Perbankan Syariah LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DAN DINAMIKA FULL OK

211 Lembaga Keuangan Syariah dan Dinamika Sosial 1 Harus jelas maksudnya 2 Harus selaras 3 Harus menyambung satu majlis akad Shighat al-‘aqd ijab-qabul dapat dilaksanakan melalui 4 cara: a. Lisan b. Tulisan c. Isyarat d. Perbuatan Mu’athah Suatu akad atau kontrak akan terbentuk apabila ada dua pihak yang berakad tharafay al- ‘aqd, benda atau barang yang berlaku padanya akad mahall al-‘aqd atau ma’qud ‘alaih, adanya tujuan atau maksud pokok mengadakan akad maudhu’ al-‘aqd atau ghayah al-‘aqd serta adanya rukun-rukun akad. Apabila akad telah terbentuk maka mengikat pihak-pihak yang berakad dengan beberapa hukum syara’disebabkan terwujudnya akad yaitu hak dan iltizam. 22 Hak atau tepatnya nafadz al-‘uqud adalah natijah kesimpulan terjadinya akad sejak akad dimulai. Misalnya, nafadz al-‘aqd bay’ berarti akad itu memindahkan barang yang dijual dari penjual kepada pembeli sedangkan kepemilikan uang milkiyah tsaman berpindah dari pembeli ke penjual, lalu masing-masing diharuskan menyerahkan yang harus mereka serahkan. 23 Iltizam yang ditimbulkan oleh akad adalah keharusan membuat sesuatu atau keharusan meninggalkan sesuatu untuk kepentingan pihak yang lain. Contohnya, menyerahkan barang yang dijual, mengganti kerugian karena ada cacat. 24 Pembentukan akad di atas apabila tidak terpenuhi syarat atau terjadi cacat maka akad tersebut akan menjadi fasid. Sedangkan jika dilihat dari akibat hukum akad akan berbeda-beda karena berbedanya tujuan akad. Oleh karena itu iltizam akad akan berbeda tergantung kepada tujuan akad tersebut. 22 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah Jakarta: Bulan Bintang, 1984, h. 23. 23 Ibid., h. 42-43. 24 Ibid., h. 53. 212 Lembaga Keuangan Syariah dan Dinamika Sosial Penggolongan jenis akad dari sisi sah tidaknya akad menurut syari’ah dan akibat hukumnya tidak terdapat perbedaan di kalangan fuqaha’ bahwa terdapat dua jenis akad, al-shahih dan ghair al-shahih.

