40
lahan dan air yang berangsur-angsur sejak seribu tahun yang lalu. Sistem polder ini diawali ketika para petani yang selalu memberi patok terhadap lahan gambut
garapannya. Mereka mengolah tanah gambut tersebut dengan membuat parit dan kanal. Tapi kenyataannya sistem drainase kanal terbuka buatan manusia tersebut
ternyata memicu penurunan level tanah subsidence. Ini mengancam kawasan mereka yang akan tenggelam jika tidak membuat pelindung banjir dan tindakan-
tindakan pengelolaan air. Agar tak terjadi banjir para petani berpikir sederhana yaitu dengan membangun tanggul. Pertama kali bangsa Belanda mengenal
tanggul kira-kira 1.000 tahun yang lalu. Sejak itu pula, tanggul dan sistem polder disempurnakan dan diperluas penggunaannya.
3. Polder di Belanda dan Indonesia
a. Sistem Polder di Belanda Belanda adalah sebuah negara di Eropa Barat yang berukuran mini jika
dibandingkan dengan Indonesia. Percaya atau tidak, luas daratannya hanya 41.526 km
2
sedangkan Indonesia memiliki luas daratan mencapai 1.922.570 km. Untuk lebih sederhana, luas Belanda jika melintang dari utara ke
selatannya hanya 300 km sedangkan dari barat ke timur hanya 200 km. Belanda adalah sebuah low-lying country. Sebagian besar daratannya memiliki
ketinggian di bawah permukaan air laut. Oleh karena itu, air bisa menjadi kawan sekaligus lawan mereka. Untuk itu mereka mulai melakukan inovasi
dengan membangun sistem polder. Polder secara sederhana adalah sebidang tanah yang memiliki ketinggian yang lebih rendah dari permukaan air laut dan
dikelilingi oleh tanggul-tanggul buatan serta alat pompa yang berfungsi untuk
41
mengontrol jumlah air yang ada di sekitar tanggul. Polder sendiri, walaupun hanya berada di beberapa daerah tertentu saja, nyatanya banyak sekali
ditemukan di Belanda. Kasarnya, polder memiliki peranan yang sangat penting di Belanda. Bisa dibayangkan, Belanda tanpa polder bisa menjadi Atlantis
kedua. Sistem polder ini pun akhirnya ikut diterapkan di berbagai negara lain,
contohnya di Jepang, Inggris dan Belgia. Mungkin, jika pemerintah ingin ikut mencontoh sistem polder ini di daerah-daerah pesisir, kerusakan yang
diakibatkan oleh gelombang pasang dan badai bisa diperkecil dampaknya. Namun begitu, kita masih perlu melakukan kajian lebih lanjut mengenai hal
ini. Untuk menganalisis masalah rumit menyangkut para aktor dalam pengembangan polder perkotaan yang berkelanjutan dapat di gunakan 4 resep
diambil dari Netherlands Development Assistance Research Council RAWOO, 2000:
1 Adanya masyarakat yang terorganisir, badan-badan pemerintah yang perduli, penyedia kredit, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
2 Adanya konsep pemerintahan yang bersih “good governance” dengan
pembangunan berkelanjutan sebagai tujuan sentralnya 3 Unsur-unsur dasar dari kota lestari dan fungsional. Menurut mereka, kota-
kota harus “layak dihuni,” dengan kepastian kualitas hidup yang baik dan memberikan kesempatan yang adil dan seimbang kepada para warga.
