Ekonomi ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL

41 Kebijakan pemerintah pusat mengenai pajak yang diatur dalam PP No. 7 Tahun 2007 menyatakan bahwa barang hasil pertanian yang bersifat strategis termasuk di dalamnya adalah atsiri yang atas impor dan atau penyerahannya dibebaskan dari pajak pertambahan nilai. Hal ini tentunya sangat meringankan beban pengusaha minyak akar wangi dalam menjalankan bisnisnya. Disamping kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung usaha penyulingan minyak akar wangi bagi para UKM ini, ada juga kebijakan pemerintah yang sedikit menghambat UKM Penyulingan minyak akar wangi. Adanya kebijakan pemerintah pada akhir tahun 2005 tentang mengurangi subsidi bahan bakar minyak BBM dengan menaikkan harga BBM lebih dari 100 persen telah menempatkan para penyuling di ambang kehancuran. Biaya membeli minyak tanah sebagai bahan bakar utama penyulingan naik lebih dari dua kali lipat, sementara harga minyak akar wangi kerap tak menentu dan tidak mengalami kenaikan. Kondisi semakin sulit tatkala banyak penyuling yang ditangkap polisi gara-gara membeli minyak tanah dalam jumlah besar. Aturan pembatasan pembelian menjadi tembok penghalang bagi penyuling yang membutuhkan 350 liter minyak tanah untuk sekali menyuling selama lebih kurang 24 jam. Dampaknya kini dari 30 penyuling akar wangi di Garut, 20 di antaranya kolaps. Lahan akar wangi seluas 2.400 hektar yang tersebar di empat kecamatan pun menyusut menjadi sekitar 1.000 hektar. Mereka yang masih bertahan menyiasati persoalan bahan bakar ini dengan memakai solar atau oli bekas sebagai bahan bakar. Upaya efisiensi bahan bakar dengan menaikkan temperatur dan mempersingkat lama pembakaran membuat minyak akar wangi gosong karena disuling dengan tekanan 5-6 bar dalam waktu lebih singkat, hal ini mengakibatkan kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus. Selain hal diatas, adanya Surat Keputusan SK Bupati Daerah Tingkat II Garut No. 520SK 196-HUK96 memutuskan bahwa areal penanaman akar wangi di Kabupaten Garut dibatasi yaitu seluas ± 2400 Ha yang meliputi wilayah Samarang 1200 Ha, Bayongbong 250 Ha, Cilawu 200 Ha, dan Leles 750 Ha. Hal ini tentu saja menyulitkan para pengusaha penyulingan minyak akar wangi, mengingat terbatasnya areal penanaman akar wangi yang ujunganya akan terjadi persaingan dalam memperoleh bahan baku. Perebutan bahan baku antar sesama penyuling mengakibatkan pasokan bahan baku untuk penyuling semakin berkurang dan berakibat pada tidak kontinunya produksi minyak akar wangi yang dihasilkan.

2. Ekonomi

Perkembangan minyak akar wangi Indonesia dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Volume ekspor minyak akar wangi Indonesia dari tahun tahun 2002 sampai dengan 2006 dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Volume dan nilai ekspor minyak akar wangi Sumber : BPS 2007 Tahun Volume Ekspor Kg Nilai Ekspr US 2002 75.714 1.078.451 2003 45.821 1.428.682 2004 56.444 2.445.744 2005 74.210 1.544.618 2006 75.199 2.085.458 42 Fluktuasi minyak akar wangi terutama disebabkan oleh mutu minyak akar wangi yang tidak sesuai dengan permintaan pasar tidak seragam dan mutu rendah, hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah mengenai kenaikan bahan bakar minyak tanah dan konversi minyak tanah ke gas. Naiknya harga bahan bakar minyak tanah, tidak berpengaruh terhadap harga jual minyak akar wangi di pasaran internasional, sehingga walaupun biaya produksi meningkat akibat kenaikan bahan bakar, harga minyak akar wangi tidak ikut meningkat dan hal ini tentunya merugikan para penyuling minyak akar wangi. Hal inilah yang membuat para penyuling menaikan tekanan selama proses penyulingan yang bertujuan untuk mempersingkat waktu penyulingan dan menghemat bahan bakar. Akibatnya kualitas minyak akar wangi yang dihasilkan menjadi kurang bagus. Selain terjadinya fluktuasi volume permintaan minyak akar wangi, terjadi pula fluktuasi harga minyak akar wangi. Hal ini tentu sangat merugikan pihak petani dan penyuling minyak akar wangi. Kendala ketidakstabilan permintaan minyak akar wangi serta ketidakstabilan harga minyak akar wangi di pasar internasional menyebabkan ketidakstabilan permintaan dan harga minyak akar wangi didalam negeri yang kemudian tentunya membuat permintaan dan harga terna akar wangi menjadi tidak stabil pula. Hal ini disebabkan industri akar wangi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional mengingat lebih dari 90 produksi minyak akar wangi Indonesia diekspor dan posisi Indonesia yang hanya sebagai price taker dipasar internasional. Kondisi permintaan dan harga minyak dan terna akar wangi didalam negeri yang sangat fluktuatif ini menyebabkan keuntungan usahatani akar wangi serta keuntungan usaha agroindustri penyulingan akar wangi menjadi fluktuatif dan rendah Indrawanto et al., 2007. Tingkat keuntungan yang fluktuatif dan rendah ditambah belum terdapatnya varietas unggul akar wangi dengan produktivitas dan kadar minyak tinggi serta kurangnya pembinaan terhadap petani dan pengusaha akar wangi menyebabkan petani tidak menerapkan teknologi budidaya anjuran dan penyuling akar wangi tidak menerapkan teknologi penyulingan anjuran. Hal ini mengakibatkan produktivitas usaha tani dan efisiensi agroindustri penyulingan menjadi rendah dan tentunya mengakibatkan semakin rendahnya pendapatan yang diterima petani dan penyuling akar wangi. Akibat lebih lanjut akses petani dan pengusaha penyuling akar wangi terhadap sumber modal dari lembaga keuangan menjadi lemah, yang mengakibatkan semakin menurunkan kinerja industri akar wangi Indonesia. Kurs mata uang merupakan salah satu faktor yang penting dalam perdagangan Internasional. Standar mata uang yang digunakan dalam jual beli minyak atsiri yaitu ditetapkan dengan USD atau Dollar Amerika. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah meningkat, maka para pengusaha minyak akar wangi akan mendapatkan harga sesuai dengan yang diharapkan, dan sebaliknya. Jika kurs atau nilai tukar dollar terhadap rupiah menurun, maka harga minyak akar wangi akan ikut turun, sehingga merugikan pengusaha minyak akar wangi. Sejauh ini belum ada kebijakan dan aturan khusus yang mengatur penetapan harga minyak atsiri dalam hal ini minyak akar wangi ketika menghadapi kondisi seperti diatas. Oleh karena itu, pihak pemerintah, DAI, dan para pengusaha minyak akar wangi perlu untuk melakukan suatu kesepakatan dan perjanjian dengan pihak negara pengimpor, sehingga harga minyak akar wangi diharapkan akan tetap stabil. Dilihat dari sisi ekonomi, dengan adanya UKM PWN ini memberikan manfaat yang besar terutama dalam penciptaan lapangan kerja untuk masyarakat sekitar. Selain itu, dengan peningkatan kapasitas produksi maka otomatis akan meningkatkan penerimaan daerah, dan meningkatkan ekspor minyak akar wangi Indonesia. 43

3. Sosial Budaya