TUGAS A - PEMUTAKHIRAN DATA JARINGAN JALAN FORMULIR : K1 DAN K2

1 TUGAS 1A - PEMUTAKHIRAN DATA JARINGAN JALAN FORMULIR : K1 DAN K2

1.1 RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

1. Tugas ini ditujukan untuk memutakhirkan data dalam Daftar Induk Jaringan Jalan Kabupaten (K1), berdasarkan kondisi terkini dari hasil survai perencanaan tahunan dan dari informasi pekerjaan jalan yang sedang berjalan.

2. Selain itu juga mengkaji ulang dan mempebaiki data ruas jalan strategis atau ruas jalan yang menunjang sektor ekonomi prioritas dalam Daftar Usulan Jaringan Jalan Strategis (K2).

3. Tugas ini sebaiknya dilakukan terutama di bulan Januari – Pebruari dengan mengacu pada hasil survai Penjajagan Kondisi Jalan (S1) dan survai Penyaringan Ruas Jalan (S2) serta informasi mengenai pekerjaan yang sedang dilaksanakan.

4. Perbaikan data pada daftar K1 dilakukan secara manual, langsung pada formulir K1 yang dihasilkan dari database komputer. Hal ini untuk memudahkan operator database komputer dalam melakukan perbaikan yang diperlukan

5. Pemutakhiran daftar K1 dilakukan pada tiga (3) bagian, yaitu data ruas, data segmen dan data lingkungan.

6. Kajiulang dan perbaikan daftar K2 dilakukan secara berkala, hanya jika ada perubahan yang berarti

1.2 TUGAS 1A/1 - PENYELESAIAN DATA RUAS K1

Data ruas pada K1 terdiri dari kolom 1 – 9 , yang merupakan data tetap yang sekali sudah ditentukan dengan benar tidak boleh diubah-ubah lagi, kecuali ada alasan yang dapat diterima.

1.2.1 NOMOR RUAS (KOLOM 1)

a. Setiap ruas yang telah ditetapkan di Kabupaten harus diberi tanda dengan angka bulat (contoh : 02, 33, 104). Jangan membuat nomor ruas dalam bentuk desimal (02.1, 02.2, 33.1, 33.2) atau memakai bentuk gabungan angka dan huruf (33A, 33B) atau gabungan angka bulat dan desimal (33, 33.1) untuk membedakan ruas jalan yang menerus.

b. Sekali sudah ditetapkan, maka nomor ruas tersebut harus terus dipertahankan dan tidak boleh dirubah (kecuali dengan alasan yang sangat khusus), supaya tidak menimbulkan keraguan dan kesalahan dalam pembacaan peta dan proses database komputer.

c. Ruas-ruas baru yang sebelumnya tidak bernomor atau belum masuk di daftar K1, dapat diberi nomor lanjutan dari nomor terakhir yang telah ada sebelumnya, bila sebelumnya telah sampai ruas nomor 100, maka ruas berikutnya harus diberi nomor 101, dst.

d. Bila belum ada kejelasan mengenai status resmi suatu ruas, maka sebagai alternatif dapat digunakan nomor kode sementara yang dapat dipakai sebagai patokan, sebagaimana contoh pada tabel berikut :

Jalan Kota (yaitu 401, 402, 403, ... dan seterusnya) 500

Jalan Irigasi

Jalan Baru

Jalan Transmigrasi

800 Jalan Perkebunan/PIR atau Jalan Kehutanan/Angkutan Kayu 900

Jalan Desa Jalan Negara/Propinsi/Jalan Toll

JN/JP/JT (gunakan nomor jalan BM/PW yang sudah ditetapkan)

e. Nomor tersebut kemudian dapat diganti dengan nomor yang tetap, bila telah disetujui secara resmi oleh Kabupaten dan telah dilakukan survai perencanaannnya. Bersamaan dengan itu, maka data pada peta dan pada semua yang berkaitan dengan database juga harus diganti.

f. Di dalam database, nomor-nomor ruas telah digabung dengan kode Kabupaten dan Propinsi yang mengikuti sistim pemberian kode Biro Pusat Statistik (BPS). Kode tersebut dapat dilihat pada bagian atas formulir K1 di sisi nama Propinsi dan Kabupaten ; misalnya Propinsi Aceh (11), Kabupaten Aceh Selatan (01).

