Penerapan paradigma pedagogi reflektif pada mata pelajaran PKn untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada siswa kelas III SD Negeri Sarikarya semester genap tahun ajaran 2013/2014.

(1)

ABSTRAK

Bernike, Maramis. 2015. Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Mata Pelajaran PKn Untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air Pada Siswa Kelas III SDN Sarikarya. Yokyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang, awalnya siswa-siswi kurang menyadari dan menerapkan akan nilai cinta tanah air. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengetahui pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKn untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air di kelas III SD Negeri Sarikarya dan 2) Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kesadaran akan nilai cinta tanah air melalui pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKn bagi siswa kelas III SD Negeri Sarikarya.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian adalah peserta didik SDNegeri Sarikarya kelas III Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian dilaksanakan pada semester genap bulan Maret Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan dua siklus. Siklus pertama dilakssnakan pada 4 Maret dan siklus kedua 11 Maret. Setiap siklus menggunakan satu kali pertemuan dengan jangka waktu 3 jam pelajaran. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil skala sikap peserta didik, yang dilakukan pada tiap akhir siklus melalui lembar skala sikap yang diberikan pada tiap akhir kegiatan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan dalam dua siklus menunjukkan adanya peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air. Hal tersebut ditunjukkan dari kenaikan presentase skor skala sikap. Pada indikator 1 kondisi awal memperoleh presentase 73,07% meningkat pada siklus I menjadi 96,15 % dan pada siklus II 100% . Pada indikator 2 kondisi awal 65,38% meningkat pada siklus I menjadi 88,46% dan pada siklus II 88,46%. Pada indikator 3 kondisi awal 73,07% meningkat pada siklus I menjadi 96,15% dan pada siklus II 96,15%. Pada indikator 4 kondisi awal 69,23% meningkat pada siklus I menjadi 92,30% dan pada siklus II 96,15%. Pada indikator 5 kondisi awal 84,61% meningkat pada siklus I menjadi 100% dan pada siklus II 100%

Berdasarkan skala sikap yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan paradigma pedagogi reflektif dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air.

Kata kunci : Paradigma Pedagogi Reflektif, Mata pelajaran PKn, Nilai Cinta Tanah Air


(2)

ABSTRACT

Bernike Maramis, 2015. Application Of Paradigm In Reflective Pedagogy PKn Subject To Increase Awareness Of Students Will Love The Value Of Homeland In Class III SD State Sarikarya Even Semester Academic Year 2013/2014

Backgrrounnd, beginning students are less aware of and apply the value of partriotism. The purpose of this study was 1) Knowing the implementation of Reflective Pedagogical Paradigm in subjects Civics to increase students' awareness of the value of love homeland in class III Elementary School Sarikarya and 2) Increase awareness and know the value of love for the country through the implementation of Reflective Pedagogical Paradigm in subjects Civics for Elementary School third grade students Sarikarya.

This type of research in this thesis is the Classroom Action Research (CAR). The subjects were students SDNegeri Sarikarya class III Academic Year 2013/2014. The experiment was conducted in the second semester of academic year 2013/2014 in March. This study uses two cycles. The first cycle dilakssnakan on March 4 and March 11 second cycle. Each cycle uses one session with a period of 3 hours of lessons. Collecting data in this study was obtained from the results of the attitude scale learners, who performed at the end of each cycle through the sheet attitude scale given at the end of each learning activity.

Research conducted in two cycles showed an increase students' awareness of the value of love for the homeland. It is evident from the increase in the percentage of the attitude scale scores. At first indicator initial conditions to obtain a percentage 73.07% increase in the first cycle to 96.15% and the second cycle of 100%. In the initial condition indicator 2 65.38% increase in the first cycle to 88.46% and 88.46% in the second cycle. In the initial condition indicator 3 73.07% increase in the first cycle to 96.15% and 96.15% in the second cycle. In the 4 indicators initial condition 69.23% increase in the first cycle to 92.30% and 96.15% in the second cycle. In the initial condition indicator 5 84.61% increase in the first cycle to 100% and the second cycle of 100%

Based on the attitude scale obtained in this study, it can be concluded that the application of reflective pedagogical paradigm can increase students' awareness of the value of love for the homeland.

Keywords: Reflective Pedagogical Paradigm, subjects Civics, Value Love Homeland


(3)

PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA MATA

PELAJARAN PKN UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SISWA

AKAN NILAI CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS III SD

NEGERI SARIKARYA SEMESTER GENAP

TAHUN AJARAN 2013 /2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Bernike Maramis

Nim: 101134227

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

MOTTO

You Can If You Want

Lakukanlah segala sesuatu dengan penuh semangat Jangan menunda-nunda pekerjaan

Tidak ada suatu masalah yang tak ada pemecahan

Ucapkanlah syukur pada Tuhan atas segala sesuatu yang kita dapat Berdoalah pada Tuhan dan mintalah

Semangat!!!

Doa Pater Mathias Wolff.SJ (Pendiri Soc. YMY) Tuhan, Ubalah diriku menjadi diri-Mu sendiri

agar aku boleh hidup di dalam Dikau dan untuk Dikau saja. Dan semoga melaksanakan kehendak-Mu yang suci

menjadi satu-satunya kebahagiaanku di dunia ini. AMIN


(7)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:  Tuhan Yesus Kristus

 Kepada Societas Yesus Maria Dan Yoseph, Khususnya Provinsi Jakarta.  Kedua orangtuaku tercinta: Alfonsus George Maramis Dan Welmina Wetik.  Adik-adikku: Verra, Agus, Jhon, Timon..

 Para suster komunitas Trimargo: Sr. Adolfien, Sr. Joan, Sr. Agus,

Sr, Priska, Sr. Susan, Sr. Bibiana, Sr. Beatrix, Sr. Theresia dan Sr. Novike.

 Teman-teman kelompok penelitian skripsi payung: Sr. Patris, Endah, Verra, Winda, Yuni, Astri, Windi, Hendri, Rido, Angga, Arif, Kismet, Ari, Anisa, dan Mila.

 Kedua Ibu di Biara: Mba Yatmi dan Mba Ari.


(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Desember 2015 Penulis,

Bernike Maramis


(9)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Bernike Maramis

Nomor Mahasiswa : 101134227

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA MATA PELAJARAN PKN UNTUK MENINGKATKAN KESADARAN SISWA AKAN NILAI CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS III SD NEGERI SARIKARYA SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2013 /2014

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya atau memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 15 Desember 2015 Yang menyatakan,

Bernike Maramis


(10)

ABSTRAK

Bernike, Maramis. 2015. Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Mata Pelajaran PKn Untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air Pada Siswa Kelas III SDN Sarikarya. Yokyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Latar belakang, awalnya siswa-siswi kurang menyadari dan menerapkan akan nilai cinta tanah air. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Mengetahui pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKn untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air di kelas III SD Negeri Sarikarya dan 2) Meningkatkan dan mengetahui peningkatan kesadaran akan nilai cinta tanah air melalui pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKn bagi siswa kelas III SD Negeri Sarikarya.

