Latar Belakang Masalah Kontrol Sosial Masyarakat Terhadap “Geng Motor” (Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari - hari sistem pengendalian sosial social control terhadap berbagai gejala perilaku menyimpang di masyarakat sering kali diartikan
sebagai pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparaturnya saja. Memang ada benarnya bahwa di era globalisasi sekarang ini kontrol sosial oleh
pemerintah yang memiliki sanksi - sanksi tegas terhadap anggota suatu masyarakat yang melanggar norma - norma yang berlaku lebih banyak dipakai
dalam mengontrol dan mengawasi berbagai gejala perilaku menyimpang di masyarakat. Tetapi sesungguhnya kontrol sosial masyarakat itu tidak hanya
berhenti sampai disitu saja. Reucek dalam Soekanto 1987 : 1 - 2 mengatakan bahwa, arti sesungguhnya dari kontrol sosial jauh lebih luas, karena dalam
pengertian tersebut tercangkup segala proses baik yang direncanakan maupun tidak, bersifat mendidik, mengajak bahkan memaksa warga - warga masyarakat
agar mematuhi kaidah - kaidah dan nilai sosial yang berlaku, baik yang dilakukan oleh pribadi terhadap pribadi, kelompok terhadap kelompok, kelompok terhadap
anggotanya. Sejalan dengan Reucek, Soekanto 1990 : 205 mengatakan, pengendalian sosial dapat dilakukan oleh suatu kelompok terhadap kelompok
lainnya, atau oleh suatu kelompok terhadap individu. Itu semua merupakan suatu proses pengendalian sosial yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat walaupun
sering kali tidak disadari. Dengan demikian maka pengendalian sosial terutama
Universitas Sumatera Utara
bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan - perubahan yang terjadi di masyarakat.
Konsep kontrol sosial yang saat ini diberlakukan di beberapa wilayah Negara Indonesia oleh para pemegang otoritas yang turut berperan serta untuk
mengawasi segala perilaku individu dalam kehidupan bermasyarakat, dinilai masih kurang efektif dalam mengatasi berbagai macam gejala perilaku
penyimpangan yang dilakukan oleh warga masyarakatnya. Banyaknya kasus tawuran, perampokan, pemerkosaan, penggunaan obat - obat terlarang oleh para
remaja maupun orang dewasa menjadi salah satu bukti bahwa sistem kontrol sosial yang ada saat ini masih belum efektif dalam mengendalikan berbagai
perilaku yang menyimpang dimasyarakat khususnya dikalangan remaja. Ditambah lagi sekarang ini perilaku - perilaku menyimpang, seperti; kasus tawuran,
perampokan, pemerkosaan, penggunaan narkoba tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja, anak - anak remaja yang seharusnya belajar untuk menuntut
masa depannya yang cerah bahkan ikut merajalela melakukan tindakan perilaku menyimpang. Dalam jurnal Pewarta Dinamika, Eading in Character Education,
Edisi 102012, dikatakan bahwa seorang pelajar yang bernama Alawy Yusianto Putra Meninggal pada tanggal 24 September 2012 karena kekerasan yang
dilakukan oleh pelajar lainnya yang terlibat dalam aksi tawuran antara SMA 70 dan sekolah Alwi sendiri yaitu SMA 6 Jakarata Selatan. Dalam jurnal ini juga
dikatakan bahwa tawuran dikalangan pelajar juga merupakan sebuah budaya baru di sejumlah kota di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Berger dalam Bagong 2010 mendefenisikan bahwa, pengendalian sosial adalah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota
masyarakat yang membangkang. Sementara itu menurut Reucek dalam Soekanto 1987 : 83 menyatakan bahwa, pengendalian sosial adalah proses yang
direncanakan maupun tidak. Melalui proses tersebut warga masyarakat dididik, diajak, atau dipaksa untuk menganut kebiasaan kelompok. Dilain pihak, Menurut
Horton dan Hunt 1996 : 176, pengendalian sosial atau kontrol sosial adalah segenap cara dan proses yang ditempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat
sehingga para anggotanya dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat itu.