1.2.2 NAMA RUAS (KOLOM 2 / 3)

a. Setiap ruas jalan harus diberi nama pangkal dan nama ujung yang khas (berbeda), yang biasanya berdasarkan nama permukiman setempat.

b. Titik pangkal ruas (ditentukan sebagai km 0,0 ruas jalan) biasanya merupakan titik yang paling sibuk pada ruas tersebut.

c. Penting untuk diperhatikan bahwa sekali nama ruas sudah ditentukan, maka nama tersebut tidak boleh dirubah kecuali dengan alasan khusus yang dapat diterima. Perubahan dapat menyebabkan kekacauan dalam database komputer dan dalam pembacaan peta.

d. Contoh penentuan nama dan nomor ruas yang benar dan yang salah, diilustrasikan dalam gambar 1A1 di bawah

Gambar 1A1.

CONTOH KESALAHAN DALAM PEMBERIAN NOMOR DAN NAMA RUAS

NO NAMA

RUAS

RUAS

RUAS RUAS

1.2.3 TITIK PENGENAL RUAS JALAN (KOLOM 4 / 5 )

a. Titik pangkal dan ujung setiap ruas jalan harus ditentukan secara jelas dan mengacu pada titik pengenal di lapangan yang spesifik, seperti persimpangan dengan satu / lebih ruas jalan lain, nama tempat atau pengenal fisik lainnya yang sifatnya menetap.

b. Persimpangan dengan ruas jalan lain di dalam wilayah kabupaten dinyatakan dengan nomor ruasnya. Misalnya (lihat sket di bawah ini) : titik pangkal ruas 45 ditentukan sebagai (02/02) dan titik ujung ruas (46/47).

c. Persimpangan dengan ruas jalan Nasional atau Propinsi dinyatakan dengan pal-km jalan raya yang diukur dari patok kilometer terdekat dengan nama kota acuannya (biasanya ibukota Propinsi), misalnya : JN. Km 14,5 Medan.

ke Medan

Km 14.0

Km 15.0 Km 15.0

SD Kampung Baru : Sekolah Dasar di Kampung Baru KC Bayah

: Kantor keCamatan Bayah

MSJ P. Lawas

: Mesjid P. Lawas

BTS KAB. A

: Batas Kabupaten A.

KD Kulon

: Kantor Desa Kulon

e. Hindari penggunaan titik pengenal seperti `desa/kampung’ saja, karena tidak memberikan penjelasan yang cukup dimana tepatnya titik pangkal atau ujung ruas tersebut.

f. Bila menggunakan titik pengenal ‘jembatan’, pastikan bahwa jembatan tersebut termasuk dalam ruas jalan tersebut atau tidak. Berikan tambahan keterangan seperti pada contoh berikut : Ut.Jbt.S.Siak (Utara Jembatan Sungai Siak)

g. Cara penentuan titik pengenal ruas yang benar dan yang salah, diilustrasikan pada gambar berikut :

Gambar 1A2.

CONTOH KESALAHAN DALAM PENENTUAN TITIK PENGENAL

TITIK PENGENAL PETA

NO RUAS

NAMA RUAS

(PANGKAL/

UJUNG)

SALAH BENAR

JN.KM 20.6

Km 20

Citra

(Jalan Negara) BGR

Bogor

2 Bisa

45 Jln. Desa

46 Esa

Bts. Desa Mesjid Esa

Dadu

46 Desa Esa

47 Esa

Kampung Esa

1.2.4 PANJANG RUAS (KOLOM 6)

a. Panjang ruas yang didasarkan pada pengukuran dengan pita ukur atau odometer yang telah disesuaikan harus dibulatkan menjadi per 100 m. Perbedaan dalam pengukuran dapat terjadi meskipun dengan menggunakan odometer yang telah disesuaikan.

b. Jangan terus merubah panjang ruas, sebagai hasil dari beberapa kali survai dengan kendaraan dalam batas 10% dari data yang ada di K1. Namun panjang ruas harus segera diperbaiki, setelah pengukuran disain selesai dilaksanakan.

