55 bersamaan dengan proses ganti air. Larva sangat sensitif terhadap kondisi air yang
buruk, sehingga proses pemanenan yang terlalu lama dapat menyebabkan larva mati. Padat penebaran larva minimum sebanyak 63 ekor per liter dengan
ketinggian air 40 cm. Proses panen larva dan pengobatan ditunjukkan pada Gambar 22.
5. Tahap Pemeliharaan Larva
Perhitungan umur larva dihitung sejak telur menetas. Larva berukuran kecil dan belum memiliki organ tubuh lengkap. Larva sangat rentan menghadapi
kematian akibat sifat kanibalisme yang mulai muncul pada hari ke-2 setelah telur menetas, dan kemunculan bakteri Aeromonas sp. saat bulan November, Desember,
dan Januari. Penyebab lain jumlah larva menurun adalah ukurannya sangat kecil, sehingga larva rentan terbuang saat proses penyifonan dan pergantian air.
Ciri larva atau benih ikan patin siam yang terserang bakteri Aeromonas sp. antara lain: permukaan tubuh berwarna merah di bagian dada, sirip, dan perut,
sebagian kulit tubuh melepuh, insang berwarna putih, serta sirip rusak. Penyebab kemunculan bakteri Aeromonas sp. adalah musim hujan saat curah hujan tinggi
November, Desember, Januari yang menyebabkan pH air menurun, suhu tidak stabil, sehingga nafsu makan ikan menurun Mahyuddin 2010. Penyebab lain
adalah kelangkaan cacing sutera selama musim hujan mengkibatkan ikan terlambat makan. Pengobatan dilakukan dengan pergantian air sebesar 30 persen
dari volume awal setiap 2 hari sekali dan pemberian garam sebanyak 0.8 g m
-3
Mahyuddin 2010. Pengalaman Pasirgaok Fish Farm adalah survival rate benih ikan patin siam selama musim hujan akan menurun sebesar 5 persen dibandingkan
dengan kondisi musim kemarau dan diduga disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas sp..
Tabel 14 Parameter kualitas air pemeliharaan larva pada Pasirgaok Fish Farm Keterangan
DO mg l
-1
pH NH
3
mg l
-1
NO
2
mg l
-1
Suhu C
Aktual
a
4.6 6.04
0.001 2.612
29 – 30
Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
BPPI
b
3- 8 6-8.5
0.2 0.01
27-31
a
Sumber: Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor 2014.;
b
BPPI 2013
a
.
Tabel 14 menunjukkan parameter kualitas air akuarium saat pemeliharaan larva sebelum penyifonan dan pergantian air. Kandungan gas oksigen terlarut, pH,
dan NH
3
masih berada dalam kisaran optimal pemeliharaan larva ikan patin siam, akan tetapi kandungan NO
2
di bawah paramater kualitas air yang baik bagi pemeliharaan larva ikan patin. Kandungan NO
2
sangat tinggi sebanyak 2.612 mg
Gambar 22 Panen larva, larva berumur 1 hari , dan pengobatan
56 l
-1
melebihi 0.01 mg l
-1
BPPI 2013
a
. Kandungan NH
3
yang tinggi disebabkan oleh padat tebar larva yang tinggi, pakan yang membusuk, dan kotoran ikan yang
menumpuk, sehingga larva atau benih akan mengalami stres, sakit, dan pertumbuhan terhambat Lesmana 2002, Mahyuddin 2010. Suhu pemeliharaan
larva stabil antara 29
C dan 30 C dengan menggunakan kompor agar nafsu
makan larva atau benih ikan patin siam meningkat Mahyuddin 2010. Oleh sebab itu, manajemen air harus rutin dilakukan untuk memperbaiki kualitas air.
Survival rate benih ikan patin siam mulai dari larva hingga menjadi benih ukuran 34 inci selama 21 hari dengan padat penebaran larva antara 63 ekor per
liter dan 88 ekor per liter adalah 50 persen saat musim kemarau dan 45 persen saat musim kemarau. Kisaran nilai pemeliharaan larva selama 21 hari di Pasirgaok
Fish Farm lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Ariyanto et al. 2008 dan BSN 2000
c
. Hasil penelitian Ariyanto et al. 2008 menunjukkan bahwa survival rate pemeliharaan larva ikan patin siam selama 21 hari sebesar 23.75
persen dengan padat penebaran larva sebanyak 100 ekor per liter. Badan Standarisasi Nasional 2000
c
menetapkan satandar survival rate benih ikan patin siam sebesar 50 persen dengan padat penebaran larva sebanyak 40 ekor per liter.
Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kegiatan pemeliharaan larva adalah manajemen pakan dan manajemen air, yakni sebagai berikut:
A. Manajemen Pakan
1 Hari ke-1
Larva berumur 1 hari setelah menetas tidak perlu diberi pakan karena alat pencernaan belum terbentuk sempurna dan sumber energi utama adalah cadangan
makanan berupa kuning telur yolk.
2 Hari ke-2 sampai Hari ke-3
Larva berumur 2 hari diberi pakan alami berupa Artemia brine shrimp. Artemia adalah hasil telur udang telah dikeringkan menjadi serbuk dan
diperjualbelikan dalam kemasan kaleng. Merek dagang Artemia yang dipakai adalah Supreme Plus berisi 425 g asal Amerika Serikat. Artemia dikultur untuk
menetaskan telur Artemia dan pemberiannya dilakukan secara ad libitum secukupnya hingga larva terlihat kenyang.
Proses kultur Artemia selama 24 jam saat larva berumur 1 hari. Hasil kultur Artemia berupa naplius Artemia dan posisinya berada di bawah wadah,
sedangkan cangkang telur dan Artemia yang belum menetas akan mengapung di permukaan air. Proses kultur Artemia dilakukan setiap 1 jam selama 24 jam.
Selanjutnya pemberian pakan naplius Artemia diberikan secara bertahap setiap 1 jam selama 2 hari. Alat yang dibutuhkan antara lain: ember ukuran 20 l, instalasi
aerasi, galon ukuran 15 l yang dilengkapi keran, gelas ukuran 250 ml, dan ember ukuran 7.5 l. Bahan yang dibutuhkan antara lain: Artemia, garam ikan, dan air.
Langkah awal proses kultur Artemia adalah menyiapkan air sebanyak 15 l ke dalam ember ukuran 20 l. Garam ikan sebanyak 750 g dan Artemia sebanyak
26.565 g dimasukkan secara bertahap ke dalam ember. Peralatan aerasi dinyalakan selama 24 jam. Satu ember berisi naplius Artemia dimasukkan ke
dalam galon untuk diendapkan dan ditampung ke dalam baskom. Hasil kultur Artemia dimasukkan ke dalam ember ukuran 7.5 l dan ditambahkan air. Setiap
akuarium diberi 250 ml campuran naplius Artemia.
Kebutuhan Artemia dibedakan menjadi tiga, yakni produksi larva di bawah 1 000 000 ekor per siklus sebanyak 1 kaleng, produksi larva antara 1 000 000 ekor