mufassirin menafsirkan akan Al Qur`an setelah membaca buku-buku tafsir yang ada. Bahan atau alat apa saja yang digunakan oleh para mufassirin dalam menafsirkan Al Qur`an, dapat difahami. 23 9 Pengajaran Hadis Ruang l;ingkup pengajaran hadis ini sebenarnya bergantung pada tujuan pengajarannya pada suatu tingkat perguruan yang dimuat. Yang jelas, semuanya adalah pelajaran tentang teks dan pengertiannya, baik teks itu berasal dari ucapan Nabi, atau ucapan para sahabat tentang Nabi. Isinya tentu ucapan Nabi, kehidupan 22 Zakiyah Darajat, Dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet4, h.94. 23 . Ibid., h 97. 19 Nabi Muhammad SAW. Sejauh mana teks itu dibicarakan atau dibahs, bergantung tentang tujuan pengajaran dan tingkatan perguruannya. 24 10 Pengajaran Ilmu Hadis Ilmu Hadis ialah sekelompok teori ilmu yang dapat digunakan untuk mempelajari Hadis, baik dari segi wurudnya, dari segi matan dan maknanya, dari segi riwayat dan riyahnya, dari segi sejarah dan tokoh-tokohnya, dari segi dapat dianggap menjadi dalil atau tidaknya, dan dari istilah-istilah yang digunakan dalam menilainya, ataupun dari segi syarat-syarat dan berbagai ketentuan dalam memahaminya. 25 Pengajaran ilmu Hadis artinya proses belajar-mengajar yang materinya beriisi bagaimana menilai sesuatu teks Hadis untuk dijadikan sember hukum dalam ajaran Islam. Apakah Hadis ini kuat dan memunahi syarat syarat untuk dijadikan hujjah, baik dari segi matannya, maknanya, wurudnya, dalalahnya, atau tidak dapak dijadikan hujja, baik karena lemahnya atau palsunya. 26 11 Pengajaran Tarikh Islam Tarikh Islam disebut juga Sejarah Islam. Pengajaran Tarikh islam sebenarnya pengajaran sejarah, yaitu sejarah yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan umat Islam. Sejarah ini merupakan salah satu aspek dari agama Islam. Islam lahir dan terus berkembang melalui garis lintas sejarah. Islam hadir dalam kehidupan di gelanggang sejarah sejak orang pertama mulai menganut ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Dilihat dari segi kenyataannya, setiap peristiwa yang terjadi, tidak mungkin peristiwa itu terpisah dari lingkungan yang melatarbelakanginya, tentu saja termasuk peristiwa sejarah. 27 12 Pengajaran Tarikh Tasyri` 24 Ibid., h. 103. 25 Zakiyah Darajat, Dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet4, h.. 104. 26 Ibid., h. 107. 27 Ibid., h 109. 20 Ruang lingkup Tarikh Tasyri` itu meliputi pemunculan dan pengukuhan berlakunya ajaran hukum Islam dalam masyarakat. Dengan kata lain, sejarah membentuk, mengembangkan dan memasyarakatkan ajaran Islam. Masanya dimulai sejak Al Qur`an pertama kali diturunkan di Gua Hira`, sampai saat ini. Tujuannya ialah agar setelah mempelajarinya, orang mengerti, memahami asal- usul Syaria`at Islam, bagaimana perkembangannya, sejauh mana pasang surutnya, mengapa sampai umat Islam itu terpecah menjadi golongan-golongan politik, aliran-aliran mazhab yang fanatik. Kapan Ilmu Agama Islam itu disusun dan untuk apa kaidah-kaidah ilmu agama itu disusun. 28

f. Evaluasi Pengajaran

Program pengajaran agama dapat dipandang sebagai suatu usaha mengubah tingkah laku dengan menggunakan pengajaran agama. Tingkah laku yang diharapkan itu terjadi setelah mempelajari pelajaran agama dan dinamakan hasil belajar dalam bidang pengajaran agama. Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan meliputi tiga aspek, yaitu: pertama, aspek kognitif, meliputi perubahan-perubahan dalam segi penguasaan pengetahuan dan perkembangan ketrampilan atau kemampuan yang diuperlukan untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Kedua, aspek afetif, meliputi bahan perubahan-perubahan dalam segi sikap mental, perasaan dan kesadaran. Ketiga, aspek psikomotor, meliputi perubahan-perubahan dalam bentuk-bentuk tindakan motorik. 29 Jadi dari pengajaran Agama Islam bagi Narapidana memberikan hasil belajar yaitu perubahan tingkah laku dari sebelumnya, bertambahnya ilmu agama sehingga memberikan mental yang baik, kesadaran agama yang baik sehingga menjadikan Narapidana berakhlakul karimah setelah keluar dari Rumah Tahanan Negara RUTAN. 28 Zakiyah Darajat, Dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, cet4, h 116. 29 . Ibid., h.196-197 21

