Aksi Kolektif Lokal Desain kelembagaan

146 formal non-formal rules, misalnya kesepakatan-kesepakatan warga. Pada masyarakat sendiri, ada aturan yang tertulis written rules dan ada yang tidak tertulis unwritten rules. Disamping itu ada aturan-aturan yang ditaati diikuti working rules dan terdapat pula aturan-aturan yang tidak ditaati non-working rules . Dari perspektif kedua pendekatan ini, maka membangun perilaku masyarakat DAS dapat dilakukan dengan berupaya membangun perilaku yang berbasis logika kepatutan, serta membangun aturan dan insentif yang sesuai. Upaya untuk membangun tindakan berbasis logika kepatutan dapat dilakukan melalui berbagai jenjang pendidikan, serta pendidikan non formal dan informal di masyarakat, serta berbagai bentuk kampanye publik. Sedangkan yang berkaitan dengan aturan, maka yang justru perlu dibangun adalah bagaimana masyarakat lokal membuat aturan-aturan yang merupakan kesepakatan mereka sendiri di tingkat lokal nonformal rules, dimana mereka sendiri yang menegakkan aturan- aturan itu. Peran pihak luar adalah sebagai fasilitator bagi masyarakat untuk membangun kesepakatan-kesepakatan itu serta menfasilitasi perealisasiannya. Lalu, yang berkaitan dengan insentif, mekanisme imbal jasa hulu hilir serta insentif dalam bentuk tidak kasat mata, seperti aktivitas kerelawanan dan pahala yang dijanjikan setiap agama, dapat digunakan untuk membangun perilaku yang diinginkan dari setiap masyarakat DAS.

3. Aksi Kolektif Lokal

Aspek penting lain yang kerap kali dilupakan berkaitan dengan pengendalian banjir dan rob adalah keharusan untuk adanya aksi kolektif 147 collective action . Meski tiap individu perlu melakukan ”sesuatu” di persilnya masing-masing, namun aksi individu, bagaimana pun optimalnya, tidak akan pernah efektif untuk menangani sumber daya alam yang memiliki karakteristik public good , seperti air hujan dan air limpasan permukaan.

4. Desain kelembagaan

Dari paparan di atas, maka dapat diajukan sebuah kerangka desain kelembagaan untuk pengendalian banjir di suatu DAS. Pertama, sosialisasi penambahan atribut kewargaan DAS. Karena setiap warga pasti tinggal di satu DAS, maka setiap warga harus mengetahui ia merupakan bagian dari DAS apa. Hal ini penting, karena apa yang dilakukan di persil lahannya secara kolektif akan mempengaruhi perilaku hidrologi DAS yang bersangkutan. Kedua, fasilitasi aksi kolektif masyarakat DAS. Pelaksanaan aktivitas ini disarankan pada level desakelurahan. Itu artinya, di tiap desakelurahan perlu difasilitasi terbentuknya semacam organisasi stakeholders lokal, misalnya Komite DAS Ciliwung Kelurahan X, yang akan mengkoordinir aksi kolektif warga di tingkat lokal. Ketiga, fasilitasi pelatihan dan penyusunan rencana bagi Komite DAS di tiap desakelurahan agar mereka mampu membuat rencana untuk menurunkan koefisien limpasan di desakelurahan masing-masing. Aktivitas fasilitasi ini juga untuk memastikan agar rencana dari masing-masing Komite DAS di tiap kelurahan itu sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah. Prinsip dalam penyusunan dokumen rencana ini adalah memulai dari apa yang dipahami teknologi yang dikuasai oleh masyarakat. Keempat , fasilitasi implementasi rencana Komite DAS. 148 Untuk aktivitas ini, maka kerja sama berbagai pihak: pemerintah, perguruan tinggi, LSM, dan swasta, menjadi penting. Kelima, memperkenalkan konsep relawan DAS. Peran lain Komite DAS di tiap desakelurahan adalah mengajak setiap masyarakat DAS di desa kelurahan yang bersangkutan yang peduli, mulai dari anak sekolah sampai orang dewasa, untuk menjadi relawan DAS. Tugas mereka adalah mengimplementasikan rencana yang telah dibuat. Penggunaan atribut-atribut relawan bekerjasama dengan pihak sponsor swasta dapat dipertimbangkan. Keenam, memfasilitasi terbangunnya jaringan antar sesama Komite DAS desakelurahan, serta jaringan antara Komite-Komite DAS dengan institusi-institusi pemerintah, perguruan tinggi, LSM, dan dunia usaha.

5. Tugas Pemerintah