Salah satu faktor yang mempertimbangkan mengapa warga masyarakat perlu dikontrol atau diberi rambu - rambu didalam berperilaku dalam kehidupan
sehari - hari ada kaitannya dengan efektif tidaknya proses sosialisasi, proses sosialisasi secara normatif tidak hanya mendatangkan manfaat bagi masyarakat,
dalam arti mewujudkan tertib sosial. Disisi lain, peroses sosialisasi juga mendatangkan manfaat bagi warga masyarakat secara individual, sehingga dengan
adanya sosialisasi maka masyarakat akan mengerti tentang bagaimana seharusnya hidup menjadi anggota masyarakat yang memiliki perilaku yang jauh dari
penyimpangan norma - norma dan nilai masyarakat yang dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi setiap individu dalam menjalankan berbagai aktifitas
sehari - hari. Dengan adanya kontrol sosial yang dilakukan melalui proses sosialisasi
tersebut seharusnya dapat mengingatkan kapada masyarakat tentang tindakan -
Universitas Sumatera Utara
tindakan yang selama ini mereka lakukan secara tidak sadar merupakan tindakan yang termasuk dalam kategori yang menyimpang. Namun karena kurangnya
sosialisasi yang dilakukan kepada masyarakat, serta adanya kebudayaan lokal yang membenarkan tindakan terntentu, maka bisa saja seseorang secara tidak
sadar telah melakukan tindakan penyimpangan, tetapi tidak merasa bahwa dirinya telah melakukan tindakan yang menyimpang atas perilakunya.
Kontrol sosial yang dilakukan dalam bentuk sosialisasi oleh berbagai pihak kepada masyarakat, selain dapat memberikan pedoman kepada individu
tentang bagaimana seharusnya berperilaku dalam kehidupan masyarakat dan bagaimana seharusnya sikap yang harus diambil oleh masyarakat agar tidak
terpengaruh oleh sekelompok orang tertentu, juga kontrol sosial yang dilakukan tersebut seharusnya dianggap sebagai sesuatu yang sangat menguntungkan
masyarakat khususnya individu. Bagong 2010 menyatakan bahwa karena kontrol sosial yang berupa sosialisasi bersifat menguntungkan atau rewarding,
maka seharusnya seluruh masyarakat itu bersedia untuk menerima norma - norma dari sosialisasi itu sendiri dan kemudian menginternalisasikannya dalam
dikehidupan bermasyarakat yang kongkrit dan aktual tanpa paksaan dari pihak manapun. Namun realitas sekarang ini, peneliti melihat bahwa fenomena yang
terjadi di masyarakat menunjukan bahwa proses sosialisasi norma - norma sosial sering sekali dianggap masyarakat sebagai hal yang merugikan dan membuang -
buang waktu saja. Adanya pandangan seperti ini mungkin disebabkan oleh adanya anggapan masyarakat bahwa proses sosialisasi justru secara tidak langsung
menuntut mereka untuk mengikuti semua nilai - nilai yang disosialisasikan,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan para penguasa birokarasi yang membuat kontrol sosial itu sendiri juga kerap kali melanggar nilai - nilai dan norma yang disosialisasikan ke masyarakat
itu sendiri. Efek dari itu maka tidak heran kalau perilaku - perilaku menyimpang dalam masyarakat baik itu yang dilakukan oleh individu secara tunggal maupun
individu secara berkelompok terus bertambah jumlahnya. Secara rinci, beberapa faktor yang menyebabkan warga masyarakat
menyimpang dari norma yang berlaku seperti yang dikemukakan, Soekanto 1990 : 214 - 226 ; 1 karena kaidah - kaidah nilai - nilai sosial budaya yang ada tidak
memuaskan bagi pihak tertentu atau karena tidak memenuhi kebutuhan dasarnya; 2 karena kaidah - kaidah nilai - nilai sosial tidak dirasakan manfaatnya olah
masyarakat; 3 karena terjadi ketidakserasian antara aspirasi dengan saluran - saluran yang tujuannya untuk mencapai cita - cita tersebut; 4 berpudarnya
pegangan masyarakat pada kaidah - kaidah nilai sosial, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak stabil.
Secara umum, yang digolongkan sebagai perilaku menyimpang adalah; 1 tindakan yang nonconform, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai - nilai
atau norma - norma yang ada; 2 tindakan yang antisosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasan masyarakat atau kepentingan umum tindakan
kriminal, yaitu tindakan yang nyata - nyata telah melanggar aturan - aturan hukum tertulis dan mengancam jiwa atau keselamatan orang lain Soekanto, 1990
: 205. Tindakan yang seperti ini sering kita temui misalanya: pembunuhan, perampokan, pemerkosaan, dan berbagai bentuk tindak kejahatan lainnya, itu
Universitas Sumatera Utara
semua merupakan sebagian contoh dari perilaku menyimpang yang secara nyata bahwa semua itu telah mengancam ketentraman masyarakat.
