2.5. Teknik Pengendalian Sosial
Setiadi dan Kolip 2010 : 265 mengungkapkan bahwa pengendalian sosial
dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu sebagai berikut: 2.5.1.
Compulsion Paksaan
Merupakan teknik pengendalian sosial yang diciptakan untuk memaksa orang untuk mengubah sikapnya yang menyimpang dan secara tidak langsung
kembali patuh pada nilai dan norma - norma sosial. Dalam hal ini seseorang atau suatu kelompok tertentu akan merasa dipaksa oleh faktor faktor eksternal untuk
melakukan hal - hal yang tidak disetujuinya. Misalnya, seseorang guru memberikan tugas agar para siswanya mengumpulkan tepat waktu, maka guru
menentukan batas waktu tertentu jika terlambat, maka hasil tugasnya tidak
diterima dan tidak akan diberikan nilai. 2.5.2.
Pervasion Pengisian
Merupakan teknik yang dilakukan dengan menyampaikan norma dan nilai secara berulang - ulang. Dengan begitu, diharapkan kesadaran seseorang dapat
meningkat dan mematuhi norma - norma yang ada.
Terkait dengan kedua cara diatas menurut, Soekanto 1990 : 207 alat yang digunakan dengan teknik ini berbagai macam. Suatu alat tertentu mungkin saja
akan efektif bila diterapkan dalam suatu masyarakat yang bersahaja. Akan tetapi, hampir tidak mungkin digunakan pada masyarakat yang telah rumit susunannya.
Misalnya, sopan santun dalam hubungan kekerabatan hanya terbatas efektifitasnya pada kelompok - kelompok yang bersangkutan. Sopan santun, umpamanya, dapat
berwujud sebagai pembatasan - pembatasan didalam pergaulan antara mertua dan
Universitas Sumatera Utara
menantu, antara paman atau bibi dengan keponakan - keponakannya, dan seterusnya.
Soekanto 1990 : 206 mengungkapkan bahwa, pengendalian sosial dengan teknik pervasion pengisian dapat dibagi menjadi dua begian, yaitu :
Pertama, Pengendalian yang bersifat preventif atau prevensi Merupakan suatu usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan -
gangguan pada keserasian antara kepastian dan keadilan. Usaha - usaha preventif, misalnya dijalankan melalui proses sosialisasi, pendidikan formal dan informal.
Sejalan dengan Soekanto, Horton dan Hunt 1996 : 178 menyatakan bahwa melalui sosialisasi seseorang menginternalisasikan menghayati norma - norma,
nilai, dan hal - hal yang tabu dalam masyarakatnya. Menginternalisasikan hal tersebut berarti menjadikannya bagian dari perilaku otomatis seseorang yang
dilakukannya tanpa pikir. Orang yang menginternalisasikan suatu nilai secara penuh akan menerapkan nilai tersebut meskipun tidak ada seorang pun yang,
melihatnya, karena keinginan untuk melanggar nilai tersebut sangat kecil kemungkinannya dibenak seseorang.
Kedua, Pengendalian sosial yang bersifat represif Adalah bentuk pengendalian sosial yang bertujuan untuk mengembalikan
kekacauan sosial atau mengembalikan situasi deviasi menjadi keadaan kondusif kembali komformis. Dengan demikian, pengendalian sosial represif merupakan
bentuk pengendalian dimana penyimpangan sosial sudah terjadi kemudian dikembalikan lagi agar situasi sosial menjadi normal, yaitu situasi dimana
masyarakat mematuhi norma sosial kembali. Contoh:
Universitas Sumatera Utara
a. Polisi menertibkan tawuranan antar desa dengan menggunakan tembakan
agar para pelaku tawuran membubarkan diri. b.
Polisi menggrebek rumah kontrakan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan ganja.
c. Seorang guru memberikan sanksi kepada siswanya yang bolos belajar
Kolip, 2010
2.6. Upaya Pengendalian Sosial