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subjek penelitian adalah peserta didik SDNegeri Sarikarya kelas III Tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian dilaksanakan pada semester genap bulan Maret Tahun Pelajaran 2013/2014. Penelitian ini menggunakan dua siklus. Siklus pertama dilakssnakan pada 4 Maret dan siklus kedua 11 Maret. Setiap siklus menggunakan satu kali pertemuan dengan jangka waktu 3 jam pelajaran. Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil skala sikap peserta didik, yang dilakukan pada tiap akhir siklus melalui lembar skala sikap yang diberikan pada tiap akhir kegiatan pembelajaran.

Penelitian yang dilakukan dalam dua siklus menunjukkan adanya peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air. Hal tersebut ditunjukkan dari kenaikan presentase skor skala sikap. Pada indikator 1 kondisi awal memperoleh presentase 73,07% meningkat pada siklus I menjadi 96,15 % dan pada siklus II 100% . Pada indikator 2 kondisi awal 65,38% meningkat pada siklus I menjadi 88,46% dan pada siklus II 88,46%. Pada indikator 3 kondisi awal 73,07% meningkat pada siklus I menjadi 96,15% dan pada siklus II 96,15%. Pada indikator 4 kondisi awal 69,23% meningkat pada siklus I menjadi 92,30% dan pada siklus II 96,15%. Pada indikator 5 kondisi awal 84,61% meningkat pada siklus I menjadi 100% dan pada siklus II 100%

Berdasarkan skala sikap yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penerapan paradigma pedagogi reflektif dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air.

Kata kunci : Paradigma Pedagogi Reflektif, Mata pelajaran PKn, Nilai Cinta Tanah Air


(11)

ABSTRACT

Bernike Maramis, 2015. Application Of Paradigm In Reflective Pedagogy PKn Subject To Increase Awareness Of Students Will Love The Value Of Homeland In Class III SD State Sarikarya Even Semester Academic Year 2013/2014

Backgrrounnd, beginning students are less aware of and apply the value of partriotism. The purpose of this study was 1) Knowing the implementation of Reflective Pedagogical Paradigm in subjects Civics to increase students' awareness of the value of love homeland in class III Elementary School Sarikarya and 2) Increase awareness and know the value of love for the country through the implementation of Reflective Pedagogical Paradigm in subjects Civics for Elementary School third grade students Sarikarya.

This type of research in this thesis is the Classroom Action Research (CAR). The subjects were students SDNegeri Sarikarya class III Academic Year 2013/2014. The experiment was conducted in the second semester of academic year 2013/2014 in March. This study uses two cycles. The first cycle dilakssnakan on March 4 and March 11 second cycle. Each cycle uses one session with a period of 3 hours of lessons. Collecting data in this study was obtained from the results of the attitude scale learners, who performed at the end of each cycle through the sheet attitude scale given at the end of each learning activity.

Research conducted in two cycles showed an increase students' awareness of the value of love for the homeland. It is evident from the increase in the percentage of the attitude scale scores. At first indicator initial conditions to obtain a percentage 73.07% increase in the first cycle to 96.15% and the second cycle of 100%. In the initial condition indicator 2 65.38% increase in the first cycle to 88.46% and 88.46% in the second cycle. In the initial condition indicator 3 73.07% increase in the first cycle to 96.15% and 96.15% in the second cycle. In the 4 indicators initial condition 69.23% increase in the first cycle to 92.30% and 96.15% in the second cycle. In the initial condition indicator 5 84.61% increase in the first cycle to 100% and the second cycle of 100%

Based on the attitude scale obtained in this study, it can be concluded that the application of reflective pedagogical paradigm can increase students' awareness of the value of love for the homeland.

Keywords: Reflective Pedagogical Paradigm, subjects Civics, Value Love Homeland


(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Paradigma Pedagogi Reflektif Pada Mata Pelajaran PKn Untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air Pada Siswa Kelas III SDN Sarikarya Tahun Ajaran 2013/2014”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan skripsi ini, dan tanpa bantuan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh sebab itu melalui kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma.

3. Drs. Paulus Wahana, M.Hum. Dosen Pembimbing 1 yang telah membimbing dan membantu sehingga karya ilmiah ini dapat selesai.

4. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dengan sabar dan menyemangati penulis sehingga karya ilmiah ini dapat selesai.


(13)

5. Seluruh dosen dan staff PGSD yang telah membimbing dan melayani kami.

6. Kepada Pimpinan Societas JMJ, Para suster JMJ provinsi Jakarta, Manado dan Makassar, rekan-rekan Suster Komunitas Trimargo Yogyakarta (Sr. Laetha, Sr Adolfien, Sr.Joana Vita, Sr. Agus, Sr. Priska, Sr. Susan, Sr Beatrix, Sr. Bibiana, Sr. Treis dan Sr. Novike ) yang tak henti-hentinya selalu memberikan nasihat, dukungan dan doa sehingga penulis termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orangtuaku serta adik-adik yang selalu mendukung, memberi semangat motivasi dan doa.

8. Jaka Triyana, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Sarikarya, yang telah memberikan ijin penelitian di kelas III SD Negeri Sarikarya.

9. Danang, selaku guru mata pelajaran PKn kelas III SD Negeri Sarikarya yang telah berkenan untuk berkolaborasi dengan penulis, memberikan waktu, tenaga, pikiran dan semangat serta ijin untuk melakukan penelitian di kelas III SDN Sarikarya

10.Siswa kelas III SDN Sarikarya yang telah bersedia kerjasama dengan baik sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

11.Teman-teman seperjuangan keluarga payung PTK (Arif, Astri, Angga, Ari, Endah, Hendri, Kismet, Nissa, Rido, Sr.Patris PI, Winda, Windi, Yuni) yang telah bersedia bekerja sama dan memberikan dukungan dalam mengerjakan karya ilmiah ini.

12.Teman-teman mahasiswa-mahasiswi angkatan 2010 terkusus kelas C PGSD yang senantiasa memberikan bantuan, motivasi serta keceriaan selama penulis menjalani studi hingga menyelesaikan skripsi ini.

13.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.


