4.3. Program PHBM oleh LSM bersama UNDP
Proyek SGPPTF UNDP yang berjalan mulai tahun 2005 – 2007 bertujuan mempromosikan pengelolaan hutan secara berkelanjutan melalui kemitraan langsung
dengan stakeholders lokal di wilayah-wilayah yang telah ditentukan. SGPPTF berpandangan untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan secara
keseluruhan, memberdayakan individu dan komunitas dalam mengelola hutan dan kehutanan, menghasilkan manfaat yang adil dari barang dan jasa kehutanan yang
dihasilkan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan SGPPTF, 2005.
Program yang dapat diterima dan didanai oleh UNDP diantaranya adalah: Pengembangan inisiatif alternatif dan kehidupan berkelanjutan,
pengembangan kapasitas dan keahlian komunitas yang akan secara signifikan mengurangi tekanan pada sumber daya hutan;
Membangun kapasitas dan jaringan kerja pemangku kepentingan para komunitas untuk pengelolaan yang ramah komunitas sehingga keterkaitan
pada pemangku kepentingan lain dapat memenuhi kebutuhan dasar dan jasa- jasa lain; dan
Menunjang kemantapan hak pemanfaatanpenggunaan lahan dan sumber daya alam lain, dan dengan demikian memperbaiki akses penggunaanpemanfaatan
sumber daya alam lestari. Program-program tersebut di atas harus mempunyai tema umum kehidupan
berkelanjutan dari komunitas yang bergantung pada hutan termasuk komunitas adat dan orang asli. Tema spesifik meliputi Pengelolaan Sumberdaya Hutan Berbasis
Komunitas Secara Terpadu, Membangun Prakondisi bagi terciptanya lingkungan hidup yang berkelanjutan dan Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan.
Melalui seleksi yang ketat yang dilakukan oleh Sekretariat SGP PTF UNDP ini telah terpilih 25 LSM yang tersebar di wilayah Jawa, Sumatera dan Sulawesi Tengah
untuk mendapatkan dukungan dana. Besarnya jumlah dana dan rentang waktu pelaksanaan program yang dilakukan oleh LSM sangat beragam. SGPPTF ini aktif
berjalan mulai tahun 2005 – 2007. Dalam penelitian ini, 9 LSM dari 25 LSM yang telah menjadi mitra UNDP yang
menjadi responden telah dikategorikan menjadi 3 kategori isu yang diangkat, yaitu isu konservasi yang diusung oleh LPPSP, Lembah dan Mitra Bentala; isu pendampingan
teknis yang dilakukan oleh Persepsi, Paramitra, dan SHK Lestari; dan isu advokasi yang dijalankan oleh Masta, RMI dan Watala.
Meskipun dikategorikan menjadi 3 isu pokok, sebenarnya seluruh LSM mempunyai tujuan yang sama namun dengan pendekatan yang berbeda-beda Tabel
7. Tabel 7. Analisis Fokus dan Lokasi Proyek UNDP
No Nama LSM
Fokus dan Lokasi Proyek UNDP
1 LPPSP
Konservasi di sabuk hijau mangrove di pantai Kota Tegal 2
Lembah Konservasi di lahan milik dan hutan lindung di Pulau Bawean
3 Mitra Bentala
Konservasi mangrove di hutan lindung di Pulau Pahawang 4
Persepsi Sertifikasi ekolabel di lahan milik di Sukoharjo
5 Paramitra
Pola kemitraan di lahan milik dan hutan produksi di Malang 6
SHK Lestari Ekowisata di Taman Hutan Raya Wan Abdurrahman, Lampung
7 YBL Masta
Advokasi tanah simpen di hutan produksi di Purworejo 8
RMI Advokasi masyarakat adat di Taman Nasional Gunung Salak-Halimun di
Jawa Barat 9
Watala Advokasi hutan kemasyarakatan di hutan lindung di Lampung
Sumber: Hasil pengolahan data
Semua kategori tersebut lebih mengarah kepada advokasi namun programnya dibungkus dengan kegiatan yang sifatnya lebih teknis. SHK Lestari, misalnya, yang
mengangkat isu ekowisata di kawasan Taman Hutan Raya Tahura Wan Abdurrahman di Lampung. Isu ekowisata digunakan untuk memberikan penekanan
kepada program untuk memperoleh akses bagi masyarakat terhadap hutan yang selama ini dikelola yang letaknya berada pada kawasan yang didalamnya terdapat
kawasan ekowisata. Isu ekowisata ini kemudian digunakan oleh SHK sebagai alat advokasi untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah dalam bentuk pengelolaan
hutan. Namun sampai saat ini – telah berjalan 6 tahun – belum juga menunjukkan hasil sesuai dengan yang diinginkan.