Di era globalisasi sekarang, perilaku menyimpang rentan terjadi di masyarakat perkotaan urban community dan masyarakat pinggiran kota sub
urban daripada masyarakat pedesaan rural commuity, hal ini dikarenakan di masyarakat yang tinggal di perkotaan urban community atau di daerah pingiran
kota sub urban memiliki karakteristik lebih terbuka terhadap hal - hal baru termasuk hal yang bersifat idieologi. Keadaan ini berbeda dengan masyarakat
yang tinggal di pedesaan, masyarakat pedesaan biasanya lebih tertutup, tidak dengan mudah menerima hal - hal yang bersifat baru, sehingga masyarakat
tersebut tidak dengan mudah masuk ke dalam sebuah wacana yang bersifat menyimpang. Bagong 2010 mengatakan bahwa, semakin besar suatu kelompok
masyarakat maka semakin sukarlah orang saling menginditifikasi dan saling mengenali sesama warga kelompoknya. Dengan demikian anomie social menjadi
hal yang tidak dapat dihindari keadaan tanpa norma, sehingga semakin bebaslah individu - individu untuk berbuat “semaunya”, dan kontrol sosial pun akan
lumpuh tanpa daya. Hal yang demikian itu dapat dibandingkan dengan apa yang terjadi pada masyarakat tradisional primitif yang kecil - kecil, dimana segala
interaksi bersifat langsung dan face to face dengan demikian masyarakat tradisonal primitif cenderung jarang terjadi berbagai pelanggaran norma - norma
sosial atau perilaku menyimpang. Dalam masyarakat tradisional primitif kontrol - kontrol sosial yang berlaku bersifat tradisional informal, biasanya hanya
berbentuk ejek - ejekan dan sindiran, namun karena semua anggota masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dari kelompok tradisional ini saling mengenal maka ejek - ejekan dan sindiran yang dilakukan sebagai kontrol sosial cukup efektif dalam mengendalikan
perilaku - perilaku meyimpang yang dilakukan oleh kelompoknya. Terlepas dari itu tidak heran jika kontrol sosial yang diberlakukan di
daerah - daerah yang berada di kawasan pinggiran kota terlihat melemah dalam mengatasi dan mengendalikan berbagai gejala perilaku menyimpang di
masyarakat. Hal ini dikarenakan daerah pinggiran kota sub urban juga memiliki karakteristik masyarakat yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang tinggal
di perkotaan. Perubahan sosial, ekonomi, politik, teknologi telah merubah daerah pinggiran kota menjadi daerah tak kalah maju dengan perkotaan. Tidak jarang,
terlihat banyak sekali daerah pinggiran kota telah berubah menjadi daerah kawasan elit perumahan. Perubahan yang semacam ini juga tidak hanya terlihat
dalam karakteristik fisiknya saja, tetapi hal ini juga diikuti oleh perilaku masyarakat yang tinggal di daerah itu. Masyarakat yang materialis, individualistik
juga menjadi hal yang tidak bisa dipungkiri akibat adanya perubahan ini, sehingga individu yang tidak mempunyai kemampuan tertentu dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sering sekali menghalalkan segala cara untuk memenuhinya. Hal - hal yang demikian akhirnya menjadi pemicu timbulnya masalah perilaku
menyimpang di masyarakat, seperti misalnya masalah perilaku menyimpang yang dilakukan secara berkelompok yaitu Geng Motor.
Geng Motor merupakan salah satu contoh dari kelompok sosial yang pada dasarnya kelompok tersebut diikat oleh persamaan tujuan, hobi atau dengan kata
lain kelompok yang tergabung dari orang - orang yang memiliki kecintaan
Universitas Sumatera Utara
terhadap motor, kemudian seiring dengan perkembangan waktu kelompok tersebut berubah menjadi puluhan atau bahkan ratusan orang. Untuk menunjukan
identitas mereka kepada masyarakat kemudian kelompok - kelompok tersebut melakukan aktivitas - aktivitas yang meresahkan masyarakat sekitarnya, seperti:
kebut - kebutan di jalan, tawuran sampai merampok pengguna jalan di sekitar mereka, dan lain - lain.
Dalam Web Blog yang ditulis Sigit 2011 menyatakan bahwa, Geng Motor adalah sebuah kelompok sosial yang memiliki dasar tujuan yang sama atau
asosiasi yang dapat disebut suatu paguyuban tapi hubungan negatif dengan paguyuban yang tidak teratur dan cenderung melakukan tindakan anarkis. Salah
satu kontributor dari munculnya tindakan anarkis adalah adanya keyakinananggapanperasaan bersama collective belief. Keyakinan bersama itu
bisa berbentuk, katakanlah, siapa yang cenderung dipersepsi sebagai maling dan oleh karenanya diyakini “pantas” untuk dipukuli; atau situasi apa yang
mengindikasikan adanya kejahatan yang lalu diyakini pula untuk ditindaklanjuti dengan tindakan untuk, katakanlah, melawan.
