Fasilitas Transportasi Kelayakan pengembangan usaha pembenihan ikan patin siam pada Pasirgaok Fish Farm Kecamatan Rancabungur Kabupaten Bogor

56 l -1 melebihi 0.01 mg l -1 BPPI 2013 a . Kandungan NH 3 yang tinggi disebabkan oleh padat tebar larva yang tinggi, pakan yang membusuk, dan kotoran ikan yang menumpuk, sehingga larva atau benih akan mengalami stres, sakit, dan pertumbuhan terhambat Lesmana 2002, Mahyuddin 2010. Suhu pemeliharaan larva stabil antara 29 C dan 30 C dengan menggunakan kompor agar nafsu makan larva atau benih ikan patin siam meningkat Mahyuddin 2010. Oleh sebab itu, manajemen air harus rutin dilakukan untuk memperbaiki kualitas air. Survival rate benih ikan patin siam mulai dari larva hingga menjadi benih ukuran 34 inci selama 21 hari dengan padat penebaran larva antara 63 ekor per liter dan 88 ekor per liter adalah 50 persen saat musim kemarau dan 45 persen saat musim kemarau. Kisaran nilai pemeliharaan larva selama 21 hari di Pasirgaok Fish Farm lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Ariyanto et al. 2008 dan BSN 2000 c . Hasil penelitian Ariyanto et al. 2008 menunjukkan bahwa survival rate pemeliharaan larva ikan patin siam selama 21 hari sebesar 23.75 persen dengan padat penebaran larva sebanyak 100 ekor per liter. Badan Standarisasi Nasional 2000 c menetapkan satandar survival rate benih ikan patin siam sebesar 50 persen dengan padat penebaran larva sebanyak 40 ekor per liter. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kegiatan pemeliharaan larva adalah manajemen pakan dan manajemen air, yakni sebagai berikut:

A. Manajemen Pakan

1 Hari ke-1 Larva berumur 1 hari setelah menetas tidak perlu diberi pakan karena alat pencernaan belum terbentuk sempurna dan sumber energi utama adalah cadangan makanan berupa kuning telur yolk. 2 Hari ke-2 sampai Hari ke-3 Larva berumur 2 hari diberi pakan alami berupa Artemia brine shrimp. Artemia adalah hasil telur udang telah dikeringkan menjadi serbuk dan diperjualbelikan dalam kemasan kaleng. Merek dagang Artemia yang dipakai adalah Supreme Plus berisi 425 g asal Amerika Serikat. Artemia dikultur untuk menetaskan telur Artemia dan pemberiannya dilakukan secara ad libitum secukupnya hingga larva terlihat kenyang. Proses kultur Artemia selama 24 jam saat larva berumur 1 hari. Hasil kultur Artemia berupa naplius Artemia dan posisinya berada di bawah wadah, sedangkan cangkang telur dan Artemia yang belum menetas akan mengapung di permukaan air. Proses kultur Artemia dilakukan setiap 1 jam selama 24 jam. Selanjutnya pemberian pakan naplius Artemia diberikan secara bertahap setiap 1 jam selama 2 hari. Alat yang dibutuhkan antara lain: ember ukuran 20 l, instalasi aerasi, galon ukuran 15 l yang dilengkapi keran, gelas ukuran 250 ml, dan ember ukuran 7.5 l. Bahan yang dibutuhkan antara lain: Artemia, garam ikan, dan air. Langkah awal proses kultur Artemia adalah menyiapkan air sebanyak 15 l ke dalam ember ukuran 20 l. Garam ikan sebanyak 750 g dan Artemia sebanyak 26.565 g dimasukkan secara bertahap ke dalam ember. Peralatan aerasi dinyalakan selama 24 jam. Satu ember berisi naplius Artemia dimasukkan ke dalam galon untuk diendapkan dan ditampung ke dalam baskom. Hasil kultur Artemia dimasukkan ke dalam ember ukuran 7.5 l dan ditambahkan air. Setiap akuarium diberi 250 ml campuran naplius Artemia. Kebutuhan Artemia dibedakan menjadi tiga, yakni produksi larva di bawah 1 000 000 ekor per siklus sebanyak 1 kaleng, produksi larva antara 1 000 000 ekor 57 per siklus dan 2 000 000 ekor per siklus sebanyak 2 kaleng, dan produksi larva di atas 2 000 000 ekor per siklus sebanyak 3 kaleng. Proses kultur Artemia ditunjukkan pada Gambar 23. 3 Hari ke-4 sampai Hari ke-21 Jenis pakan alami sejak larva berumur 4 hari adalah cacing sutera Tubifex sp.. Pasokan cacing sutera setiap hari diperoleh dari 2 orang pemasok cacing sutera di Kabupaten Bogor. Peralatan yang yang dibutuhkan antara lain: papan penyincang, pisau, gelas ukuran 250 ml, baskom, dan saringan halus. Langkah awal pemberian pakan cacing sutera adalah cacing sutera ditakar dengan gelas ukuran 250 ml. Kemudian cacing sutera dicacah sesuai dengan ukuran mulut larva. Tahap selanjutnya adalah pencucian hasil cacahan cacing dengan saringan halus. Hasil cacahan cacing yang telah bersih dicampur air dan disebar ke setiap akuarium sebanyak 250 ml. Takaran pakan cacing sutera dan jadwal pemberian pakan berbeda, seiiring umur larva yang bertambah. Pakan Artemia diselingi dengan cacing sutera pada hari ke-3 sebanyak setengah dari takaran normal dan diberikan 6 jam sebelum umpan cacing. Kebutuhan cacing sutera setiap larva sebanyak 0.0006 ml dimulai pada hari ke-4. Takaran pakan cacing sutera meningkat pada hari ke-6 sebanyak 1 gelas, hari ke-8 sebanyak 2 gelas, hari ke-11 sebanyak 3 gelas, dan hari ke-15 sebanyak 4 gelas dari hari sebelumnya, sementara takaran pakan cacing tetap pada hari ke-11 sampai hari ke-20. Peningkatan jumlah pakan diiringi penurunan intensitas pemberian pakan. Umpan diberikan setiap 2 jam sekali pada hari ke-4 sampai hari ke-6. Intensitas pemberian pakan menurun menjadi 3 jam sekali pada hari ke-7 sampai hari ke-8. Umpan cacing sutera rutin diberikan 4 jam sekali pada hari ke-10 sampai hari ke- 21. Proses ganti air membutuhkan waktu sekitar 6 jam, sehingga intensitas pemberian pakan juga akan menurun. Pakan diberikan 1 kali sekitar 12 jam setelah proses panen pada hari ke-15 dan hari ke-18, sementara hari ke-21 benih dipuasakan karena seluruh benih dijual. Proses penyincangan dan pencucian cacing sutera ditunjukkan pada Gambar 24.

B. Manajemen Air

Gambar 23 Kultur Artemia, panen Artemia, naplius Artemia, dan pemberian pakan Gambar 24 Penyincangan dan pencucian cacing sutera