(14)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Yogyakarta, 15 Desember 2015

Penulis,

Bernike Maramis


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 8

1.3 Rumusan Masalah ... 8

1.4 Definisi Operasional ... 9

1.5 Tujuan Penelitian ... 9


(16)

1.6 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1. Nilai ... 11

2.1.1.1. Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia ... 12

2.1.1.2. Tanggapan Manusia Terhadap Nilai ... 13

2.1.1.3. Peranan Nilai Bagi Manusia ... 15

2.1.1.4. Pendidikan Nilai ... 16

2.1.2. Kesadaran ... 18

2.1.2.1. Peranan Kesadaran ... 21

2.1.3. Cinta Tanah Air ... 21

2.1.3.1. Kesadaran Akan Nilai Cinta Tanah Air ... 23

2.1.4. Mata Pelajaran PKn ... 24

2.1.4.1. Pengertian PKn Sebagai Pendidikan Nilai ... 24

2.1.5. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ... 29

2.1.5.1. Sejarah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ... 29

2.1.5.2. Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) .... 30

2.1.5.3. Hakikat Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ... 31

2.1.5.4. Ciri-Ciri PPR ... 32

2.1.5.5. Tujuan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ... 33

2.1.5.6. Langkah-Langkah Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR) ... 34

2.1.5.7. Kelebihan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ... 39

2.2 Penelitian- Penelitian yang Relevan ... 41

2.3 Kerangka Berfikir ... 43

2.4 Hipotesis Tindakan ... 45


(17)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 46

3.2 Seting Penelitian (tempat, subjek, dan objek penelitian) ... 47

3.2.1.Tempat dan Waktu Penelitian ... 47

3.2.2. Subjek Penelitian ... 47

3.2.3. Objek Penelitian ... 48

3.3 Langkah-langkah Tindakan Penelitian ... 48

3.3.1. Persiapan ... 48

3.3.2.Tindakan Tiap Siklus ... 49

3.3.2.1Siklus I ... 49

3.3.2.2Siklus II ... 54

3.3.3. Indikator dan Pengukuran Keberhasilan ... 56

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.5Instrumen Penelitian ... 60

3.5.1. Kuesioner ... 60

3.6Instrumen Pengumpulan Data ... 68

3.7Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 71

3.7.1. Validitas ... 71

3.7.2. Reliabilitas ... 73

3.7.3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 74

3.7.3.1Uji Validitas Instrumen Pembelajaran ... 74

3.7.3.2Uji Validitas Instrumen Pengumpulan Data ... 79

3.8 Teknik Analisis Data ... 90

3.8.1. Analisis Data Kesadaran akan Nilai Cinta Tanah Air ... 91

3.9Jadwal Penelitian... 98

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil Penelitian ... 99

4.1.1. Kondisi Awal ... 99

4.2Pelaksanaan Pembelajaran ... 112


(18)

4.2.1. Siklus I ... 112

4.2.1.1Perencanaan ... 112

4.2.1.2Tindakan ... 114

4.2.1.3Pengamatan ... 115

4.2.1.4Refleksi ... 129

4.2.2. Siklus 2 ... 129

4.2.2.1Perencanaan ... 129

4.2.2.2Tindakan ... 130

4.2.2.3Pengamatan ... 131

4.2.2.4Refleksi ... 150

4.3Pembahasan ... 151

4.3.1. Indikator Pencapaian Kesadaran Siswa ... 151

4.3.2. Hubungan PPR Dengan Peningkatan Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air ... 155

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 158

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 158

5.3 Saran ... 159

DAFTAR REFERENSI ... 160

LAMPIRAN ... 163


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Indikator Keberhasilan ... 57

Tabel 3.2 Indikator Kuesioner ... 61

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Skala Sikap... 64

Tabel 3.4 Skala Sikap Sesudah Validasi ... 66

Tabel 3.5 Kriteria Instrumen Skala Sikap ... 67

Tabel 3.6 Skor Skala Likert ... 67

Tabel 3.7 Skor Skala Likert Sesudah dimodifikasi ... 68

Tabel 3.8 Variabel Penelitian dan Pengumpulan Data ... 69

Tabel 3.9 Koefisien Reliabilitas ... 73

Tabel 3.10 Kriteria Validasi Perangkat Pembelajaran ... 75

Tabel 3.11 Hasil Validasi Silabus ... 76

Tabel 3.12 Hasil Validasi RPP... 77

Tabel 3.13 Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 78

Tabel 3.14 Hasil Validasi Bahan Ajar ... 79

Tabel 3.15 Kisi-Kisi Skala untuk Validitas Empiris ... 81

Tabel 3.16 Kriteria Penskoran Skala Sikap ... 84

Tabel 3.17 Hasil Uji Validitas ... 85

Tabel 3.18 Hasil Uji Reliabilitas Skala Sikap ... 90

Tabel 3.19 Acuan PAP Tipe I ... 92

Tabel 3.20 Perhitungan Batas Nilai Indikator 1 menurut PAP I... 93


(20)

Tabel 3.21 Perhitungan Batas Nilai Indikator 2 menurut PAP I... 94

Tabel 3.22 Perhitungan Batas Nilai Indikator 3 menurut PAP I... 95

Tabel 3.23 Perhitungan Batas Nilai Indikator 4 menurut PAP I... 96

Tabel 3.24 Perhitungan Batas Nilai Indikator 5 menurut PAP I... 97

Tabel 3.25 Jadwal Penelitian ... 98

Tabel 4.1 Hasil Skala Sikap Kondisi Awal Indikator 1 ... 101

Tabel 4.2 Hasil Skala Sikap Kondisi Awal Indikator 2 ... 102

Tabel 4.3 Hasil Skala Sikap Kondisi Awal Indikator 3 ... 104

Tabel 4.4 Hasil Skala Sikap Kondisi Awal Indikator 4 ... 106

Tabel 4.5 Hasil Skala Sikap Kondisi Awal Indikator 5 ... 108

Tabel 4.6 Rangkuman Perhitungan Indikator Pada Kondisi Awal ... 109

Tabel 4.7 Waktu Pelaksanaan Pembelajaran ……… 112

Tabel 4.8 Hasil Skala Sikap Siklus 1 Indikator 1 ……… 117

Tabel 4.9 Hasil Skala Sikap Siklus 1 Indikator 2 ... 118

Tabel 4.10 Hasil Skala Sikap Siklus 1 Indikator 3……… 120

Tabel 4.11 Hasil Skala Sikap Siklus 1 Indikator 4 ………... 122

Tabel 4.12 Hasil Skala Sikap Siklus 1 Indikator 5 ... 124

Tabel 4.13 Rangkuman Perhitungan Indikator Pada Siklus 1 ... . 126

Tabel 4.14 Hasil Skala Sikap Siklus 2 Indikator 1 ... .. 134

Tabel 4.15 Hasil Skala Sikap Siklus 2 Indikator 2 ... . 135

Tabel 4.16 Hasil Skala Sikap Siklus 2 Indikator 3 ... . 137


(21)

Tabel 4.17 Hasil Skala Sikap Siklus 2 Indikator 4 ... 139

Tabel 4.18 Hasil Skala Sikap Siklus 2 Indikator 5 ... 141

Tabel 4.19 Rangkuman Perhitungan Indikator Pada Siklus 2 ... 143

Tabel 4.20 Rangkuman Perhitungan Kondisi Awal – Kondisi Akhir ... 147

Tabel 4.21 Indikator Pencapaian Penelitian ………. 153


(22)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Konsep Pelaksanaan PPR ... 38 Gambar 2.2 Skema Penelitian Yang Relevan ... 44 Gambar 3.1 Siklus PTK Menurut Susilo (2007) ... 47 Gambar 4.1 Grafik Hasil Peningkatan Siswa Tiap Indikator ... 149 Gambar 4.2 Grafik Hasil Peningkatan Rata-Rata Secara Keseluruhan ... 149


