143
Gambar 13. Kompleksitas Permasalahan Mean Issue Kemiskinan
Sumber: Data primer diolah, 2012
B. Kerangka Konsep
1. Tiga perspektif Pendekatan Pengelolaan DAS
Melalui pendekatan pengelolaan DAS daerah aliran sungai, persoalan banjir setidaknya dapat diterangkan dengan tiga perspektif. Pertama, banjir
sebagai fenomena debit puncak peak discharge. Banjir dan rob terjadi karena debit puncak tidak dapat ditampung oleh dimensi sungaisaluran. Jika DAS
dipahami sebagai sebuah hamparan wilayah, dimana hujan yang jatuh di hamparan wilayah itu akan menuju ke sungai yang sama, maka debit puncak
Luput dari jangkauan
sasaran pembangunan
pro poor pro poorest
Daya kreativitas
rendah untuk mengelola
sumberdaya lokal sebagai
usaha produktif
Sikap Pesimistik,
dan cenderung
apatis nrimo
Strategi Survival lemah
Akses terhadap
kesempatan pemanfaatan
kegiatan produktif
lemah Kualitas
sumberdaya manusia lemah
AKAR PERMASALAHAN
The Main Causes
Dalam berbagai hal posisi tawar
lemah
Pendidikan formal dan non
formal rendah
Hubungan sosial dengan berbagai
pihak pengelola usaha produktif
lemah
144
merupakan akumulasi dari debit run off limpasan permukaan yang berasal dari tiap persil lahan di DAS yang bersangkutan.
Dari perspektif ini, maka dalam konsep pengendalian banjir dan rob, maka setiap masyarakat DAS, yaitu individu, atau badan hukum yang menguasai persil
lahan di DAS itu, harus ikut serta menurunkan debit limpasan yang keluar dari persil lahannya masing-masing. Kedua, banjir sebagai akibat meningkatnya
koefisien limpasan DAS, yaitu nisbah antara banyaknya air hujan yang menjadi limpasan permukaan dengan banyaknya air hujan yang jatuh di DAS yang
bersangkutan. Setiap jenis penggunaan tanah memiliki koefisien limpasan yang berbeda. Koefisien limpasan suatu DAS merupakan rata-rata tertimbang dari
koefisien limpasan masing-masing persil lahan. Jadi, jika kita ingin mengendalikan banjir mengurangi koefisien limpasan DAS, maka setiap
masyarakat DAS harus berpartisipasi untuk menurunkan koefisien limpasan pada persil lahannya masing-masing.Ketiga, banjir sebagai produk dari eksternalitas
hidrologi yang negatif. Debit limpasan yang keluar dari setiap persil lahan, yang kemudian menyebabkan banjir, merupakan eksternalitas hidrologi yang negatif
dari persil lahan itu. Setiap masyarakat DAS berpotensi menjadi produsen eksternalitas hidrologi yang negatif, dimana biaya eksternalitasnya ditanggung
oleh warga di hilir dalam bentuk banjir. Dari perspektif ini, maka banjir dapat dikendalikan jika setiap masyarakat DAS melakukan upaya internalisasi.
Ketiga perspektif tersebut pada dasarnya menerangkan hal yang sama, bahwa untuk mengendalikan banjir di suatu wilayah DAS, maka setiap
masyarakat DAS, yaitu individu atau badan hukum yang menguasai persil lahan
145
di wilayah DAS yang bersangkutan, harus melakukan ”sesuatu” yaitu mengadakan atau membangun sistem genangan dan atau sistem resapan di persil
lahannya masing-masing. Setidaknya terdapat dua rumpun teknologi untuk membangun sistem genangan atau sistem resapan di setiap persil. Pertama,
rumpun teknologi konservasi tanah dan air. Dan kedua, rumpun teknologi pemanenan air hujan rain water harvesting. Rumpun teknologi yang terakhir ini
terutama dikembangkan di wilayah dengan curah hujan CH rendah dibawah 1000 mm per tahun.
2. Dua pendekatan terhadap perilaku