Mata Pelajaran PKN .1 Pengertian PKn sebagai pendidikan nilai
pada pserta didik dengan perilaku yang a beriman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, b berbudi pekerti luhur,
berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara, c bersikap rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, d bersikap
profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara, serta e aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Menurut Brodjonegoro 2001:6 Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta
didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang: 1 Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. 2 Berbudi
pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara. 3 Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. 4
Bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara. 5 Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa, dan negara. Missi dari Pendidikan Kewarganegaraan PKn dimasa sekarang ini memiliki
beberapa misi, diantaranya yaitu: 1 PKn sebagai pendidikan politik, 2 PKn sebagai pendidikan nilai, 3 PKn sebagai pendidikan nasionalisme, 4 PKn sebagai
pendidikan hukum, 5 PKn sebagai pendidikan multukultural, 6 PKn sebagai pendidikan resolusi konflik. PKn sebagai pendidikan politik disini berarti bahwa
program pendidikan PKn memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada
siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga Negara yang memiki pengetahuan politik dan kesadaran politik.
PKn sebagai pendidikan nilai dimaksudkan bahwa melalui pembelajaran PKn diharapkan dapat menyadarkan siswa akan nilai, moral dan norma yang dianggap
baik oleh bangsa dan negara pada siswa. Melalui PKn pula diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan nilai kebangsaan atau nasionalisme siswa, sehingga
siswa lebih mencintai dan rela berkorban untuk bangsa dan negaranya. Sedangkan PKn sebagai pendidikan hukum berarti bahwa PKn memberikan pengarahan bagi
siswa supaya siswa mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. PKn sebagai pendidikan multikultural berarti bahwa PKn dihrapkan mampu meningkatkan
wawasan dan sikap toleran terhadap sesama karena siswa hidup di lingkungan multikultural. Terakhir yaitu PKn sebagai pendidikan resolusi dimana PKn membina
siswa untuk mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang tepat. Menurut mulyana 2004 pendidikan nilai dimaknai sebagai: a penanaman
dan pengembangan nilai-nilai pada seseorang, b bantuan terhadap siswa, agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta penempatanya secara integral dalam
keseluruhan hidupnya, c pengajaran atau bimbingan kepada siswa agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang
tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Djahiri 1996 menyatakan bahwa: “nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika benarsalah,
estetika bagusburuk, etika adillayaktidak adil, agama dosa dan haramhalal,
dan hokum sahabsah, serta menjadi acuan danatau sistem keyakinan diri maupun kehidupan.
Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai dimaknai sebagai model pendidikan yang berlandaskan pada nilai nilai agama, sosial, budaya, pendidikan,
dan nilai kebangsaan atau nasionalisme. Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai ditujukan kepada pembinaan kepribadian utuh, matang dan produktif dalam diri
siswa. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai juga diharapkan menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan atau yang
tercermin dalam diri siswa dengan cara membimbing perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Nilai yang dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu meyakinkan siswa bertindak atas dasar pilihannya sendiri tanpa pengaruh orang
lain. Nilai juga dijadikan patokan normatif yang dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif. Terakhir, nilai
diharapkan dapat meningkatkan nilai kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan nilai merupakan sebuah proses dalam upaya membantu siswa
dalam mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga siswa dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta
perasaannya. Menurut Somantri 2001 mengemukakan bahwa tujuan PKn di Indonesia akan tercapai lewat the great ought-nya, yaitu dengan menanamkan konsep
dan sistem nilai yang sudah di anggap baik sebagai titik tolak untuk menumbuhkan warga negara yang baik.
2.1.5 Paradigma Pedagogi Reflektif PPR 2.1.5.1 Sejarah Paradigma Pedagogi Reflektif PPR
Mursanto 2010 menuliskan secara singkat bahwa terbentuknya PPR berawal dari seorang yang bernama Ignatius yaitu pendiri kelompok religius Serikat Jesus.
Kelompok religius Serikat Jesus Jesuit ini didirikan pertama-tama tidak untuk memulai sekolah-sekolah, namun lebih pada kebutuhan masyarakat waktu itu.
Setelah melihat dan mempelajari situasai saat itu, ditemukanlah suatu kebutuhan masyarakat yang menuntut Ignatius untuk mengambil suatu keputusan, yaitu
memilih pendidikan sebagai cara efektif untuk mengembangkan dan menjadikan manusia-manusia yang unggul dalam imannya serta berkarakter baik. Seperti dalam
kata-kata Juan de Bonifacio, SJ bahwa “Pendidikan orang muda adalah cara
mengubah dunia”, berubahnya masyarakat yang akan menjadi makin manusiawi tergantung pada bagaimana orang-orang mudanya dididik.
Kolvenbach merumuskan tujuan akhir pendidikan Jesuit lebih pada perkembangan pribadi siswa sepenuhnya agar dalam melakukan perbuatan-
perbuatannya didasari oleh roh dalam kontemplasi dan pemikiran yang nalar. Membuat para siswa terdorong untuk berdisiplin diri dan berinisiatif,
mengembangkan integritas pribadi dan berfikir jernih sehingga tumbuh keyakinan
bahwa pemikiran sembrono atau dangkal tidak pantas bagi mereka dan berbahaya bagi dunia Mursanto, 2010.
Tidak setiap usaha pendidikan berkaitan langsung dengan Serikat Jesus ataupun bersinggungan dengan semangat Ignatius. Namun keprihatinan dan semangat
Ignatius dalam mendidik orang muda untuk menyongsong masa depan dan mengubah masyarakatnya, dimiliki juga oleh banyak orang. Mursanto mengatakan “meskipun
mereka tidak berkaitan langsung dengan Jesuit, ternyata cukup banyak yang menyatakan minatnya untuk mengetahui dan menerapkan model pendidikan Jesuit”.
Maka dengan maksud untuk berbagi pengalaman mengenai sebuah “metode mendidik”, diperkenalkanlah Paradigma Pedagogi Ignatian.
Dalam perjalanan waktu, Paradigma Pedagogi Ignasian atau PPI dikenalkan kepada masyarakat dengan nama Paradigma Pedagogi Reflektif dengan tujuan agar
dapat diterima oleh semua kalangan, termasuk kalangan yang jauh dengan religius Serikat Jesus Jesuit. Pengubahan nama PPI menjadi PPR tidak disertai dengan
pengubahan aspek yang terkandung di dalamnya.