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Penjabaran Indikator ... 164 Lampiran 2 Skala Sikap Sebelum Validasi ... 169 Lampiran 3 Skala Sikap Sesudah Validasi ... 173 Lampiran 4 Instrumen Pembelajaran ... 177 Lampiran 5 Hasil Validitas Instrumen Pembelajaran Dari Dosen ... 236 Lampiran 6 Hasil Validitas Instrumen Pembelajaran Dari Guru ... 241 Lampiran 7 Validasi Skala sikap ... 246 Lampiran 8 Contoh Hasil Skala Sikap Pada Kondisi Awal ... 248 Lampiran 9 Contoh Hasil Skala Sikap Pada Siklus 1 ... 261 Lampiran 10 Contoh Hasil Skala Sikap Pada Siklus 2 ... 274 Lampiran 11 Contoh Hasil Pekerjaan Siswa ... 287 Lampiran 12 Refleksi Siswa ... 298 Lampiran 13 Surat Izin Penelitian ... 305 Lampiran 14 Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian ... 307 Lampiran 15 Foto-Foto Kegiatan... 309 Lampiran 16 Daftar Riwayat Hidup ... 312


(24)

1

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini peneliti akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,dan manfaat penelitian.

1.1Latar Belakang Penelitian

Menurut Sunarso, dkk (2008 : 7) Pendidikan merupakan suatu hal yang amat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara, yang bedasarkan Pancasila dan UUD 1945. Menurut Wiharyanto (2008 : 4), Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan danmelestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya Bangsa Indonesia, yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, warga Negara dan makhluk Ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Perilaku-perilaku tersebut adalah seperti yang tercantum di dalam penjelasan


(25)

Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (2) yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, perlaku yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, perilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan., perilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran, pendapat atau kepentingan diatas melalui musyawarah dan mufakat, serta perilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menurut Winataputra (2007) Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) selayaknya dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memilikikompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi. Sejalan dengan ituPKn merupakan mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilailuhur danmoral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Karena itu PKn diajarkan di semua tingkat pendidikan baik pendidikan dasar maupun sampai pada perguruan tinggi. Diharapkan hal tersebut dapat terwujud dalam bentukperilaku dalam kehidupan sehari-hari siswa sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,2006)


(26)

Menurut Sumarsono (2008) menyatakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dankesadaran bernegara, sikap serta prilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri peserta didik sebagai warganegara NKRI yang sedang mengkaji dan akan menguasai IPTEK dan seni.Peserta didik harus mengetahui cara-cara dalam menghadapi masalah yang ada di lingkungan sekitar. Hal tersebut akan tercapai jika pendidikan nilai moral dan norma tetap ditanamkan pada siswa sejak usia dini karena jika siswa sudah memiliki nilai moral yang baik maka tujuan untuk mencapai warga negara yang baik akan mudah terwujudkan.

Djahiri (1991:6) mengungkapkan bahwa konsep-konsep pancasila hendaknya tidak sekedar disampaikan arti, rumusan dan percontohannya semata, tetapi dikaji isi pesan, semangat jiwanya (nilai) untuk selanjutnya disampaikan tatanan moralnya. Menanamkan pendidikan nilai dalam pembelajaran merupakan hal yang penting dalam pembelajaran Pkn sebagai pendidikan nilai, maka perlu diusahakan persiapan, perencanaan, serta penyelenggaraan pembelajaran Pkn yang sesuai dan mampu meningkatkan kesadaran siswa akan nilai terkait dengan hal yang dipelajarinya. Selain pendekatan kognitif, pendekatan nilai juga harus dilakukan karena secara kurikuler bobot tujuan program ini ada dalam kawasan afektif rana tinggi atau keyakinan (Djahiri, 1991 : 12).


(27)

Menurut Djahiri Pkn bukanlah pelajaran hafalan semata, melainkan untuk diamalkan secara penuh penghayatan, keyakinan dan nalar. Hal tersebut juga disampaikan oleh Winataputra (2008) bahwa dalam strategi pembelajaran Pkn, siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi mempelajari materi dan sekaligus praktis, berlatih dan mampu membakukan diri bersikap dan berprilaku sebagai materi yang dipelajari. Pendidikan nilai tidak terpisah oleh adanya kesadaran dalam diri seseorang tersebut. Jika pendidikan nilai diterapkan dalam mata pelajaran tertentu, namun tidak didukung oleh kesadaran, maka nilai tersebut tidak terselesaikan secara maksimal.

Pendidikan PKn pada jenjang pendidikan dasar mempunyai peranan yang sangat penting sebab jenjang ini merupakan pondasi yang sangat menentukan dalam membentuk sikap, kecerdasan dan kepribadian anak. Namun kenyataan menunjukkan banyaknya keluhan dari siswa tentang pelajaran PKn yang tidak menarik dan membosankan. Keluhan ini secara langsung atau tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar PKn pada setiap jenjang pendidikan. Meskipun upaya mengatasi hasil belajar PKn yang rendah telah dilakukan oleh pemerintah. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui sertifikasi, serta melakukan berbagai penelitian terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi hasil belajar PKn. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar PKn masih jauh dari yang diharapkan.


(28)

Pada kenyataannya disekolah pembelajaran Pkn kebanyakan menggunakan metode ceramah yang mengarah pada aspek kognitif serta bersifat memberikan informasi satu arah dari guru ke siswa. Sehingga peserta didik tidak menyadari dengan nilai-nilai yang terkait dalam pembelajaran. Hal itu nampak pada saat guru mengajar, guru tidak secara maksimal menyampaikan nilai-nilai yang terkandung dalam materi yang sedang dipelajari. Sehingga siswa tidak mengerti bahwa dalam materi tersebut terdapat nilai-nilai yang harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti,siswa terlihat kurang antusias mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM). Mengingat pelajaran Pkn di kelas tersebut dilaksanakan pada siang hari (11.45-12.45), dan guru kurang kreatif dalam mengemas pembelajaran, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran tradisional, sehingga siswa tampak kurang bersemangat dalam belajar. Pendidikan nilai yang seharusnya ditanamkan pada siswa saat pembelajaran, menjadi tidak terealisasikan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran PKn di lapangan, masih ada sebagian guru PKn yang mengalami hambatan dan kesulitan dalam menerapkan kondisi yang dapat merangsang serta mengarahkan proses belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan, sikap, keterampilan yang mengakibatkan perubahan perilaku maupun pertumbuhan pribadi peserta didik.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menemukan adanya kesenjangan. Kurangnya penanaman pendidikan nilai di sekolah tersebut, dibuktikan dengan sikap


(29)

siswa saat mengikuti upacara bendera pada hari senin. Peneliti melakukan pengamatan dan wawancara terhadap guru dan siswa. Pengamatan dilakukan pada saat upacara berlangsung, tampak sebagian siswa tidak mengikuti upacara dengan tertib. Siswa cenderung lebih suka berbicara dengan teman yang lain sehingga menimbulkan kegaduhan. Siswa yang tampak tidak tertib dalam mengikuti upacara adalah sebagian besar siswa kelas I-IV. Diantara siswa kelas I-IV, peneliti melihat bahwa siswa kelas I dan II, cenderung lebih banyak membuat kegaduhan saat upacara berlangsung.Dalam hal ini, nilai cintah tanah air kurang dimengerti dan siswa tidak memiliki kesadaran akan nilai cinta tanah air. Hal itu juga diperkuat dengan wawancara dengan seorang guru Pkn yang dilakukan oleh peneliti dengan siswa dan guru. Siswa cenderung lebih suka kebudayaan negara lain, dari pada kebudayaan negara sendiri, nampak pada saat istirahat makan, siswa sudah membawah bekal dari rumah tetapi siswa lebih suka membeli makanan siap saji dari pada makanan khas dari daerahnya. Hasil wawancara dengan guru juga membuktikan bahwa dalam pelajaran tentang kebudayaan Indonesia, siswa kurang mengerti akan keaneka ragaman budaya di Indonesia.