1.2.5 KLASIFIKASI FUNGSI JALAN (KOLOM 7)

a. Semua ruas harus ditentukan fungsinya berdasarkan sektor ekonomi yang dilayaninya. Hal Ini akan dipakai sebagai alat untuk memantau perkembangan jaringan jalan serta sebagai alat bantu dalam pemilihan proyek yang berkaitan dengan kebijakan Nasional.

b. Untuk setiap ruas hanya ditentukan satu fungsi saja, diantara klasifikasi fungsi berikut ini:

JJS

: Ruas jaringan jalan strategis (lihat prosedur 1A/3) TRAN : Melayani kawasan transmigrasi

PIR

: Melayani kawasan perkebunan inti rakyat NMG : Melayani kegiatan ekspor non migas seperti perkebunan besar PAR : Melayani proyek atau kawasan pariwisata

JI

: Melayani proyek irigasi atau daerah penghasil utama padi

UH

: Melayani wilayah kehutanan/jalan untuk angkutan kayu gelondongan KOTA : Melayani jalan kota

LU

: Untuk pelayanan umum

c. Kecuali untuk fungsi pelayanan umum atau jalan kota, fungsi ekonomi lainnya harus ditunjang oleh dokumen pendukung sesuai dengan jenis dan skala kegiatan yang dilayani, dengan menggunakan baik itu K2 untuk ruas- ruas strategis, ataupun survai S6 untuk sektor-sektor tertentu.

d. Peraturan Pemerintah (PP No. 26/1985) menjelaskan bahwa sebagian besar jalan kabupaten juga ditentukan fungsinya sebagai jalan `lokal' yang menghubungkan antara `pusat' dengan daerah pemukiman (persil), atau menghubungkan antar pusat orde ketiga sebagian kecil jalan kabupaten ditentukan sebagai jalan `kolektor' yang menghubungkan antar pusat orde ke-dua atau pusat orde kedua dan ketiga.

1.2.6 STATUS ADMINISTRASI RUAS JALAN (KOLOM 8)

Telah dibuat kode huruf yang menunjukkan kedudukan hukum secara administratif atau yang bertanggung jawab terhadap suatu ruas jalan.

: Kabupaten

D : Desa

: Perkebunan

H : Kehutanan/angkutan balok kayu

: Transmigrasi

A : Irigasi/pengairan JN/JP/JT : Nasional/Propinsi/Toll

1.2.7 TERMASUK KECAMATAN (KOLOM 9)

a. Suatu kecamatan yang dilayani atau dilewati oleh suatu ruas jalan, harus ditentukan namanya untuk membantu penggambaran ruas pada peta dan sebagai alat bantu dalam pemilihan proyek dimana masalah pemerataan harus diperhatikan.

b. Bila suatu ruas melewati lebih dari satu kecamatan, tentukan salah satu saja yang terpenting atau yang mencakup bagian ruas terpanjang.

1.3 TUGAS 1A/2 - PENYELESAIAN DATA SEGMEN DARI KI

Kolom 10 - 18 dalam K1 mencatat segmen atau data bagian ruas yang secara berkala perlu diperbaharui bila kondisi jalan berubah.