2. Agama Bagi Manusia

a. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

Agama sebagai sumber nilai, sumber etika, dan pandangan hidup yang dapat diperankan dalam kehidupan bermasyrakat dan berbangsa. Pemikiran ini didasarkan pada alasan karena agama mengandung beberapa faktor, yaitu: 1 Faktor kreatif, yaitu ajaran agama dapat mendorong manusia melakukan kerja produktif. 2 Faktor inovatif, yaitu ajaran agama dapat melandasi cita-cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupan. 3 Faktor sublimatif, yaitu ajaran agama dapat meningkatkan dan mengkuduskan fenomena kegiatan manusia, tidak hanya hal keagamaan, tapi juga berdimensi keduniaan. 4 Faktor integratif, yaitu ajaran agama dapat mempersatukan sikap dan pandangan manusia serta aktivitasnya baik secara individual maupun kolektif dalam berbagai tantangan hidup. Manusia butuh terhadap agama, selain karena agama menyediakan berbagai faktor tersebut, juga karena keyakinan keagamaan menyebabkan pengaruh- pengaruh positif yang luar biasa dipandang dari kemampuannya, mampu menciptakan kebahagiaan atau memperbaiki hubungan-hubungan sosial atau mengurangi, bahkan menghapuskan sama sekali kesulitan-kesulitan yang sebelumnya tak terhindarkan di dalam sistem dunia ini. 30

b. Peran dan Fungsi Agama

Kebutuhan manusia terhadap agama semakin diperlukan dalam menjalani kehidupan , mana kala manusia tersebut menghadapi masalah, kehilangan jati diri dan dan arahan kehidupan, mendewakan materi yang tidak bisa sepenuhnya dapat diatasainya seperti: kemerosotan moral, konflik sosial, stress, cemas, gelisah gangguan keamanan, dan berbagai gejala penyakit sosial dan kejiwaan yang akan 30 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam Dengan Pendekatan Multidisipliner, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010, cet 2, h, 37-38. 22 mempengaruhi pikiran dan perasaannya. Jelas tidak dapat diatasi dengan materi, melainkan dengan kembali ke ajaran agama . Peran dan fungsi agama, sebagaimana tersebut diatas, dijumpai pada semua agama, baik agama yang diturunkan oleh Allah SWT. agama samawi maupun agama – agama yang tergolong agama hasil renungan intiuisi manusia biasanya disebut agama wadh`I agama budaya. Dalam Islam, misalnya, agama berperan sebagai hudan yakni pebimbing dan pemberi petunjuk; li yukhrijakum min al – dzulumat ila al-nur mengeluarkan manusia dari kegelapan jiwa kepada pencerahan dan ketenangan jiwa syifa sebagai obat penawar jiwa yang tegang, gelisah, dan cemas; rahmat sebagai kasih sayang Tuhan atas keterbatasan manusia; al-burhan sebagai bukti kekuasaan Tuhan; basyiran pemberi kabar gembira, nadzira sebagai pemberi peringatan, darn al-furqan yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil, dan masih banyak lagi. 31 Dengan demikian, semakin jelas bahwa peran dan fungsi agama terkait erat dengan peran dan fungsi memberikan landasan normatif norma erat hubungannya dengan akhlak, yaitu serangkaian perbuatan yang dinilai baik dan buruk oleh Tuhan yang kemudian mempengaruhi tingkah laku manusia 32 . Sehingga kita sudah mengetahui bagaimana peran dan fungsi agama yang menjadi rambu-rambu kehidupan manusia seperti bagaimana menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya dan itu membentuk bagaimana hubungan dengan TuhanNya, prilaku kepada sesamanya dan kepada makhluk lainNya. Semua itu akan menjadi tanggung jawab apa yang diperbuat dan akan dinilai oleh Tuhan yang menciptakan manusia.

c. Unsur – Unsur Keagamaan

Dalam proses pencarian ajaran untuk dianut manusia yang berkembang menjadi suatu kepercayaan atau agama. Ada yang timbul dan dianut oleh sejumlah besar manusia, tetapi ada pula yang muncul dalam masa tertentu lalu lenyap tanpa penganut. 31 Ibid., h, 39- 40. 32 Ibid., h, 41. 23 Contoh : pencarian Tuhan oleh manusia yang digambarkan pada kisah Nabi Ibrahim As. mulanya ia melihat bintang-bintang dan mengira Tuhan adalah bintang, kemudian bulan karena ia lihat lebih besar dan dahsyat QS 6:74-79 tetapi dengan kecerdasannya Ibrahim menyanggah pikirannya sendiri QS 6:78. Akhirnya ia berucap:               “sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan Yang Menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benara, dan aku bukanlah termasuk orang – orang yang mempersukutukan Tuhan” QS Al – An`am :79. Dalam proses pencarian itu kita perhatiakan segala keperacayaan itu selalu mengandung unsur-unsur antara lain: 1 Adanya kepercayaan bahwa di luar kekuatan manusia ada kekuatan yang lebih perkasa yaitu kekuatan ghaib. Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat pada kekuatan ghaib itu sebagai tempat memohon pertolongan. Manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan kekuatan Ghaib tersebut dengan mematuhi perintah – Nya dan menjauhi laranganNya. 2 Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia dan kebahagiaan hidupnya di akhirat tergantung pada adanya hubungan baik dengan kekuatan Ghaib tersebut. Tanpa adanya hubungan baik itu, manusia akan sengsara hidupnya di dunia dan di akhirat. 3 Adanya respon yang bersifat emosional dari manusia, baik dalam bentuk perasaan takut atau perasaan cinta. Selanjutnya respon itu mengambil bentuk pemujaan atau penyembahan dan tatacara hidup tertentu bagi masyrakat yang bersangkutan. 4 Paham adanya kudus the sacred dan suci, seperti Tuhan, Nabi, kitab suci, tempat – tempat suci, tempat ibadah dan sebagainya. 33 33 Kaelany HD, Islam Agama Universal, Jakarta: Midada Rahmah Press, 2006, h, 34-36.