Untuk mengatasi masalah tersebut, peneliti ingin menerapkan pendidikan nilai cinta tanah air dalam pembelajaran PKn dengan menggunakan model pembelajaran PPR yang diduga dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai-nilai yang terkandung dalam Pkn. Sebagai seorang pendidik, diketahui bahwa profesionalisme seorang guru bukanlah pada kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan,


(30)

tetapi lebih pada kemampuannya untuk melaksanakan pembelajaran yang menarik bagi siswanya. Ketrampilan sikap yang berupa sikap tanggung jawab, sikap demokratis dan sikap saling menghargai perbedaan dari warga masyarakat harus dibelajarkan melalui kebiasaan dan latihan yang intensif di sekolah. Untuk keperluan ini diperlukan model PPR yang mendukung pembelajaran siswa akan cinta tanah air.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, peneliti menenukan solusi yang cocok untuk meningkatkan kesadaran akan nilai cinta tanah air dalam pembelajaran PKn bagi peserta didik kelas III SDN Sarikarya dengan menggunakan model pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yaitu model pembelajaran yang telah dipakai di sekolah - sekolah khususnya yang bernaung di bawah yayasan Kanisius, suatu model pembelajaran yang menerapkan refleksi untuk menemukan nilai-nilai dalam pembelajarannya dengan cara menekankan siswa pada pengalaman yang dimilikinya. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) mempunyai beberapa keunggulan yang biasa disebut dengan 3C yaitu Competence, Conscience, dan Compassion. Competence yaituyang terkait dengan nilai-nilai akademik, Conscience yaitu ketajaman hati nurani dan

Compassion adalah kepedulian sosial. Dengan 3C, peserta didik diharapkan dapat unggul dalam nilai-nilai akademik sekaligus memiliki kepedulian sosial (Mursanto,2010).

Dengan menggunakan model pembelajaran PPR, diharapkan nantinya dapat meningkatkan kesadaran peserta didik akan nilai cinta tanah air. Pembelajaran Pkn


(31)

akan disesuaikan dengan konteks peserta didik, dan peningkatan kesadaran akan nilai cinta tanah air diusahakan melalui dinamika pengalaman, refleksi, aksi dan disertai dengan evaluasi. Model pembelajaran berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yang akan diterapkan merupakan model pembelajaran yang tidak hanya dapat untuk mengembangkan segi kognitifnya saja, melainkan dapat untuk mengembangkan kemampuan non kognitifnya juga.

1.2Batasan Masalah

Penelitian ini akan dibatasi pada masalah peningkatan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air kelas III SD Negeri Sarikarya dengan Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR) dalam mata pelajaran PKN menggunakan Standar Kompetensi 4. Memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti merumuskan masalah dalam penelitian, antara lain:

1.3.1 Bagaimanakah pelaksanaan Pembelajaran Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKN untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air kelas III SD Negeri Sari Karya Tahun ajaran 2013/2014?

1.3.2 Apakah pelaksanaan Pembelajaran Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKN semakin meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air pada siswa kelas III SD Negeri sarikarya Tahun ajaran 2013/2014?


(32)

1.4Definisi Operasional

1.4.1 Kesadaran siswa akan nilai adalah kemampuan memahami akan berbagai hal yang berkaitan dengan nilai, antara lain: menyadari akan adanya nilai sebagai kualitas, sarana, sikap dan tindakan yang perlu dilakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuannya.

1.4.2 Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pembelajaran yang mengintegrasikan pembelajaran bidang studi dengan pengembangan nilai-nilai kemanusiaan.

1.4.3 PKN adalah sebagai wahana pendidikan nilai cinta tanah air yang termuat pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ada di kelas III semester II SD Negeri Sarikarya.

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1.5.1 Mengetahui pelaksanaan Pembelajaran Pedagogi Reflektif pada mata

pelajaran PKn untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air kelas III SD Negeri Sarikarya Tahun ajaran 2013/2014.

1.5.2 Meningkatkan kesadaran akan nilai cinta tanah airmelalui pelaksanaan Pembelajaran Pedagogi Reflektif pada mata pelajaran PKN bagi siswa kelas III SD Negeri Sarikarya Tahun ajaran 2013/2014


(33)

1.6Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1.6.1 Bagi siswa:

Mendapatkan pengalaman yang baru dalam belajar dengan menggunakan model pembelajaran pedagogi reflektif.

1.6.2 Bagi guru:

Memberikan wawasan mengenai model pembelajaran pedagogi reflektif 1.6.3 Bagi sekolah:

Menambah sumber bacaan dan referensi yang ada di sekolah dan dapat meningkatkan wawasan tentang pembelajaran pedagogi reflektif

1.6.4 Bagi Peneliti:

Memberikan pengalaman dalam menerapkan model PPR pada mata pelajaran PKN. Dan menambah pengetahuan khususnya dalam menyusun skripsi untuk menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini akan dibahas landasan teori yang digunakan dalam penelitian. Pembahasan landasan teori terdiri dari empat bagian yaitu: kajian pustaka, penelitian terdahulu, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Dalam teori yang relevan ini dibahas teori kesadaran, teori nilai, teori cinta tanah air, teori kesadaran akan nilai cinta tanah air, model pembelajaran PPR, dan mata pelajaran Pkn. Seluruhnya dibahas secara runtut sebagai berikut.

2.1.1 Nilai

Nilai merupakan kualitas yang memiliki daya tarik serta dasar bagi tindakan manusia serta untuk mendorong manusia untuk mewujudkannya, karena nilai memiliki kesesuaian dengan kecenderungan kodrat manusia (Wahana, 2004:84).

Menurut Wahana (2004:101) nilai adalah kualitas yang membuat suatu hal menjadi bernilai, sedangkan hal yang bernilai merupakan suatu hal yang membawa kualitas nilai. Dengan demikian, nilai dapat dipahami sebagai yang berbeda dan tidak tergantung pada hal yang bernilai. Meskipun dapat terwujud dalam dunia indrawi


(35)

yang bersifat empiris, namun nilai memiliki dunianya sendiri yang keberadaannya tidak tergantung pada keberadaan dan perubahan dunia empiris.