Hal ini juga berlaku pada LSM yang mengusung isu konservasi. Misalnya, LPPSP di Semarang dan Mitra Bentala di Lampung, yang mengusung tema
konservasi pada hutan mangrove di sepanjang pantai. Kegiatan yang dilakukan lebih banyak bersifat memberikan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya
konservasi melalui penanaman dan pelatihan yang berkaitan dengan konservasi hutan mangrove. Namun, tujuan besarnya adalah untuk memberikan kepedulian yang lebih
besar kepada semua pihak, terutama pemerintah untuk memberikan pengakuan dan perhatian yang lebih besar akan pentingnya hutan mangrove bagi masyarakat. Bagi
masyarakat, hutan mangrove mempunyai arti sangat penting yaitu memiliki fungsi ekologi dan ekonomi. Fungsi ekologi bermanfaat diantaranya untuk menahan abrasi,
penyedia nutrien bagi biota laut, penyerap limbah, dan pencegah intrusi air laut. Fungsi ekonomi yang penting diantaranya adalah penyedia kayu, pemanfaatan biji
dan daunnya sebagai bahan baku obat-obatan. Program-program yang dijalankan oleh LSM lebih mengarah pada pengelolaan
sumberdaya hutan yang berbasis masyarakat dan pemberdayaan masyarakatnya Tabel 8. Program yang didukung pendanaannya oleh UNDP ini sebenarnya
mempunyai tujuan yang strategis bagi tercapainya tujuan besar bersama yaitu terciptanya pengelolaan hutan berbasis masyarakat yang berkelanjutan dan
masyarakat sejahtera.
64 Tabel 8. Tujuan dan Fokus LSM sebagai Mitra dalam Proyek SGPPTF UNDP Periode 2005 - 2007
No Nama LSM
Lokasi Proyek Tujuan Proyek UNDP
1 LPPSP Jawa
Tengah 1.
Meningkatkan sumber pendapatan masyarakat pantai khususnya petani tambak melalui usaha alternatif yang bertumpu pada pelestarian kawasan sabuk hijau pantai
2. Mengembangkan organisasi pengelola kawasan sabuk hijau melalui proses fasilitasi dan pelatihan.
3. Fasilitasi kepada pemerintah kota Tegal untuk pengembangan dan pengaturan pengelolaan kawasan sabuk hijau pantai.
4. Mengembangkan kawasan sabuk hijau pantai melalui penanaman bakau sebagai model percontohan kawasan sabuk hijau
pantai di Jawa Tengah 2 Lembah
Jawa Timur
1. Terciptanya sumberdaya manusia yang tangguh dan mandiri dalam mengelola sumberdaya hutan rakyat
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan
3. Terwujudnya kesadaran masyarakat akan fungsi hutan lindung
3 Mitra Bentala
Lampung 1.
Masyarakat desa Pulau Pahawang mengelola hutan mangrove secara arif dan berkelanjutan 2.
Hutan mangrove di Desa Pulau Pahawang terlindungi dari kerusakan 4 Persepsi
Jawa Tengah
1. Meningkatnya sumber – sumber pendapatan petani melalui perbaikan pola usahatani hutan rakyat yang bertumpu pada
pelestarian hutan 2.
Berkembangnya Organisasi Petani Hutan Rakyat yang siap melakukan pengajuan sertifikasi PHBML melalui proses fasilitasi, pendampingan dan pelatihan
3. Diperolehnya dukungan para pihak terkait dalam penyiapan sertifikasi PHBML, promosi pengelolaan hutan secara lestari
untuk mendapatkan berbagai alternatif insentif ekonomi dan simpati kebijakan 4.
Berkembangnya model pengelolaan hutan rakyat dalam perspektif DAS secara lintas kabupaten 5
Paramitra Jawa Timur
Terwujudnya system pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari, berkeadilan, dan demokratis untuk menjamin keberdayaan rakyat yang berbasis pola kemitraan dan didukung kesepakatan para pihak
6 SHK Lestari
Lampung Pengelolaan wilayah kelola kelompok SHK Lestari secara kolaboratif melalui pengembangan ekowisata berbasis komunitas
7 YBL Masta
Jawa Tengah 1.
Peningkatan kapasitas dan posisi tawar komunitas tanah simpen dalam pengelolaan fungsi dan manfaat SDH secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat
2. Tersusunya kebijakan yang bersifat integral dan mediatif bagi semua pihak dalam pengellaan tanah simpen yang lestari dan
berbasis masyarakat 3.
Peningkatan kualitas komunikasi para pihak dalam pengelolaan tanah simpen yang lestari dan berbasis masyarakat 8
RMI Jawa Barat
Terjalinnya dukungan dari para pihak atas pengakuan keberadaan masyarakat adapt Kasepuhan Cibedug dalam pengelolaan hutan wewengkon adat
9 Watala Lampung
Mengembangkan potensi kawasan, agroforestry, pekarangan, peternakan melalui peningkatan kapasitas petani dan penguatan
peran perempuan
Sumber:
Hasil pengolahan data
64
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Elemen Kinerja LSM dalam Program PHBM