Hubungan Persepsi Pasien tentang Accessibility dengan Citra

Ika Puspita : Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang, 2009 kesehatan untuk membantu mengatasi kesulitan pasien masih kurang baik, padahal menurut pendapat Azwar 1996 untuk dapat terselenggaranya pelayanan yang bermutu, sikap dan tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan adalah sangat penting dan Sabarguna 2004 juga menyatakan bahwa pelayanan yang tepat, kompeten, ramah dan menanggapi keluhan secara bijaksana merupakan promosi yang tepat. Setiap petugas di rumah sakit, harus dapat memberikan pelayanan yang memuaskan dan menjadi sadar bahwa tiap tindakkannya bisa menjadi alat untuk mempromosikan rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu institusi yang bergerak dibidang jasa sudah seharusnya meletakkan masalah kualitas pelayanan sebagai prioritas utama, sehingga yang membedakan rumah sakit satu dengan yang lainnya hanya terletak pada masalah pelayanan. Keramahan, perhatian, kesabaran dan kedekatan antara dokter, perawat dan petugas non medis dengan pasien merupakan hal yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Rifai 2005 yang mengemukakan bahwa perlakuan petugas dan perilaku dokter mempengaruhi persepsi pasien dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

5.5. Hubungan Persepsi Pasien tentang Accessibility dengan Citra

Accessibility adalah kemudahan pelanggan dalam mengakses pada suatu penyedia jasa, baik itu lokasi, jam kerja, karyawan dan juga sistem operasionalnya Gronroos, 2000. Menurut Pohan 2003 keterjangkauan atau akses terhadap pelayanan kesehatan artinya pelayanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh Ika Puspita : Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang, 2009 masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa. Hasil analisis Chi-Square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara persepsi pasien tentang kualitas pelayanan pada dimensi accessibility yang membahas tentang kemudahan pasien dalam menjangkau lokasi, ruang pelayanan, ruang perawatan, mendapatkan pelayanan yang cepat, menjumpai dokter selama 24 jam, tarif pelayanan dan juga kemudahan memperoleh kejelasan informasi dari petugas, dengan citra rumah sakit, dengan p = 0.000 喉 0.05. Hal ini sesuai dengan pendapat Gronroos 2000 yang menyatakan accessibility akan berpengaruh pada citra suatu penyedia jasa dan juga hasil penelitian yang dilakukan Cooper Lita, 2004 bahwa kualitas dokter, fasilitas perawatan, kualitas perawatan keseluruhan, kesadaran staf terhadap personel pasien, lokasi, biaya dan kemudahan untuk menjangkau lokasi akan berpengaruh terhadap citra rumah sakit. Untuk pelayanan jasa seperti rumah sakit, lokasi yang strategis merupakan hal yang harus dipertimbangkan. Keputusan megenai lokasi pelayanan yang akan digunakan melibatkan pertimbangan bagaimana penyerahan jasa kepada pelanggan dan dimana itu akan berlangsung. Lokasi berhubungan erat dengan proses menyampaikan pelayanan ke pelanggan. Pelayanan tidak akan mempunyai arti bagi pelanggan apabila tidak disampaikan atau tidak tersedia pada saat dan tempat yang diinginkan pelanggan. Ika Puspita : Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang, 2009 Sebagian besar responden berpersepsi bahwa lokasi RSUD Kabupaten Aceh Tamiang masih kurang baik karena letaknya tidak berada dekat jalan raya. Walaupun demikian beberapa responden menganggap letak rumah sakit sudah strategis dan mudah dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun transportasi umum karena tidak terlalu jauh dari jalan raya. Sesuai dengan pendapat Sabarguna 2004 yang menyatakan bahwa lokasi digunakan untuk mencapai pelanggan yang dituju dan Azwar 1996 juga menyatakan suatu pelayanan kesehatan dikatakan berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan itu. Jika lokasi pelayanan terlalu jauh dari daerah tempat tinggal tentu tidak mudah dicapai dan apabila keadaan ini sampai terjadi, tentu tidak akan memuaskan pasien. Secara