Dalam Djahiri (1991) nilai merupakan suatu yang berharga/tidak berharga, mengacu kepada peringkat kualifikasi indah, baik, benar dan kebalikannya. Berbeda dengan Djahiri, Gazalba (dalam Thoha, 1996:61) menjelaskan bahwa nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, bukan benda kongkrit, bukan fakta, bukan hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.

Dari beberapa pengertian tentang nilai di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kualitas dalam diri manusia untuk melakukan hal-hal yang baik, dan tidak menyimpang dari aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku untuk mencapai tujuan atau nilai yang diharapkan.

2.1.1.1 Peranan Nilai Dalam Kehidupan Manusia

Menurut Wahana (2004:70) mengatakan bahwa peranan nilai dalam kehidupan sehari-hari itu sangatlah penting untuk pembentukan diri manusia melalui tindakan-tindakannya. Peranan nilai dalam kehidupan sehari-hari tersebut adalah:

a) Peranan nilai bagi tindakan manusia

Nilai merupakan objek sejati bagi tindakan merasakan yang terarah dan dasar bagi suatu keharusan. Pengakuan akan adanya suatu nilai positif tertentu mengharuskan dan mendorong orang bersangkutan bertindak mewujudkan nilai yang


(36)

dirasakannya ke dalam realitas kehidupan. Sedangkan penangkapan adanya nilai negatif yang terwujud dalam realitas, mengharuskan dan mendorong orang bersangkutan bertindak untuk meniadakan nilai negatif tersebut dalam realitas kehidupan.

b) Peranan nilai bagi pembentukan diri manusia

Manusia sebagai pribadi yang berkembang dan berubah terus menerus di dalam dan melalui tindakan-tindakannya.Secara konkrit segala tindakan terarah untuk merespons nilai yang ditemukan dan dirasakannya, yang mengandung suatu keharusan untuk mewujudkannya terhadap nilai positif dan menghilangkan atau menghapus terhadap nilai negatif. Dengan demikian berarti nilai-nilai memiliki peran yang mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia dalam membentuk dirinya melalui tindakan-tindakannya.

c) Tipe-tipe person bernilai sebagai model pembentukan manusia.

Ada 5 nilai tipe person, yaitu (1) nilai kesenangan artis, (2) nilai kegunaan pemimpin, (3) nilai kehidupan pahlawan, (4) nilai spiritual jenius, dan (5) nilai kekudusan santo. 2.1.1.2 Tanggapan Manusia Terhadap Nilai

1. Cara manusia memahami nilai

Dalam perwujudannya nilai tidak berada pada dirinya sendiri, melainkan selalu tampak pada kita sebagai yang ada pada pembawa nilai, atau objek bernilai. Untuk menemukan dan memahami nilai, kita dapat dan harus memisahkan antara


(37)

pemahaman terhadap objek nyata dengan nilai yang termuat didalamnya, dan mempertanyakan apakah keduanya dapat diketahui dengan cara yang sama, misalnya secara rasional indrawi. Misalnya, kita melihat dua buah mangga, kita melihat masing-masing buah tersebut dengan mata, tetapi kesamaan antara kedua buah mangga tersebut dapat diketahui hanya dengan mata, melainkan perlu juga dengan pikiran.

2. Sarana manusia memahami nilai

Hati manusia merupakan suatu kesejajaran yang tepat antara keteraturan hati yang bersifat apriori dengan susunan nilai yang bersifat hierarkis objektif. Hati memiliki dalam dirinya sendiri suatu analog yang tepat dengan pikiran, meskipun tidak dipinjam dari logika pikiran. Terdapat hukum yang ditulis dalam hati yang berhubungan dengan rencana yang sesuai dengan dunia yang dibangun, yaitu dunia nilai.

3. Sikap manusia terhadap nilai

Nilai harus dicintai dan diwujudkan dalam hidup manusia sesuai dengan tingkatan tinggi rendahnya; tingkatan yang lebih tinggi harus didahulukan daripada yang lebih rendah.


(38)

2.1.1.3 Peranan Nilai Bagi Manusia

Dalam hal ini nilai memiliki peranan pendorong dan pengaruh bagi pembentukan diri manusia melalui tindakan-tindakannya.

1. Peranan nilai bagi tindakan manusia

Nilai merupakan objek sejati bagi tindakan merasakan yang terarah. Tersedianya nilai positif memungkinkan orang menangkap dan dan merasakan nilai tersebut, dan mendorong tindakan untuk mewujudkannya dalam realitas, sedangkan terwujudnya nilai negatif mendorong orang yang merasakannya untuk bertindak menghapuskannya dari realitas kehidupan.

2. Peranan nilai bagi pembentukan diri manusia

Segala tindakan manusia terarah untuk merespon nilai yang ditemukan dan dirasakannya, yang mengandung suatu keharusan untuk mewujudkannya (terhadap nilai positif) serta untuk menghilangkannya atau menghapuskannya (terhadap nilai negatif). Ini berarti bahwa nilai-nilai memiliki peran mengarahkan dan memberi daya tarik pada manusia dalam membentuk dirinya melalui tindakan-tindakannya.

3. Tipe-tipe person bernilai sebagai model pembentukan manusia.

Ada 5 nilai tipe person, yaitu (1) nilai kesenangan artis, (2) nilai kegunaan pemimpin, (3) nilai kehidupan pahlawan, (4) nilai spiritual jenius, dan (5) nilai kekudusan santo.


(39)

2.1.1.4 Pendidikan Nilai

Menurut Sjarkawi (2006:52) Pendidikan nilai, pada dasarnya ada tiga jenis nilai yang harus diajarkan kepada anak melalui pendidikan nilai, yaitu nilai-nilai estetis, nilai-nilai synnoetis, dan nilai-nilai etis. Pendidikan tentang nilai-nilai etis, akan membuat anak peka terhadap norma-norma tentang kebaikan. Melalui pendidikan estetis anak-anak diajar mengenal perbedaan antara apa yang indah dan apa yang jelek atau buruk. Pendidikan tentang nilai-nilai synnoetis akan membuat anak peka tentang suasana hati yang terdapat pada diri orang lain. Pendidikan tentang nilai-nilai synnoetis ini akan menanamkan benih-benih empati pada diri anak. Dan pendidikan tentang nilai-nilai etis akan membuat anak peka terhadap norma-norma tentang kebenaran moral.

Mardiatmadja dalam Mulyana (2004:119) mendefinisikan pendidikan nilai sebagai bantuan terhadap peserta didik agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidupnya. Jadi pada kesimpulannya, pendidikan nilai adalah pendidikan yang mensosialisasikan nilai-nilai kepada peserta didik. Pendidikan nilai-nilai sangatlah penting untuk diajarkan diseluruh program pendidikan, agar peserta didik tidak hanya mendapatkan ilmu, ketrampilan dan teknologi saja, melainkan dapat mengembangkan aspek kepribadian, moral dan etik.


