Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4 mempunyai keterbatasan ruang lingkup. Seperti, pelaksanaan pendidikan
berlangsung dalam keluarga sebagai pendidikan informal, di sekolah sebagai pendidikan formal, dan dimasyarakat sebagai pendidikan nonformal serta
berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses memanusiakan manusia secara manusiawi
3
. Dan pendidikan juga sebagai bentuk pengajaran di lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara yang
mengajarkan tentang segala prilaku keagamaan, nilai kehidupan, dan mengajarkan kematangan mental narapidana.
Oleh karena itu pendidikan di Rumah Tahanan Negara sangat tidak bisa dipisahkan dengan masalah akhlak, kondisi tersebut menjadi Persoalan terpenting
yang harus dilihat oleh para pengajar sebagai mentransfer ilmu adalah prinsip bahwa penggunaan metode dalam proses kependidikan Islam harus mampu
membimbing, mengarahkan dan membina anak didik menjadi manusia yang matang atau dewasa dalam sikap dan kepribadiaanya, sehingga tergambar dalam
dirinya tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
4
. Pemicu pendidikan agama Islam mempunyai tuntutan bagi narapidana di
dalamnya. Untuk efektif dan efisen dalam pelaksanaan pengajarannya dibutuhkan pengajar yang tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikan yang bermoral
kearah tujuan yang di cita-citakannya. Pendidikan pengajaran agama Islam itu tidak akan berarti apa-apa manakala tidak memiliki cara yang tepat untuk
mentransformasikannya kepada yang diajarkan. Ketidaktepatan dalam penerapan metode secara praktis akan menghambat proses belajar mengajar yang akan
berakibat membuang waktu dan tenaga secara percuma
5
. Upaya pengajaran agama Islam di Rumah Tahanan Negara bagi Narapidana
untuk membina narapidan menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan dapat diterima kembali oleh masyarakat pasca penjara yaitu bukan hanya
3
Ary H. Gunawan, kebijakan-kebijakan Pendidikan di Indonesia, Jakarta:Bina Aksara,1986, hal 1.
4
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafar Pendidikan Islam, Jakarta: PT Ciputat Press, 2005, Cet.2, hlm 71.
5
Ibid, hlm 65.
5 pemberian hukuman, penanaman bakat dan ketrampilan, tetapi juga terdapat
pembinaan moral dan pengajaran kerohanian berupa pembinaan kesadaran beragama guna menunjang jiwa keagamaan narapidana. Kegiatan pengajaran
agama para narapidana misalnya, kegiatan pengajian setiap harinya selalu membaca Al-Qur`an yang dibimbing oleh pengajar yaitu beberapa ustad dan
ustadzah, serta diberikan tausiah-tausiah keagamaan yang berguna dan beberapa program keagamaan yang berguna untuk menambah pengetahuan ilmu agama dan
memahaminya, setiap bulannya terdapat program-program keagamaan seperti, khataman Al-Qur`an, hafalan Qur`an, pengajian kitab, dan sebagainya.
Pengajaran agama tersebut menjadi kontrol agama dalam dirinya yang berperan dalam setiap tindakannya setelah selesai masa hukumannya, karena
upaya pengajaran agama di Rumah Tahanan sangat mengharapkan narapidana dapat memahami berbagai teori ibadah dan tata cara pelaksanaanya. Dengan teori
tersebut narapidana secara sadar mampu melaksanakan ibadah secara baik, benar, dan bagus, serta beretika dalam bermasyarakat. Walaupun terkadang masih ada
saja narapidana yang telah mendapatkan pengajaran agama Islam di Rumah Tahanan Negara ketika bebas hukuman dan kembali di masyarakat, tidak
melaksanakan kewajiban agamanya seperti yang biasa dilakukan di rumah tahanan Negara sebelumnya. Maka dari itu, pengajaran agama yang telah didapat
menjadi kontrolnya. Seperti yang telah dipaparkan diatas, penulis menilai bahwa pengajaran
agama Islam sangat penting untuk diterapkan sebagai basis penguatan moralitas individu setiap manusia baik dalam pendidikan formal maupun non-formal,
terlebih pada menggaris bawahi esensi dari diterapkannya hukuman bagi masyarakat yang melanggar peraturan perundang-undangan untuk mengurangi
angka kriminalitas di Indonesia. Sebagai bentuk pengajaran agama Islam yang dilakukan bagi narapidana di Rumah Tahanan Negara adalah dengan memberikan
pengajaran keagamaan bagi narapidana. Karena walaupun narapidana adalah pelanggar hukum, narapidana tetap mendapatkan haknya seperti yang ada di UU
No.12 Thn 1995-Pemasyarakatan Pasal 14 pada point a, b, dan c yaitu :
6 Narapidana Berhak:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya, b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani,
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
6
Dengan pengajaran agama tersebut, diharapkan para narapidana sadar akan perbuatannya dan bertobat sehingga kembali pada jalan yang benar dan tegar
dalam menjalani kehidupan pasca penjara. Ada beberapa hal yang mendorong mengapa wanita yang diteliti dalam hal ini,
bahwa yang menarik perhatian peneliti adalah kenyataan yang tak dapat dipungkiri yaitu terdapat perbedaan antara wanita dan kaum laki-laki yang nyata
adalah secara bentuk fisik maupun dalam hal lemah lembutsensistif. Namun dalam kenyataan bahwa kejahatan yang dilakukan wanita sering terjadi walaupun
lebih besar kriminalitas dilakukan oleh laki-laki. Berdasarkan pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
di Rumah Tahanan Negara Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur. Rumah Tahanan Negara ini memiliki peranan yang sama seperti lembaga
– lembaga pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara lainnya yang ada di Indonesia, yang
berkaitan dengan pengajaran agama Islam bagi narapidana wanita di Rumah Tahanan Negara. Maka penulis mengambil judul skripsi sebagai berikut
“Pengajaran Agama Islam Bagi Narapidana Wanita di Rumah Tahanan Negara RUTAN Kelas II A Pondok Bambu Jakarta Timur”