37
3. Iman di Alur Kebenaran
Di dalam Kiatab Suci, mengenal Allah yang benar berarti juga melakukan kebenaran dalam kemanusiaan yang sungguh-sungguh. Kebenaran dalam Kitab
Suci merupakan pengertian menyeluruh yang tidak hanya berkaitan dengan deskripsi objektif yang sah. Paham kebenaran itu sendiri berubah. Di dalam Kitab
Suci dan budaya kristiani hanyalah benar sebagaian saja menurut arti modern sebagai ungkapan kenyataan yang objektif sah.
Sudah menjadi pengalaman sehari-hari dalam pewartaan dan katekese bahwa demi pengertian yang benar tentang teks Kitab Suci yang diwahyukan dan
tentang tradisi kristiani, maka ketiga alur perlu dibeda-bedakan. Salah satu penyebabnya yang penting adalah bahwa dengan perkembangan ilmu
pengatahuan alam yang modern selama berabad-abad akhir-akhir ini dan dengan penaklukan alam yang semakin maju. Pengetahuan itu menjadi jiwa kemajuan
teknologi dan dengan demikian juga jiwa kemajuan sistem ekonomi. Sistem pendidikan dewasa ini mempunyai arah untuk memperoleh
pengetahuan objektif. Perkembangan ilmu pengetahuan ini merupakan aspek yang hakiki dari proses sekularisasi oleh karena melalui proses ini sudah dan sedang
diperoleh kemajuan yang pesat bagi kebebasan serta hidup manusiawi yang wajar.
4. Iman di Alur Etik
Kegagalan apologetika, hampir spontan namun dengan pengertian yang mendalam, pembaharuan Gereja mengatakan ortopraksis. Adalah melakukan
kebenaran sebagai inti iman akan Allah yang sesungguhnya. Pada waktu itu bangkilah perhatian baru terhadap sakramen. Gereja dalam pengakuannya akan
38
Allah lebih menekankan alur keduak, yaitu discours-praktis yang berhubungan dengan nilai dan norma. Yang menjadi pokok pertanyaan adalah “apa yang dapat
disumbangkan oleh tradisi kristiani secara khas kepada discours ini?” Dengan terlalu mudah, ilmu pengetahuan dapat disalahgunakan oleh para
pemegang ekonomi, sosial, dan politik yang kemudian lebih dari sebelumnya bisa membunuh kebebasan dan kehidupan. Teknologi modern dapat menjadi berkat
dan juga bisa menjadi bencana. Di dalam masyarakat yang selalu mengagungkan dunia yang berharap akan kebebasan, keunggulan discours-teoritis sedang
bergeser kepada discours-praktis. Kesadaran akan Keterakhiran ikut bergeser. Kemudian, di dalam Gereja arti iman akan Allah bergeser ke pada iklim etik.
Di dalam gereja pergeseran itu berakibat radikal. Pertama, perhatian bergeser dari Allah sebagai pencipta kepada Allah yang menyatakan diri-Nya
dalam Israel dan dalam Yesus dari Nazaret sebagai Allah yang mengasihi manusia. Terjadi pembelokan kristosentris, yaitu kepada Yesus dari Nazaret
sebagai model untuk hidup, menurut nabi-nabi yang besar. Kedua, tumbuh perhatian bagi tanggung jawab sosial. Muncul juga kekawatiran etis terhadap
pewartaan moril Gereja yang didasarkan pada model etis pertama dan kedua. Model-model ini semakin tidak mungkin untuk menggabungkan iman kristiani
dengan aspirasi kebebasan modren dalam discours-praktis betapapun objektif tampaknya penentapan norma-normanya.
Orang beriman dan pemimpin Gereja yang karena tindak-tanduknya memperoleh penghargaan etis yang besar dari lapisan yang luas mungkin
menimbulkan pengertian tertentu terhadap makna pergaulan dengan Allah itu. Dengan pelayanannya kepada kehidupan, Gereja dapat memperoleh goodwill bagi
39
pengakuannya. Akan tetapi kedua hambatan yang berhubungan dengan pengalaman akan Allah itu ternyata begitu besar sehingga pelayanan Gereja juga
di dalam Gereja sendiri, belum dapat menyakinkan orang bahwa berdoa merupakan tindakan bermakna.
5. Iman di Alur Kesungguhan