(40)

Adapun tugas dari pendidikan nilai menurut Benoit (dalam Kaswardi, 1993:101) yaitu membuat orang sadar, bahwa nilai sebagai pedoman bertindak bersifat mendua, ada nilai positif dan nilai negatif. Oleh karena itu sebagai pendidik, harus berusaha sebaik mungkin mengarahkan, dan menjelaskan nilai-nilai positif kepada peserta didik. Benoit juga mengatakan bahwa pendidikan nilai tampil dalam cara yang berbeda-beda, tergantung dari apakah diberikan dalam keluarga, media massa, dalam gerakan remaja di sekolah, dan lain-lain.

Dalam pelajaran PKn, nilai difungsikan untuk mengarahkan, mengendalikan, dan menentukan kelakuan seseorang karena nilai dijadikan standar perilaku. Demikian juga yang dikatakan Djahiri (1991: 6) bahwa PKn hendaknya tidak sekedar disampaikan arti, rumusan, percontohannya semata.

Hendaknya juga dikaji isi pesan, semangat jiwanya (nilai) untuk selanjutnya disampaikan tatanan moralnya berikut acuan normatif/hukum keharusannya dan tata cara pelaksanaannya. Oleh karena itu, pendidikan nilai sangatlah penting untuk diajarkan dalam PKn. Nilai-nilai pancasila yang dimasukkan dalam pelajaran PKn digali dari kebudayaan-kebudayaan, nilai agama, dan adat istiadat bangsa Indonesia merupakan pandangan hidup atau menjadi panutan hidup bangsa Indonesia. Nilai pancasila secara individu dimaknai sebagai cermin perilaku kehidupan sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap dan bertindak.


(41)

2.1.2 Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI:2003:570), kesadaran berasal dari kata sadar yang mendapat imbuhan ke-an yang berarti insyaf; yakin; merasa; tahu; dan mengerti. Kesadaran berarti 1) Keadaan mengerti: akan harga dirinya timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil; 2) Hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.

Menurut (Semium, 2006:59) kesadaran merupakan satu-satunya tingkat kehidupan mental yang secara langsung tersedia bagi kita. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan sikap sadar dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang secara langsung tersedia bagi kita. Kesadaran adalah keadaan sadar akan perbuatan. Sadar artinya merasa, atau ingat (kepada keadaan yang sebenarnya), tahu atau mengerti.

Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas (Suhatman:2009:27). Beliau juga berpendapat bahwa kesadaran kritis sangat diperlukan dalam pengembangan pribadi dan intelektual siswa dalam kehidupan sekarang maupun kemudian hari. Kesadaran kritis dan berpikir kritis dapat dibangun melalui pendidikan di sekolah dan secara khusus melalui kegiatan belajar dan pembelajaran (2006:67).


(42)

Tujuan untuk menumbuhkan kesadaran kritis serta berpikir kritis, menurut Suhatman (2009:67) dengan menempatkan siswa sebagai subjek Hal-hal berikut perlu diperhatikan guru:

1. Pembelajaran di kelas harus berubah dari berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa.

2. Guru berperan sebagai fasilitator untuk melayani siswa dalam membelajarkan siswa dan membuat siswa mengalami serta menyukai belajar. Untuk itu guru senantiasa belajar terus menerus mengaktualisasi diri. Memperluas dan memperdalam pengetahuannya agar selektif dalam memfasilitasi siswa dalam belajar.

3. Mengajar dengan mengembangkan metode dialogis dalam diskusi, memberikesempatan pada siswa untuk berpikir dan mengendapkan pengetahuannya, memberi kesempatan untuk bertanya, berdebad, bereksplorasi untuk menemukansuatu pemahaman yang baru.

4. Dalam membelajarkan siswa maka pembelajaran dibuat semenarik mungkin untuk memotivasi siswa sehingga senang belajar, dengan demikian merangsang otak untuk dapat menerima pengetahuan/pemahaman baru lebih cepat.

5. Membuat perencanaan, persiapkan dengan media yang dapat membantu siswa dalam mengalami belajar, menemukan dan merumuskan sendiri pengetahuannya.


(43)

6. Guru berperan sebagai agen perubahan dengan berani mengubah paradigma berpikirnya yaitu menjauhkan diri dari ketakutan dan keenggganan mengubah cara menggajarnya yang tidak selektif serta bersikap terbuka.

7. Kesadaran kritis akan terbentuk jika siswa merasa bebas dalam berpikir, berpendapat dan mengekspresikan diri dalam suasana belajar yang terbuka, tidak banyak aturan-aturan yang membelenggu, multinilai, multikebenaran, diperbolehkan salah, menerapkan metode ilmiah. Guru tidak menggurui karena guru dan siswa setara.

8. Kesadaran kritis akan membentuk pola pemahaman konsep yang kuat bukan sekedar menghafal, mampu untuk mencerna pengetahuan dengan mendalam, memiliki cara berpikir kritis menghadapi masalah-masalah sehari-hari dalam kehidupan. Pembelajaran dengan membangun kesadaran kritis akan menghasilkan pembelajaran yang bermutu.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan pembelajaran yang dapat meningkatkan kesadaran kritis ialah pembelajaran yang membuat siswa menjadi pelaku dan berperan aktif dalam proses belajar dan pembelajaran. Peran aktif siswa dapat dirangsang dan ditingkatkan dengan metode pembelajaran yang berfokus pada kegiatan siswa untuk mengalami belajar. Guru sebaiknya melakukan perubahan dalam mengefektifkan perannya untuk membangun kesadaran kritis siswa sehingga dapat menampilkan pembelajaran menjadi lebih bermutu.


(44)

2.1.2.1 Peranan Kesadaran

Given (2012213-214) berpendapat bahwaPeranan kesadaran adalah mengambil tindakan atau suatu keputusan dipilih melalui cara yang selektif dan berani menentukan arah dengan mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) kesadaran mempunyai arti (1)keinsafan; keadaan mengerti; akan harga dirinya timbul karena ia diperlakukan secara tidak adil; (2) hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang.

Semium (2006:59) mengatakan kesadaran merupakan satu-satunya tingkat kehidupan mental yang secara langsung tersedia bagi kita. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan sikap sadar dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang secara langsung tersedia bagi kita. Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa kesadaran merupakan kondisi dimana individu mengetahui dan ingat pada keadaan yang sebenarnya yang secara langsung tersedia bagi kita.

2.1.3 Cinta Tanah Air

Rasa cinta terhadap tanah air muncul dan berkembang menjadi sebuah paham(isme) menjadi nasionalisme yang dijadikan sebagai landasan hidup bernegara, bermasyarakat dan berbudaya dipengaruhi oleh kondisi historis dan dinamika sosio kultural yang ada dimasing-masing negara.