a. Akad al-Shahih

Akad al-shahih adalah akad yang memenuhi unsur-unsur dasar adanya shighat, ‘aqidain, mahal al-aqd, dan maudhu’ al-‘aqd dan syarat- syarat syar’iyah. Hukum akad shahih adalah ketetapan pengaruh akad pada masa itu juga. Maka al-bay’ sah apabila memenuhi syarat secara syariah. 25 Menurut Hanaiyah dan Malikiyah, akad shahih dapat dibagi kepada akad nafadz dan akad mauquf. 26 Akad-akad Nafadz, yaitu akad yang berasal dari orang yang memiliki ahliyah dan wilayah dalaam dirinya. Misalnya, akad yang dilakukan oleh orang yang mengerti dalam mengelola hartanya, akad yang dilakukan oleh wali atau washi untuk yang belum dapat melakukan akadnya sendiri. Atau akad yang dilakukan oleh wakil untuk yang diwakilinya. Hukum jenis akad ini adalah berakibat hukum tanpa menunggu peersetujuan orang lain. Akad nafadz terbagi kepada dua, Pertama, Al-Lazim, yaitu akad yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh pelaku akad tanpa keridhaan persetujuan pihak lain. Seperti akad al-bay’ dan akad al- ijarah . Hukum asal al-‘uqud itu al-luzum, karena penunaian akad wajib menurut syari’at berdasarkan QS. Al-Maidah: 1. Kedua, Ghair al-Lazim al-Jaiz, yaitu akad yang dapat dibatalkan oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak tanpa adanya persetujuan dari pihak lainnya. Baik perbuatan yang diikuti dirinya sendiri seperti akad-akad al-wakalah, al-i’arah, maupun untuk kemashlahatan bagi pelaku akad seperti akad yang disempurnakan dengan hak khiyar. Akad-akad dilihat dari sisi luzum dan dapat atau tidaknya difasakhkan dibatalkan nya akad terbagi kepada empat jenis akad. 27 25 Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, h. 234; bandingkan Syalabi, al-Madkhal i al-Ta’rif bi al-Fiqh, h. 499. 26 Ibid., h. 238-241. 27 Ibid., h.241-242. Bandingkan, Zarqa, al-Madkhal al-Fiqhiy, h. 639-640; Muhammad Abu Zahrah, al-Milkiyah wa al-Nazhariyah al-‘Aqd i al-Syari’ah al-Islamiyah Birut: Dar al-Fikr al-‘Arabi, t.th., h. 421-424; Syalabi, al-Madkhal i al-Ta’rif bi al-Fiqh, h. 505-507.dan Ash Shiddieqy, Fiqh Mu’amalah, h. 101-102. 213 Lembaga Keuangan Syariah dan Dinamika Sosial 1 ‘Uqud lazimah la taqabbal al-fasakh akad-akad lazim yang tidak menerima fasakhpembatalan. Seperti akad al-zawaj adalah akad yang tidak dapat dibatalkan dengan jalan al- iqalah, yakni tidak menerima pencabutan kesepakatan. Akad nikah hanya dapat diakhiri dengan cara yang ditetapkan syara’, seperti al-thalaq dan al-khulu’ atau karena keputusan hakim atas tuntutan istri karena tidak dinakahi atau ada kecacatan suami atau karena ada kemudharatan dalam keluarga atau sebab lainnya. 2 ‘Uqud lazimah taqabbal al-fasakh akad-akad lazim yang menerima fasakhpembatalan yakni menerima pembatalan dengan cara al-iqalah atau kesepakatan para pihak yang berakad. Akad-akad jenis ini adalah akad-akad al-mu’awadhat al-maliyah seperti al-bay’, al-ijarah, al-shulh, al- muzara’ah, al-masaqah dan sejenisnya. Akad-akad ini juga menerima pembatalan dengan khiyar. 3 ‘Uqud lazimah li ahad al-tharafain akad-akad lazim bagi salah satu pihak saja, seperti akad al-rahn dan al-kafalah. Rahn dan kafalah merupakan keharusan bagi si rahin dan si kail, tidak merupakan keharusan dipenuhi oleh si murtahin dan si makful lah. Hal ini disebabkan bahwa akad ini adalah untuk kemaslahatan pribadi yang berakad yaitu menguatkan hak, bagi kedua pihak dapat melepaskan hak itu. 4 ‘Uqud ghair lazimah li al-tharafain akad-akad ghair lazim bagi kedua pihak, kedua pihak memiliki hak untuk fasakh membatalan dan rujuk. Jenis akad ini adalah al- ida’ wadi’ah, al-i’arah, al-wakalah, al-syirkah, al-mudharabah, al-washiyah dan al-hibah. Pada akad-akad al-ida’ wadi’ah, al-i’arah, al-wakalah, al-syirkah dan al-mudharabah masing- masing pihak yang berakad boleh membatalkan akad kapan mereka mau. Pada akad al-washiyah dan al-hibah sah bagi al-mushi dan al-wahib ruju’ darinya, sebagaimana sah bagi al-musha lah dan al-mauhub lah menolak dan membatalkan akad setelah wafatnya al-mushi dan ketika al-wahib masih hidup. Akad-akad Mauquf, yaitu akad yang dilakukan oleh orang yang memiliki ahliyah dalam berakad tetapi tidak memiliki wilayah, seperti 214 Lembaga Keuangan Syariah dan Dinamika Sosial akad al-fudhuli. Akad al-fudhuli adalah akad mauquf karena berlakunya akad ini setelah disetujui oleh yang bersangkutan sendiri si pemilik harta. Menurut pandangan Syai’iyah dan Hanabilah jenis akad ini adalah bathil.

b. Akad Ghair al-Shahih

Akad ghair al-shahih adalah akad yang tidak terpenuhinya salah satu unsur-unsur dasar atau salah satu syarat syar’iyah. Hukum akad ini adalah tidak dapat dilaksanakannya akad, seperti jual beli bangkai, darah, khamar dan babi. Menurut Jumhur fuqaha’ tidak ada perbedaan antara akad al-bathil dan akad al-fasid . Sedangkan Ulama Hanaiyah membedakan jenis akad ghair al-shahih kepada akad al-bathil dan akad al-fasid. 28 1 Al-‘aqd al-bathil, adalah akad yang cedera atau tidak memenuhi rukun akad atau mahal akad, atau akad yang tidak disyari’atkan baik asalnya maupun sifatnya. Beberapa contoh jenis akad ini adalah: a Akad yang dilakukan oleh salah seorang yang bukan golonggan ahli akad, seperti orang gila dan belum mumayyiz. b Shighat akad yang tidak salimah. c Mahal al-‘aqd secara syariah tidak menerima hukum akad, seperti al-bay’ yang tidak ada bendanya atau bukan harta mutaqawwam seperti khamar, babi dan ikan di dalam air. Jual beli dari harta publik seperti bagian dari jalan raya atau rumah sakit atau masjid. Hukum akad bathil adalah pada dasarnya tidak digolongkan sebagai akad dan jika kelihatannya secara lahir seperti akad, maka tidak memiliki akibat hukum secara syara’ dan tidak dibenarkan menggunakan kepemilikan dari akad tersebut. 2 Al-‘aqd al-fasid, adalah akad yang memenuhi rukun dan syarat, tetapi dilarang oleh syara’ seperti menjual barang yang tidak diketahui sehingga dapat menimbulkan 28 Al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, h. 234. Lihat juga Syalabi, al-Madkhal i al-Ta’rif bi al-Fiqh, h. 499-500.