Untuk mencapai tujuan ini mereka harus kompetitif, terurus dan dikelola dengan baik
serta berkelanjutan;
42
4 Sebuah “peta kota” dengan dunia di sekitarnya, dengan kategori-kategori
penting para aktor yang berperan di dalamnya. Ini merupakan cara bagaimana para aktor tersebut yang ada di kota tetapi juga merupakan
aktor yang jauh di “dunia luar”, yang berinteraksi secara lokal, dan inilah yang menentukan apakah ada atau tidak sebuah lingkungan yang
mendukung enabling environment yang bekerja untuk peningkatan
pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
b. Polder di Indonesia Polder-polder yang pertama dikembangkan di Indonesia diperuntukan
untuk tataguna lahan pertanian. Sebagai contoh ada Polder Sisir Gunting 3.000 ha di Sumatera Utara. Polder ini adalah polder tertua di Indonesia, yang
pembangunan konstruksinya dimulai pada tahun 1924. Setelah tahun 1975 tanggul-tanggul dan pintu-pintu pengatur ketinggian muka air perlahan-lahan
mulai rusak sehingga lebih dari 1.000 ha lahan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Polder tersebut diteruskan dengan membangun polder Alabio 6.000 ha di
Kalimantan Selatan. Saat ini polder ini sedang diperbaiki. Polder-polder lain terutama untuk tataguna lahan pertanian, seperti Polder Sepanjang 3.600 ha
di pantai utara dekat Medan, Rawa Sragi 7.000 ha di Propinsi Lampung dan polder-polder di delta Kali Brantas di bagian Timur Jawa Group Polder
Development, 1982. Polder-polder ini secara singkat akan dibahas sebagai berikut:
43
i. Polder Pluit Jakarta Polder Pluit di Jakarta diperkirakan merupakan polder perkotaan
yang paling tua. Polder ini dibangun sekitar tahun 1970 dan sebagian besar digunakan untuk pembangunan perumahan. Polder Pluit ini dibangun oleh
pengembang swasta yang membangun rumah-rumah penduduk, sistem jalan, tanggul-tanggul, fasilitas umum, kolam retensi dan atau kanal serta
saluran pembuangan air gravitasi yang dikombinasikan dengan stasiun pompa.
ii. Polder Pantai Indah Kapuk Jakarta Polder Pantai Indah Kapuk sudah dilengkapi dengan tanggul-tanggul
untuk melindunginya terhadap air laut dan limpasan air dari bagian hulu. Tanggul-tanggul tersebut juga digunakan sebagai bagian dari sistem jalan
polder. Pembangunan polder ini dimulai pada tahun 1990-an. Bangunannya dilengkapi dengan sebuah jaringan drainase, saluran dan
kolam retensi dan sebuah sistem pompa untuk mempertahankan muka air polder pada ketinggian yang diinginkan. Saat ini ketinggian air lebih
rendah dari 2 meter. iii. Polder Museum BNI Jakarta
Lokasi Polder Museum BNI terletak di daerah Kota Tua Jakarta. Saat ini pengembangan polder ini masih dalam proses penelitian. Polder
ini akan terletak di antara Kali Besar di sebelah barat dan Sungai Ciliwung di sebelah timur. Selama musim penghujan kedua sungai ini menyebabkan
banjir musiman secara rutin. Sebagai contoh, pada tahun 2002, bagian
44
utara Jakarta dilanda banjir, termasuk di kawasan Museum BNI dengan genangan air sedalam kurang lebih 60 cm. Tujuan membangun polder
tersebut di atas adalah untuk memperbaiki sistem drainase perkotaan dan melindungi Museum BNI dan daerah sekitarnya terhadap banjir selama
musim hujan. iv. Polder Alabio
Polder Alabio merupakan areal Irigasi Eksisting di Kabupaten Hulu Sungai Utara meliputi Kecamatan Sungai Pandan, Babirik dan Danau
Panggang, Propinsi Kalimantan Selatan, 250 km di sebelah utara Kota Banjarmasim, Ibu Kota Propinsi Kalimantan Selatan. Polder ini
mengandalkan pemberian air dengan sistem pompanisasi dengan mengambil air dari Sungai Negara. Pada waktu musim hujan areal sawah
yang ada terlindungi dari banjir dengan menggunakan sistem tanggul keliling. Polder ini dibangun mulai tahun 1933, dan dikembangkan secara
berkelanjutan sampai dengan sekarang. Polder ini direncanakan dapat melindungi areal persawahan seluas 6.000 ha. Namun pompa yang ada
saat ini hanya mampu mengairi sawah seluas 1.250 ha, hal ini disebabkan oleh pertama, kecilnya kemampuan pompa pemberi yaitu hanya 30 dari
kemampuan pompa rencana sebesar 2 m3dt, walaupun ketersediaan air pada Sungai Negara melimpah. Kedua, kehilangan air pada saluran irigasi
sangat besar mengingat tingginya porousitas tanggul saluran irigasi. Pembiayaan rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi dan polder
45
Alabio Propinsi Kalimantan Selatan berasal dari dana APBN Murni sebesar Rp. 64.718.355.000,00
4. Kelembagaan Sistem Polder