1.3.1 PAL KILOMETER (KOLOM 10)

a. Pal kilometer untuk jalan kabupaten belum biasa digunakan. Karena itu titik pangkal dan ujung suatu bagian ruas harus ditentukan dengan pal km yang diukur di sepanjang ruas dengan pita ukur atau odometer kendaraan yang telah disesuaikan

b. Pengukuran tersebut harus dimulai dari titik pangkal yang telah ditentukan dan diberi tanda sebagai Km 0,0. Perhatikan bahwa jumlah panjang seluruh segmen harus sama dengan total panjang ruas.

Contoh : Ruas No

Panjang total : 6,6 km Segmen 1

: Km 0,0 - 3,5 aspal baik

Segmen 2 : Km 3,5 - 6,6 aspal rusak

c. Jangan menggunakan pal km yang diukur dari kota Kabupaten atau kota Propinsi. Sistim ini akan mudah menyebabkan kekacauan bagi ruas jalan kabupaten yang pendek dan bagi keseluruhan jaringan jalan.

1.3.2 LEBAR PERKERASAN (KOLOM 11)

a. Lebar rata-rata perkerasan suatu ruas harus dicatat dalam `meter' dengan pembulatan paling kecil 0,5 meter.

b. Bahu jalan tidak dimasukkan kecuali untuk jalan tanpa perkerasan, dimana tidak jelas seberapa lebar bahunya.

c. Jalan setapak dapat dicatat dengan lebar nominal, yakni satu meter (1,0 m).

1.3.3 TIPE DAN KONDISI PERMUKAAN (KOLOM 12)

a. Tipe permukaan harus ditentukan menurut kategori di bawah ini :

Aspal A :

B : Batu K : Kerikil T : Tanah

C : Beton

b. Kondisi permukaan rata-rata suatu segmen, terutama yang mencerminkan kualitas berkendaraan (kenyamanannya) atau kekasarannya, ditentukan menurut kategori berikut :

B : Baik S : Sedang SR : Sedang/Rusak R : Rusak RB : Rusak Berat

1.3.4 HAMBATAN LALU LINTAS (KOLOM 13)

Setiap segmen harus ditentukan tingkat aksesnya terhadap kendaraan roda-4, dengan menggunakan kode angka (kode akses dari formulir A3 bila sudah ada) atau kode huruf sebagai berikut :

Terbuka untuk kendaraan roda-4 sepanjang tahun TB

Tertutup untuk kendaraan roda-4 selama 2-6 minggu/tahun TB/TMH 1

Tertutup untuk kendaraan roda-4 pada musim hujan TMH

Tertutup untuk kendaraan roda-4 sepanjang tahun TST

Tertutup juga untuk sepeda motor TST

1.3.5 BULAN-TAHUN SURVAI PERENCANAAN TERAKHIR (KOLOM 14)

Data ini harus ditunjukkan dengan bulan dan tahun (misalnya 06/94) dari studi perencanaan S2/A1 terakhir, atau dari pelaksanaan survai lalu lintas terakhir (untuk ruas yang berkondisi baik/sedang) namun bukan dari survai S1 yang dilakukan setiap tahun pada semua ruas yang kondisinya baik/sedang.

1.3.6 TAHUN PELAKSANAAN PEKERJAAN (PK/MP) TERAKHIR (KOLOM 15)

a. Catat dalam kolom ini (15.1) tahun program pelaksanaan pekerjaan berat terakhir (PK), misalnya 93 (tahun program 1993/94). Tidak perlu memberikan bulan awal dan akhir pelaksanaan pekerjaan.

b. Pada versi K1 yang baru, disediakan kolom data yang kedua (15.2) untuk mencatat pekerjaan pemeliharaan periodik yang terakhir (overlay/ pelapisan ulang).

1.3.7 BULAN-TAHUN PERUBAHAN DATA K1 TERAKHIR (KOLOM 16)

a. Data dasar K1 mempunyai kolom data untuk pengisian bulan/tahun dari setiap perbaikan yang dibuat pada formulir K1, ini tercatat secara otomatis di komputer.

b. Perlu dicatat bahwa pada versi hasil komputer, biasanya dicantumkan pula tanggal di bagian atas, misalnya "Edisi April 1993". Ini menunjukkan bahwa sebagian besar perubahan-perubahan segmen yang baru harus sudah dibuat dalam kwartal pertama 1993. Hasil cetakan komputer juga mencantumkan tanggal pencetakan pada bagian kanan atas.

