Tidak adanya hubungan antara pekerjaan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur dapat diasumsikan bahwa seseorang yang bekerja akan
memiliki tingkat kesibukan lebih tinggi sehingga akan berpengaruh terhadap besar-kecilnya perhatian orang tersebut terhadap makanan yang akan
dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto 2002 dalam Bahria 2009, yaitu jika seseorang terlalu sibuk bekerja, seringkali ia lalai dalam
memenuhi kebutuhan gizinya dan lebih memilih mengonsumsi makanan cepat saji
Namun, hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rita 2002, yang menemukan bahwa pekerjaan berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku konsumsi individu, karena jenis pekerjaan akan berpengaruh langsung terhadap jumlah pendapatan yang akan diterima oleh seseorang.
Selain itu, menurut Mukson 1996 dalam Zulaeha 1999, keluarga yang memiliki pendapatan tinggi biasanya mempunyai akses dan daya jangkau
cukup dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan sebaliknya.
6. Hubungan Tingkat Ekonomi Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur Tingkat ekonomi keluarga dapat menilai mutu sumberdaya manusia dan
turut mempengaruhi perilaku konsumsu individu. Dalam penelitian ini, sebagian besar remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang rendah yaitu
84,7, sedangkan remaja dengan tingkat ekonomi tinggi hanya 15,3. Tingginya jumlah remaja dengan tingkat ekonomi rendah disebabkan karena
mayoritas penduduk Indonesia sebagian besar masih dalam taraf tingkat
ekonomi menengah ke bawah Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004.
Dalam penelitian ini, tingkat ekonomi diukur berdasarkan tingkat pengeluaran keluarga untuk makanan dibandingkan dengan jumlah
pengeluaran total keluarga dalam sebulan. Semakin besar persentase pengeluaran keluarga untuk makanan maka akan semakin rendah tingkat
ekonomi keluarga tersebut, demikian pula sebaliknya Hidayati, 2004. Hal tersebut berdasarkan fakta di negara-negara berkembang, penduduk
yang berpenghasilan rendah hampir membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk membeli makanan. Pada daerah miskin di India 80
pendapatan yang diperoleh digunakan untuk membeli makanan, sedangkan di negara maju hanya 45 untuk membeli makanan Hidayati, 2004.
Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang
perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah. Hal ini berarti mayoritas masyarakat
yang konsumsi buah dan sayurnya kurang optimal, terutama berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah.
Berdasarkan hasil uji statistik, terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Zenk 2005 yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat ekonomi keluarga dan
perilaku konsumsi individu, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan dan
status ekonomi tinggi cenderung akan mengonsumsi buah dan sayur lebih banyak. Penelitian MacFarlane 2007 dalam Bahria 2009 juga mendukung
hal tersebut, dimana ditemukan bahwa masyarakat yang status ekonominya tinggi selalu tersedia sayuran saat makan malam dan buah di rumah sehingga
tingkat konsumsi buah dan sayur lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang ekonominya rendah.
selanjutnya dalam penelitian Utsman 2009, juga ditemukan bahwa tingkat ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku konsumsi.
Hal ini menunjukkan, orang yang memiliki daya beli yang baik atau tingkat ekonominya tinggi dapat memenuhi kebutuhannya terhadap bahan makanan
secara cukup. Semakin tinggi pendapatan seseorang atau meningkatnya tingkat ekonomi keluarga cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan
jenis pangan yang dikonsumsi. Tingkat ekonomi juga mencerminkan kemampuan untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur.
Berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang tingkat ekonomi keluarganya rendah mempunyai peluang 1,675 kali untuk
berperilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja yang memiliki tingkat ekonomi keluarga tinggi. Keluarga dengan pendapatan
terbatas cenderung tidak dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang
terjamin, karena dengan uang terbatas tidak akan banyak pilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi Suhardjo, 2006.
Dalam hal konsumsi buah dan sayur, pada keluarga dengan tingkat ekonomi tinggi, rata-rata konsumsi buahnya lebih tinggi karena mereka
mampu membeli buah-buahan dan mamahami manfaatnya bagi kesehatan. Hal ini sesuai dengan pendapat Khomsan dkk, 2008, yaitu dengan
peningkatan status ekonomi, maka pengeluaran untuk bahan makanan akan meningkat.
Selain itu, menurut Hartoyo 1997 dalam Bahria 2009, bahwa secara ekonomi, buah termasuk dalam kategori barang normal dengan nilai elastisitas
pengeluaran pendapatan bertanda positif. Artinya, bila terjadi kenaikan pengeluaran yang menunjukkan adanya peningkatan pendapatan maka
konsumsi buah oleh rumah tangga juga akan meningkat. Sedangkan untuk konsumsi sayuran tidak terlalu berpengaruh terhadap pendapatan karena harga
sayuran yang masih dapat dijangkau oleh dua golongan ekonomi tersebut baik kaya maupun miskin.
Pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, cenderung lebih memenuhi kebutuhan bahan makanan akan karbohidrat dan lemak dibanding
buah dan sayur. Hal ini sesuai dengan pendapat MasFarlane 2007 dalam Wulansari 2009, bahwa masyarakat yang status ekonominya rendah
cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah, sayur dan makanan berserat lainnya dibandingkan dengan makanan tinggi karbohidrat dan lemak.
Berdasarkan hasil uji multivariat, tingkat ekonomi merupakan variabel paling dominan yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur
setelah dikontrol dengan umur, jenis kelamin, pendidikan dan tempat tinggal
dengan nilai OR tertinggi diantara variabel lainnya. Dengan demikian, dapat diasumsikan jika remaja memiliki tingkat ekonomi keluarga yang tinggi maka
akan meningkatkan konsumsi buah dan sayur meskipun remaja tersebut berumur remaja awal 10 – 19 tahun atau berjenis kelamin laki-laki atau
berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di daerah perkotaan. Tingkat ekonomi memang sangat mempengaruhi konsumsi makan
individu baik dari jumlah maupun mutu kandungan gizinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekiman 2000 dalam Wulansari 2009, bahwa tingginya
tingkat ekonomi cenderung diikuti dengan tingginya jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, karena tingkat ekonomi akan mencerminkan kemampuan
untuk membeli bahan pangan, termasuk buah dan sayur. Selain itu, dengan meningkatnya tingkat ekonomipendapatan seseorang,
maka terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku konsumsi individu cenderung berubah
bersamaan dengan meningkatnya tingkat ekonomi Suhardjo, 1989 dalam Bahria, 2009.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah dapat memperluas lapangan pekerjaan agar masyarakat Indonesia dapat memiliki penghasilan yang
mencukupi dan meningkatkan status ekonomi mereka. Misalnya dengan membuat program kursus keahlian bagi masyarakat maupun peminjaman
modal kerja. Sehingga diharapkan dengan meningkatnya status ekonomi, dapat meningkatkan pemenuhan konsumsi bahan pangan, termasuk buah dan
sayur.
7. Hubungan Tempat Tinggal dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur