tingkat konsumsi buah dan sayur antara remaja yang berjenis kelamin laki- laki dan perempuan.
Sedangkan berdasarkan perhitungan risk estimate diketahui bahwa remaja yang berjenis kelamin laki-laki mempunyai peluang 1,096 kali untuk
memiliki perilaku kurang konsumsi buah dan sayur dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan oleh Centers
for Disease and Prevention 2005 dalam Bahria 2009, bahwa jumlah perempuan yang mengonsumsi buah antara 3 hingga 5 kali sehari lebih tinggi
dibanding pria. Dengan kata lain bahwa remaja yang berjenis kelamin laki- laki akan cenderung lebih sedikit mengonsumsi buah dan sayur dibanding
perempuan. Alasan lain yang menyebabkan tingkat konsumsi buah dan sayur pada
laki-laki lebih sedikit dibanding perempuan yaitu pada remaja laki-laki cenderung tidak menyukai makanan ringantidak mengenyangkan karena
tingkat aktivitas fisiknya lebih tinggi dibanding perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat Dewi 1997 dalam Wulansari 2009, bahwa laki-laki lebih
menyukai makanan yang mengenyangkan sehingga asupan makanan pada laki-laki cenderung lebih tinggi karbohidrat dan lemak dibanding buah dan
sayur.
3. Huubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan Perilaku Konsumsi Buah
dan Sayur Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya anggota rumah tangga yang
bertempat tinggal di rumah tangga tersebut Depkes, 2008. Jumlah anggota
keluarga diduga sebagai salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku konsumsi buah dan sayur pada remaja. Dalam penelitian ini, sebagian besar
remaja memiliki jumlah anggota keluarga yang besar yaitu 81,2, sedangkan remaja dengan jumlah anggota keluarga kecil hanya 18,8. Lebih banyaknya
remaja yang memiliki jumlah anggota keluarga besar, karena pada sampel Riskesdas, sebagian besar kepala keluarga memiliki anak lebih dari dua,
sehingga jumlah anggota keluarga 4 orang dan termasuk keluarga besar. Berdasarkan analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur, menunjukkan bahwa jumlah remaja yang perilaku konsumsi buah dan sayurnya kurang lebih banyak pada remaja
dengan jumlah anggota keluarga besar. Hal ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka akan semakin besar pangan yang dikonsumsi
dan pembagian makanan dalam keluarga tersebut akan lebih sedikit dibanding keluarga dengan jumlah sedikit Srimaryani, 2010.
Selain itu, semakin besar jumlah anggota maka kebutuhan pangan akan meningkat, apabila jumlah pangan yang tersedia terbatas, maka asupan
makanan yang diterima oleh setiap anggota keluarga akan terbatas pula. Hal ini sesuai dengan teori Suhardjo 2006, yaitu besarnya jumlah anggota
keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga tersebut sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi
pangan untuk setiap individu akan semakin berkurang. Berdasarkan hasil uji statistik secara bivariat menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur. Namun, ketika variabel jumlah anggota keluarga dilakukan analisis multivariat, hasilnya menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur.
Dengan demikian pengaruh variabel jumlah anggota keluarga tertutup oleh variabel lainnya yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, tingkat
ekonomi keluarga dan tempat tinggal yang di analisis secara multivariat. Sehingga dapat diasumsikan bahwa remaja yang memiliki jumlah anggota
keluarga kecil dan tidak termasuk kelompok berisiko dari variabel lainnya, maka hal tersebut akan memicu remaja untuk mengonsumsi buah dan sayur
dalam jumlah yang cukup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Pratiwi 2006 dan
Wulansari 2009, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara keluarga kecil maupun besar terhadap perilaku konsumsi
buah dan sayur. Namun, penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Srimaryani 2010, yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga dengan
perilaku konsumsi buah dan sayur individu menunjukkan hubungan yang signifikan.
Tidak berhubungannya variabel jumlah anggota keluarga dengan perilaku konsumsi buah dan sayur dapat diasumsikan karena yang
menyebabkan seseorang mengonsumsi buah dan sayur tidak hanya faktor jumlah anggota keluarga, tetapi ada faktor lain seperti faktor ketersediaan
pangan. Menurut Neumark Stainer et al 2003 dalam Bahria 2009,
dikatakan bahwa perilaku konsumsi buah dan sayur dalam keluarga akan meningkat apabila didukung dengan ketersediaan bahan makanan. Dapat
disimpulkan bahwa walaupun remaja memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika ketersediaan buah dan sayur tidak mencukupi, maka mereka akan
tetap kekurangan dalam mengonsumsi buah dan sayur. Selain itu, jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi
pengeluaran keluarga untuk makanan atau tingkat ekonomi keluarga tersebut. Dengan peningkatan jumlah anggota keluarga maka tingkat pengeluaran
keluarga untuk makanan akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan teori Suhardjo 2006, bahwa sebagian besar pendapatan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan bahan makanan sedangkan kebutuhan lainnya kurang tercukupi. Hal ini dapat diasumsikan bahwa walaupun keluarga tersebut
memiliki jumlah anggota keluarga kecil, namun jika tingkat ekonominya rendah, maka kebutuhan akan bahan makanan termasuk buah dan sayur akan
kurang tercukupi. Menurut Sediaoetama 2006, pengaturan pengeluaran untuk makanan
sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi anggota
keluarga tidak mencukupi kebutuhan, termasuk kebutuhan akan konsumsi buah dan sayur. Selain dalam hal konsumsi makanan, besar keluarga juga
akan berpengaruh terhadap perhatian orang tua, bimbingan, petunjuk dan perawatan kesehatan.
Oleh karena itu, sebaiknya pemerintah mengembangkan program keluarga berencana KB agar dapat menekan laju pertumbuhan penduduk
yang semakin tinggi, supaya ketersediaan bahan makanan dapat lebih tercukupi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
4. Hubungan Pendidikan dengan Perilaku Konsumsi Buah dan Sayur