1.3.8 KELAS RENCANA LALU LINTAS / KRLL (KOLOM 17)

a. Data dasar K1 juga mempunyai kolom data untuk Kelas Rencana Lalu Lintas

b. Data ini diperoleh dari data lalu lintas beserta studi perencanaan yang berkaitan dan menunjukkan perkiraan kisaran lalu lintas harian rata-rata roda-4 (LHR) bila jalan tersebut telah ditingkatkan atau sudah dalam kondisi baik/sedang.

KRLL 1 : LHR < 50 KRLL 2 : LHR 51 - 200

KRLL 3 : LHR 201 - 500

KRLL 4 : LHR 501 - 1500 KRLL 5 : LHR > 1500 KRLL 4 : LHR 501 - 1500 KRLL 5 : LHR > 1500

1.3.9 LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA / LHR ( KOLOM 18)

Data dasar K1 mempunyai kolom data untuk pencatatan total LHR kendaraan roda-

4 yang ada (17) dan LHR kendaraan roda-4 ekivalen termasuk sepeda motor dan lalu lintas bukan bermotor (18) yang tercatat dalam penghitungan lalu lintas.

1.3.10 JUMLAH PENDUDUK (KOLOM 19)

Dalam data dasar K1 juga disediakan kolom data untuk mencatat jumlah penduduk yang dilayani oleh suatu segmen yang terangkum dalam lembar analisa A3.

1.3.11 BULAN TAHUN PERUBAHAN DATA (KOLOM 20)

Merupakan catatan dari database komputer yang menunjukkan kapan (bulan tahun) terakhir kali data diperbaharui.

1.4 TUGAS 1A/3 - PENYELESAIAN DATA LINGKUNGAN DARI K1

Kolom 21 – 23 dalam K1 mencatat data lingkungan yang secara berkala perlu diperbaharui bila kondisi lingkungan suatu ruas jalan kabupaten berubah.

1.4.1 STATUS LINGKUNGAN (KOLOM 21)

Telah dibuat kode angka yang menunjukkan status lingkungan suatu ruas jalan kabupaten pada saat K1 dibuat atau diperbaharui yaitu :

1 = Menunggu Studi ANDAL

2 = Ditunda menunggu Studi ANDAL

3 = Tercakup dalam PIL sektoral tipe D

4 = Tercakup dalam PIL sektoral tipe ID

5 = Perlu Studi KL / UKL, UPL

1.4.2 KODE DAERAH RAWAN (KOLOM 22)

Untuk mengetahui bahwa suatu ruas jalan kabupaten melewati suatu daerah rawan lingkungan telah dibuat kode angka sebagai berikut :

1 = Cagar Alam

2 = Suaka Margasatwa

3 = Hutan Konservasi

4 = HL - TGHK masih hutan

5 = HL - direkomendasikan RePPProt masih hutan

6 = HL – TGHK bukan hutan

7 = HK – direkomendasikan RePPProt bukan hutan

8 = Taman Baru

9 = Taman Nasional

10 = Taman Rekreasi / Wisata

11 = Daerah curam (Informasi Land System)

12 = Lahan Basah (Gambut)

13 = Daerah Pantai / Hutan Bakau

14 = Kawasan Waduk / Danau

15 = Kawasan Bencana Alam

1.4.3 STATUS STUDI LINGKUNGAN (KOLOM 23)

Untuk mengetahui status studi lingkungan pada suatu ruas jalan kabupaten telah dibuat kode huruf sebagai berikut :

O = Diperlukan penyaringan tahap awal dan kedua

S = Cukup dengan sektoral UKL / UPL

K = Diperlukan Studi KL

U = Sudah dilakukan Studi KL

A = Diperlukan Kerangka Acuan untuk ANDAL T = Sudah dibuat Kerangka Acuan untuk ANDAL

R = Sudah dilakukan Studi ANDAL

1.5 TUGAS 1A/4 - PENENTUAN JARINGAN JALAN STRATEGIS (K2)

1.5.1 RUANG LINGKUP DAN TUJUAN

a. Tujuan pokok dari tugas ini adalah untuk menentukan rute jalan kabupaten yang akan mendapat prioritas tertinggi untuk pekerjaan pemeliharaan, atau bila sesuai untuk pekerjaan rehabilitasi atau peningkatan.

b. Sekali pemilihan rute ini dilakukan dengan benar, maka kaji ulang dan perbaikannya (jika diperlukan) cukup dilakukan kira-kira setiap tiga tahun sekali saja.

c. Target utamanya adalah menentukan jaringan jalan strategis dengan batas maksimal sekitar 20 persen dari total panjang jaringan jalan yang ada di kabupaten (tidak termasuk jalan negara/propinsi).

1.5.2 KRITERIA

Jaringan jalan strategis harus mencakup jalur utama yang melayani hubungan antar berbagai bagian di dalam kabupaten, yang sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

a. Ruas jalan yang umumnya bersifat antar kota, yaitu menghubungkan kota kabupaten dengan pusat-pusat administrasi pemerintahan seperti kota kecamatan, dan pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti pasar utama ; ini akan meliputi jalan `kolektor' yang menghubungkan kota 'orde' kedua dan ketiga (seperti yang ditetapkan menurut peraturan yaitu : PP No. 26, 1985).

b. Ruas jalan alternatif yang salah satunya sudah ditetapkan dan memenuhi hubungan yang memadai, tidak termasuk dalam kriteria ini.

c. Ruas jalan yang biasanya sudah menampung tingkat lalu lintas tinggi (atau berpotensi tinggi pada wilayah yang jaringannya belum berkembang secara penuh) pada kenyataannya tingkatan ini bisa berbeda, misalnya, mulai dari di atas 500 LHR di daerah padat penduduk di Pulau Jawa sampai di atas 50 LHR di daerah kurang berkembang di pulau lain.

d. Ruas jalan yang biasanya sudah diaspal, kecuali pada daerah yang jaringan jalannya belum dikembangkan.

e. Ruas jalan yang melayani sumber-sumber penyebab meningkatnya lalu lintas selain perkotaan, seperti sumber material besar, pabrik atau daerah perkebunan, dapat pula masuk ke dalam kriteria ini asalkan ruas jalannya terbuka bagi lalu lintas umum.

f. Ruas jalan yang melayani pangkalan jenis angkutan lain (yakni ruas menuju pelabuhan laut atau sungai, lapangan udara, atau stasiun KA)

g. Ruas jalan yang pendek (yakni kurang dari 5 km), tapi bukan bagian dari rute lanjutan, tidak termasuk dalam kriteria ini (kecuali pada vi)

h. Ruas jalan di daerah perkotaan tidak termasuk dalam kriteria ini, kecuali kalau ruas tersebut merupakan bagian dari rute lanjutan jaringan jalan strategis yang menghubungkan dua pusat kota.

i. Ruas jalan utama antar kabupaten bisa dimasukkan apabila tidak ada jalan negara/propinsi yang memadai untuk jalur tersebut.

j. Bagian ruas jalan negara/propinsi yang berada di dalam kabupaten secara otomatis merupakan bagian dari jaringan jalan strategis, walaupun pemeliharaan atau peningkatannya tidak masuk ke dalam program jalan kabupaten.

k. Perlu dicatat, bahwa istilah ‘strategis’ disini didasarkan atas konsep ekonomi. Berbeda halnya dengan istilah `strategis keamanan' yang mengacu pada jalan khusus dengan fungsi keamanan negara, seperti jalan yang berdekatan dengan batas negara (jalan seperti ini tidak tercakup dalam prosedur ini).