umum responden menyatakan untuk menjangkau ruang pelayanan dan perawatan sudah baik. Poliklinik rawat jalan dan pelayanan penunjang medis seperti radiologi, laboratium serta apotik, letaknya sangat berdekatan sehingga mudah dijangkau oleh pasien. Sedangkan untuk ruang perawatan, lokasinya juga tidak terlalu jauh dari rawat jalan dan IGD, letaknya juga berdekatan antara ruang perawatan yang satu dengan ruang perawatan yang lainnya. Mengenai kemudahan untuk menemui dokter selama 24 jam, kebanyakan responden menyatakan kurang baik terutama dokter spesialis. Beberapa responden menyatakan mereka sulit menjumpai dokter spesialis diluar jadwal pemeriksaan yang telah ditentukan oleh pihak rumah sakit khususnya dokter spesialis mata, paru, tht, dan syaraf karena tidak setiap hari ada di rumah sakit. Padahal menurut pendapat Sintia Lita, 2004 seorang dokter senantiasa harus melakukan daya dan upaya Ika Puspita : Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang, 2009 semaksimal mungkin sesuai perilaku profesional medis yaitu, alltruism, dokter mendahulukan kepentingan pasien daripada kepentingan sendiri dan accountability, dokter bertanggung jawab terhadap pasien atas pelayanan medis yang diberikan baik terhadap masyarakat dan juga terhadap profesi. Selain itu dokter juga harus selalu siap dan responsif jika dibutuhkan. Menurut Azwar 1996 pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut tersedia setiap saat, baik menurut waktu dan ataupun kebutuhan pelayanan kesehatan. Saat ini biaya adalah masalah yang masih menjadi kendala dalam pelayanan kesehatan. Sebagian masyarakat kita adalah masyarakat dengan sosial ekonomi menengah ke bawah sehingga secara tidak langsung menunjukkan bahwa sosial ekonomi mereka masih belum mampu untuk memfokuskan pada pendanaan kesehatannya. Oleh karena itu berdasarkan instruksi Menkes Republik Indonesia No. 828MenkesVII1999 tentang pelaksanaan pelayanan prima bidang kesehatan dijelaskan bahwa biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhitungkan mekanisme pungutan biaya yang memudahkan pembayarannya dan tidak menimbulkan biaya tinggi. Pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya harus dilakukan secara cermat, sehingga tidak terdapat titipan pungutan oleh instansi lain. Mengenai penetapan tarif pada setiap pelayanan di RSUD Kabupaten Aceh Tamiang, secara umum responden berpersepsi sudah baik. Menurut responden, tarif yang ada saat ini masih bisa dijangkau dengan kemampuan mereka. Walaupun demikian, untuk meningkatkan kunjungan dan pendapatan rumah sakit khususnya Ika Puspita : Hubungan Persepsi Pasien Tentang Kualitas Pelayanan Dengan Citra Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Aceh Tamiang, 2009 pasien umum maka pihak rumah sakit dalam menyusun dan menetapkan tarif pada setiap unit pelayanan harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar biaya pelayanan kesehatan sehingga tarif yang ditetapkan dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat terutama pasien yang membayar langsung out of pocket. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar 1996 yang menyatakan perlunya mengupayakan pelayanan kesehatan yang biayanya sesuai dengan kemampuan pemakai jasa pelayanan, suatu pelayanan disebut berkualitas apabila pelayanan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa. Staf yang informatif adalah sebagai penentu pelayanan yang berkualitas. Sebagian besar responden berpersepsi masih kurang baik mengenai kemudahan untuk memperoleh informasi yang jelas dari petugas. Hal ini disebabkan karena RSUD Kabupaten Aceh Tamiang memang belum memiliki bagian yang khusus untuk mengelola informasi sehingga beberapa responden merasa bingung untuk menanyakan informasi tentang pelayanan. Responden berharap adanya bagian informasi di rumah sakit, sehingga bisa membantu mereka untuk memperoleh infomasi yang jelas tentang pelayanan yang ada di rumah sakit.

5.6. Hubungan Persepsi Pasien tentang Service Recovery dengan Citra