Terkait dengan keberadaan Geng Motor, dalam skripsi Hutabarat 2011, menyatakan bahwa “ keberadaan Geng Motor itu sendiri sebenarnya sudah ada
dari tahun 1978, yang dulu namanya melegenda adalah Geng Motor Moonraker. Kota tempat tumbuh dan berkembangnya geng - geng motor adalah kota
Bandung. Namun seiring dengan berkembangnya zaman kini mereka mulai menjalar ke daerah - daerah seperti Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, Ciamis,
Cirebon, Subang, Medan dan sejumlah kota besar lainya”. Namun belakangan ini
Universitas Sumatera Utara
geng motor tidak hanya banyak ditemukan dan melakukan aksi - aksi anarkis mereka di kota - kota besar saja, di sekitar daerah pinggiran kota seperti Desa
Bandar Khalipah keberadaan Geng Motor juga telah ditemukan di sekitar daearah yang tak jauh dari Desa Bandar Khalipah bahkan istilah Geng Motor bukan lagi
menjadi hal yang asing bagi sebagian masyarakatnya. Berdasarkan observasi awal saya terkait keberadaan Geng Motor di Desa
Bandar Khalipah bahwa, Geng Motor sudah ada sejak 3 tahun terahir ini, tapi Geng Motor itu sendiri bukan berasal dari Desa Bandar Khalipah. Mereka
biasanya datang dari Kota Medan dan melakukan Konvoi dari jalan Desa Lau Dendang 10 km dari Desa Bandar Khalipah sampai akhirnya berhenti di sekitar
Pasar 12 dulu kebun sawit sekarang tanah garapan. Aksi - aksi mereka bervariasi mulai dari tawuran dengan pemuda - pemuda setempat yang tidak mau gabung
dengan geng mereka, menghancurkan ruko - ruko para pedagang Baju Monja bekas di pasar 12, tidak membayar uang saat mengisi bensin di SPBU dan lain
sebagainya. Desa Bandar Khalipah merupakan suatu kawasan pinggiran kota Sub
Urban dan Seiring dengan perkembangan dan kemajuannya Desa Bandar Khalipah tersebut juga telah mengalami berbagai perubahan sosial yang lebih
maju baik secara sosial, ekonomi, politik dan lain - lain. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya tingkat heterogenitas dari kelompok masyarakatnya dan juga
ditandai dengan lengkapnya sarana dan prasarana yang dibutuhkan masyarakat, seperti misalnya rumah sakit, swalayan, sekolah, sehingga seiring dengan
Universitas Sumatera Utara
kemajuannya tersebut tingkat perilaku menyimpang yang mengarah pada kriminalitas juga ikut meningkat sesuai dengan perkembangan desa tersebut.
Melihat keadaan seperti itu maka penulis tertarik menjadikan Desa Bandar Khalipah untuk sebagai lokasi penelitan skripsi yaitu tentang “Kontrol Sosial
Masyarakat Terhadap Geng Motor”. Studi di Desa Bandar Khalipah Kecamatan Percut Sei Tuan. Penelitian tentang Geng Motor itu sendiri sebenarnya sudah
banyak dilakukan, namun dalam penelitian ini penulis tidak akan membahas dan meneliti secara mendalam tentang bagaimana keberadaan Geng Motor dalam
melakukan aksi - aksi brutalnya atau faktor - faktor pemicu banyaknya Geng Motor sekarang ini, namun dalam penelitian ini peneliti lebih mendalami tentang
bagaimana peran dari para penguasa birokrasi, keluarga, aparat keamanan, juga kontrol sosial masyarakat yang lainnya dalam melakukan pengawasan terhadap
anak - anak remaja sehingga tidak terjerumus dan bergabung dalam sebuah kelompok sosial yang menyimpang dan meresahkan masyarakat seperti Geng
Motor. Selain itu, peneliti juga akan meneliti tentang makna tindakanperilaku Geng Motor berkenaan dengan banyaknya reaksi dari masyarakat yang telah
memberikan caap lebeling yang negatif terhadap Geng Motor, dan juga bagaimana respon dari anggota Geng Motor terhadap kontrol sosial sosial.
Universitas Sumatera Utara