1.5.3 PROSEDUR PENGISIAN

Pada formulir K2 dan Peta Jaringan Jalan 2 (lihat tugas 1F), tentukan ruas jalan yang akan diusulkan menjadi bagian dari jaringan jalan strategis sesuai langkah- langkah berikut :

KELOMPOK A :

a. Beri tanda di peta dan cantumkan pada formulir K2 semua ruas jalan nasional dan propinsi, termasuk nomor ruasnya (sesuai dengan nomor Bina Marga).

b. Informasi ini bisa diperoleh dari Dinas PU / Bina Marga/prasana wilayah Propinsi

KELOMPOK B :

a. Beri tanda di peta dan cantumkan pada formulir K2 : ruas jalan terpendek yang menghubungkan setiap kota kecamatan ke jalan nasional / propinsi dan ke ibukota kabupaten.

b. Perhatikan: jalur baru secara umum tidak dapat dimasukkan kecuali bila penghematan jarak tempuhnya ke kota kabupaten mencapai paling sedikit 50 persen dari jarak tempuh lewat jalur yang sudah ada; perhatikan juga bahwa jalur baru itu memerlukan studi khusus yang justru memperlambat penyertaannya dalam program.

c. Catat pada formulir K2 nama kota yang dilayani ruas jalan itu, instansi mana yang bertanggung jawab untuk pemeliharaannya dan data informasi tentang kondisi perkerasan serta keterbukaan ruas jalan itu (dari formulir K1).

KELOMPOK C :

a. Beri tanda pada satu jalur langsung yang menerus dan wajar, yang merupakan penghubung antar kota kabupaten dengan ibukota kabupaten di sekitarnya dan cantumkan nomor ruas jalur itu jika belum tercatat pada kelompok A atau B.

b. Biasanya jalur ini merupakan ruas jalan yang sudah ada; karena jalur baru hanya akan diterima bila terjadi penghematan jarak tempuh paling sedikit 50 persen dari yang ada.

c. Ruas-ruas jalan penghubung antar kabupaten yang bertetangga ini harus ditentukan sebagai jalur strategis.

KELOMPOK D :

a. Beri tanda dan cantumkan kemungkinan ‘pilihan lain’ untuk dimasukan sebagai jalur strategis, diantara pilihan berikut ini :

Ruas jalan lain yang melayani lalu lintas tinggi yang secara khusus merupakan ruas jalan langsung penghubung dua bagian penting di dalam daerah kabupaten.

Ruas jalan lain ke jalan Nasional / Propinsi atau ke ibukota kabupaten, dari sumber penyebab lalu lintas tinggi selain dari kota kecamatan (sebutkan

sumber penyebabnya)

b. Periksa bahwa total (B+C+D) tidak lebih atau sama dengan 20 persen dari total panjang jaringan jalan kabupaten (dari K1). Jangan masukkan ruas jalan berprioritas rendah bila total tersebut sudah melebihi target.

c. Kaji ulang dan sesuaikan usulan itu seperlunya sewaktu konsultasi dengan instansi yang terkait dengan penanganan jalan di Propinsi dan kalau ada dengan konsultan pembimbing, khususnya untuk mendapatkan :

Status yang sebenarnya dari ruas jalan kabupaten yang kemungkinannya dalam waktu dekat akan menjadi jalan propinsi untuk keperluan perencanaan pekerjaan, terutama usulan ruas baru. Pandangan Propinsi terhadap perkembangan yang terjadi pada ruas jalan antar kabupaten. Sebaiknya dana dan sumber daya kabupaten tidak dialokasikan ke ruas jalan yang dalam waktu dekat menjadi status propinsi.

d. Cantumkan pada formulir K1 (kolom 7) ruas jalan yang termasuk dalam klasifikasi jaringan jalan strategis (JJS).