Komponen yang pertama adalah teologi dialektis. Komponen yang kedua adalah personalitas yang berasal dari filsafat Komponen yang ketiga adalah teologi harapan.

12 memanggil kita untuk mengembangkan diri sesuai dengan identitas kita, yaitu sebagai manusia yang bebas dan bertanggungjawab atas hidup dalam ruang dan waktu.

3. Teologi

Kesadaran akan identitas ini menjadi ciri teologi modern, yaitu Allah mau dipahami sebagai Yang imanen berada dalam kesadaran atau dalam akal budi. Allahlah yang mewajibkan kita secara mutlak dan tanpa syarat untuk memilihi pembebasan dan tanggung jawab atas dunia dan sejarah. Di dalam teologi politis, orang berpikir tentang Allah kita tetapi dengan berbagai macam tekanan. Orang berbicara tentang Allah kita dalam berbagai macam bentuk teologi kemerdekaan. Dalam hal ini pembangunan jemaat mau dilihat dalam konteks teologi yang memerdekakan, dimana orang tidak lagi ingin merasa berada dalam tekanan tetapi merasakan suatu kebebasan. Komponen-komponen Historisnya ada dua, sebagai berikut:

a. Komponen yang pertama adalah teologi dialektis.

Disebut demikian karena mempertemukan antara religi dan agama yang akan diolah. Di dalamnya mempertentangkan pendapat antara ilahi-sakral mengenai fakta-fakta yang seakan-anak ditentukan terlebih dahulu secara alamiah, dengan pengabdian kepada Allah, sebagaimana allah telah mewahyukan diri dalam diri Yesus Kristus. Muncullah peperangan Allah yang benar yang mengasihi manusia melawan ilah-ilah yang membelenggu manusia. Dalam konteks ini, Gereja yang vital adalah Gereja yang dapat menemukan ilah-ilah di zaman sekarang dan membasminya dengan sekuat tenaga. 13

b. Komponen yang kedua adalah personalitas yang berasal dari filsafat

eksistensi. Ini merupakan jiwa pembaruan Gereja Katolik sebelum, selama, dan sesudah konsili Vatikan II. Teologi ini lebih menekankan pada arti unik setiap manusia sebagai subjek di hadapan Allah dan dalam relasinya dengan sesama manusia. Menjadi manusia berarti mewujudkan diri sambil memilih yaitu memilih orang yang mengajak dan menantang kita serta mengembalikan kita kepada diri kita sendiri dalam paguyuban, perjanjian, dialog, pertanggungjawaban dan kasih. Gereja yang vital dalam konteks ini adalah jemaat beriman yang terdapat orang, berdasarkan hubungan yang sama dengan Allah yaitu saling memberi diri dan saling menerima. Komunikasi itu terjadi dalam kesetimbalan yang terus-menerus antara kata dan jawaban, antara pelayanan dan balasan.

c. Komponen yang ketiga adalah teologi harapan.

Teologi ini lahir di tahun enam puluhan, ketika orang sadar akan ketidakhadiran Allah dalam kesenangan kesengsaraan di Dunia Ketiga yang semakin bertambah, di dalam ancaman perang, dan pengrusakan lingkungan. Teologi ini mencari jawaban atas hilangnya makna hidup di tengah-tengah keadaan dunia moderan yang tidak jelas. Gereja yang vital adalah jemaat beriman yang dalam masa yang gelap dewasa ini memelihara dan melestarikan makna hidup serta impian kebebasan lewat usaha untuk mewujudkan kemanusiaan yang benar di dunia ini sekarang. Dapat dikatakan bahwa ketiga pembaruan spiritual yang terjadi dalam penghayatan iman serta kenyataan kristiani menyatu dalam teologi politis dan 14 teologi pembebasan. Ketiganya merupakan aliran yang mengkritik kenyataan moderen secara tajam, namun dalam prinsipnya menyetujui inti pokok proses sekularisasi sebagai kristiani. Teologi masa kini cenderung mencoba mengolah kritik itu di dalam pandangan-pandangan tindak-tanduk. Politik di sini berarti bahwa ruang dan waktu, dunia serta sejarah dimengerti sebagai totalitas yang terdiri atas struktur-struktur dan proses yang harus dan dapat diubah secara berulang-ulang menuju janji Allah dan maksud Allah dengan manusia. Gereja yang vital menurut konteks ini adalah, jemaat beriman yang melihat secara nyata, dengan berani, dan dengan memahami kenyataan, tanpa pamrih mengikuti Yesus. Kemudian secara nyata berusaha dan berjuang demi keadilan, demi perdamaian, demi kehidupan manusia dan juga berguna bagi manusia yang lain. Gereja seperti ini dalam berbagai hal dan secara berulang-ulang akan melihat dengan membandingkan dengan slogan murahan dan dengan nilai serta norma yang berlaku dalam bidang ekonomi, politik, dan ideologi masyarakat yang modren.

4. Etik