BAB III ALLAH, PEWAHYUAN DAN KOMUNIKASI IMAN
A. Allah
1. Gambaran-gambaran Allah
Pertanyaannya adalah dengan pengalaman manakah, dan dengan gambaran manakah orang beriman yang membicarakan tentang Allah. Dengan
berbagai macam cara orang memperoleh pengalaman berjumpa dengan Allah. Dapat diartikan bahwa oleh seseorang pengalaman tersebut dianggap berharga
walaupun tanpa ada saksi dari orang lain. Faktor yang mempengaruhi orang memperoleh pengalaman yang bermakna adalah bagaimana orang belajar untuk
menginterpretasikan pengalamannya menurut sudut pandang yang dalam. Tantangan yang mendasar bagi gereja adalah bagaimana menginterpretasikan
pengalaman. Yang menentukan pembentukan identitas kristiani bukanlah pengalaman-
pengalaman yang terjadi, melainkan pengalaman mengenai pembebasan dalam kasih, keadilan dna perdamaian atau pengalaman yang terkait pelayanan kepada
hidup. Seperti yang diungkapkan dalam Kitab Suci di mana Allah disebut Allah kasih dan keadilan, Allah murah hati dan perdamaian, Allahnya orang miskin dan
tertindas. Hanya gambaran yang sebagai gambaran Keterakhiran ini yang membangkitkan hara pan dan kasih melawan kuasa-kuasa kejahatan yaitu
gambaran yang berbicara tentang hidup. Gambaran Allah yang paling nampak adalah dalam Sabda yang telah menjadi Manusia yaitu Yesus Kristus. Pentinglah
28
bagi pembangunan jemaat supaya memperhatikan aspek-aspek seperti di atas ini dan memulai proses-proses perbaikan. Memperhatikan dan memperbaiki belum
cukup, karena gambaran, bayangan dan pengertian itu hanya menjelaskan bagaimana orang berpikir tentang Allah.
2. Analisis Penelitian
Penelitian empiris yang banyak dipakai akhir-akhir ini menggolongkan jawaban atas pertanyaan bagaimanakah Allah hadir pada manusia. Hasilnya ialah
4 macam jawaban atau pernyataan. Ada Allah yang mempedulikan kita masing-masing secara pribadi
Pasti ada semacam kekuasaan yang lebih tinggi yang menguasai kehidupan
Saya tidak tahu apakah ada Allah atau kekuasaan yang lebih tinggi Tidak ada Allah dan tidak ada kekuasaan yang lebih tinggi
Penggolongan ini dapat dikritik karena bagi orang kristiani keempat pernyataan tersebuat bisa berlaku sama. Namun jawaban atas pertanyaan itu bisa
relevan. Di dalam negara modren, semula orang setuju dengan pernyataan a, tetapi semakin lama dapat berubah seiring dia mengenali diri sendiri sesuai dengan
ketiga pernyataan tersebut. Pergeseran pernyataan dari a ke b,c dan d terjadi pada orang muda. Ada negara modren di mana persetujuan orang muda dengan
pernyataan a sudah minim sekali. Kebanyakan orang yang setuju dengan pernyataan a adalah orang yang aktif dalam kegiatan gereja. Tetapi pendapat ini
tidaklah mutlak, karena bisa saja orang yang setuju dengan pernyataan b-d itu orang yang aktif di kegiatan gereja. Akan tetapi gambaran menyeluruh
29
menunjukkan bahwa keanggotaan Gereja telah mengalami jatuh bangun dengan adanya pengalaman tentang Allah menurut pernyataan a. Persetujuan dengan
pernyataan a berkurang sebanding dengan umur orang yang semakin muda. Dilihat dari teologis praktis, masalahnya tidak lagi hanya mengenai
gambaran-gambaran Allah. Jika kita membayangkan data secara proses maka yang sesungguhnya terjadi adalah pergeseran dalam hal pengakuan akan Allah
sendiri dari relasional ke objektif, kemudian dari kebimbangan ke penyangkalan. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa ciri pernyataan a yang berlaku untuk
anggota Gereja yang aktif berlaku juga untuk orang beriman tradisional maupun yang beriman modern. Jadi, keakifan dalam Gereja tidak bergantung pada
gambaran Allah yang berbeda dalam aliran tradisional dan modern. Kesimpulannya bahwa setiap gereja mempunyai pola masing-masing yang
berbeda satu sama lain, sehingga ditemukan gambaran-gambaran Allah tertentu menurut mereka. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterlibatan. Yang
menentukan ialah apakah pergaulan dengan Allah dalam doa dianggap sebagai praktek yang bermakna. Semua ini dapat diambil kesimpulan yaitu Gereja
kehilangan inti daya hidup karena proses sekularisasi, sehingga doa menjadi hilang dari hidup orang. Krisis Gereja dewasa ini adalah krisis doa. Jadi, dalam
pembangunan jemaat sebagai prioritas utama perlu diusahakan budaya untuk berdoa yang baru yang mempunyai kepercayaan yang besar dari umat.
3. Dilema