Menurut Arikunto, (1996:12-13) Cinta tanah air berarti cinta pada negeri tempat kita memperoleh penghidupan semenjak lahir samapai akhir hayat. Seseorang


(45)

yang cinta tanah air senantiasa berusaha agar negerinya tetap aman, sentosa dan sejahtera. Cinta tanah air dan bangsa adalah suatu sikap yang dilandasi ketulusan dan keiklasan yang diwujudkan dalam perbuatan untuk keyaan tanah air dan kebahagiaan bangsanya. Sebagai Warga negara indonesia kita wajib mempunyai rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa yaitu : (1) Bangga sebagai bangsa indonesia dan bertanah air indonesia. (2) Tidak akan melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikan bangsa dan negaranya. (3) Setia dan taat terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. (4) Berjiwa dan berpribadian Indonesia.

Menurut Hastuti (2011:42) Cinta tanah air adalah cinta kepada negeri dimana seseorang memperoleh penghidupan dan menjalani kehidupan sampai akhir hayatnya. Senantiasa menjaga agar negerinya tetap aman, sentausa dan sejahtera. Selalu tanggap dan waspada terhadap setiap kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat membahayakan keamanan negerinya serta kelangsungan hidup bangsa dan negaranya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa warga negara yang baik adalah warga negara yang cinta akan tanah airnya sendiri. Dengan adanya keberagaman dalam suatu bangsa, dasar negara dapat dijadikan alat pemersatu bangsa.


(46)

2.1.3.1 Kesadaran akan Nilai Cinta Tanah Air

Kesadaran akan nilai berarti kesadaran akan berbagai hal yang berkaitan dengan nilai, antara lain: (1) menyadari akan adanya nilai sebagai kualitas yang perlu diusahakan, (2) menyadari akan peranan nilai yang menjadi daya tarik bagi kualitas untuk mewujudkannya, (3) menyadari akan sarana-sarana serta cara-cara yang perlu diusahakan demi terwujudnya nilai yang dituju, (4) menyadari sikap yang diperlukan demi terwujudnya nilai yang diharapkan, dan (5) menyadari tindakan yang perlu dilakukan demi terwujudnya nilai yang menjadi tujuannya. (Wahana:2013).

Menurut Winataputra (2008:4.20) dalam skripsi (Cahyaningtyas 2013:15-16) bahwa mencermati kondisi dan letak geografis wilayah Indonesia, sudah sewajarnyalah warga negara Indonesia mempunyai kebanggaan tersendiri. Karena Indonesia mempunyai begitu banyak keberagaman. Bangga menurut Winataputra (2008:4.20) adalah merasa berbesar hati atau merasa gagah karena mempunyai berbagai kelebihan atau keunggulan. Jadi, yang dimaksud dengan bangga sebagai bangsa Indonesia harus menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara dimanapun berada. Namun konsekuensi tersebut nampaknya belum terbukti, seperti yang diungkapkan oleh Amin (2011:1) bahwa salah satu pengaruh arus globalisasi disemua sendi-sendi kehidupan yaitu lunturnya nilai-nilai nasionalisme dan solidaritas yang sedang diderita anak negeri ini. Lunturnya nilai-nilai nasionalisme tersebut dikarenakan kurang adanya penanaman nilai nasionalisme dalam pendidikan.


(47)

2.1.4 Mata Pelajaran PKN

2.1.4.1 Pengertian PKn sebagai pendidikan nilai

Pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan sebuah mata pelajaran yang tidak akan terlepas dari siswa. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) selalu ada sejak siswa duduk di bangku Sekolah Dasar, bahkan hingga di perguruan tinggi pun PKn akan selalu kita temukan. Menurut sunarso, dkk (2008) Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa indonesia. Menurut Brodjonegoro (2001) Pendidikan Kewarganegaraan dimaksud agar kita memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan pancasila.

MenurutAmin (2008) menyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan yaitu usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar masa datang menjadi patriot pembela bangsa dan negara. Patriot pembela bangsa dan negara ialah pemimpin yang mempunyai kecintaan, kesetiaan, serta keberanian untuk membela bangsa dan tanah air melalui bidang profesinya masing-masing. Sementara menurut Chamim (2004), Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia berarti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai dan perilaku yang menjunjung tinggi demokrasi sehingga terwujud masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta demokratis.


(48)

Menurut Brodjonegoro (2001) Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air dan bersendikan kebudayaan bangsa. Sementara menurut sunarso (2008:11) Pendidikan kewarganegaraan bertujuan untuk memberikan kompetensi sebagai berikut. (1) Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. (2) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter masyarakat indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain. (4) Berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Pusat kurikulum, 2003:3)

Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan siswa yang demokratis dimana siswa dapat berkembang menjadi pribadi yang cerdas, dan memanfaatkan kecerdasannya sebagai warga negara untuk kemajuan bagi dirinya dan lingkungannya. Melalui Pendidikan Kewarganegaraan, siswa juga diharapkan mampu untuk memahami, menganalisis, dan menjawab masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negara sesuai dengan cita-cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam pembukaan UUD 1945.

Menurut Sunarso, dkk (2008:13) Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang bersifat cerdas dan penuh tanggung jawab


(49)

pada pserta didik dengan perilaku yang (a) beriman dan bertagwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa, (b) berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara, (c) bersikap rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara, (d) bersikap profesional yang dijiwai oleh kesadaran belanegara, serta (e) aktif memanfaatkan ilmu dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.

Menurut Brodjonegoro (2001:6) Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang: (1) Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. (2) Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbagsa, dan bernegara. (3) Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. (4) Bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran Bela Negara. (5) Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.

Missi dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimasa sekarang ini memiliki beberapa misi, diantaranya yaitu: (1) PKn sebagai pendidikan politik, (2) PKn sebagai pendidikan nilai, (3) PKn sebagai pendidikan nasionalisme, (4) PKn sebagai pendidikan hukum, (5) PKn sebagai pendidikan multukultural, (6) PKn sebagai pendidikan resolusi konflik. PKn sebagai pendidikan politik disini berarti bahwa program pendidikan PKn memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada


(50)

siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga Negara yang memiki pengetahuan politik dan kesadaran politik.

PKn sebagai pendidikan nilai dimaksudkan bahwa melalui pembelajaran PKn diharapkan dapat menyadarkan siswa akan nilai, moral dan norma yang dianggap baik oleh bangsa dan negara pada siswa. Melalui PKn pula diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan nilai kebangsaan atau nasionalisme siswa, sehingga siswa lebih mencintai dan rela berkorban untuk bangsa dan negaranya. Sedangkan PKn sebagai pendidikan hukum berarti bahwa PKn memberikan pengarahan bagi siswa supaya siswa mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. PKn sebagai pendidikan multikultural berarti bahwa PKn dihrapkan mampu meningkatkan wawasan dan sikap toleran terhadap sesama karena siswa hidup di lingkungan multikultural. Terakhir yaitu PKn sebagai pendidikan resolusi dimana PKn membina siswa untuk mampu menyelesaikan konflik dengan cara yang tepat.

Menurut mulyana (2004) pendidikan nilai dimaknai sebagai: (a) penanaman dan pengembangan nilai-nilai pada seseorang, (b) bantuan terhadap siswa, agar menyadari dan mengalami nilai-nilai serta penempatanya secara integral dalam keseluruhan hidupnya, (c) pengajaran atau bimbingan kepada siswa agar menyadari nilai kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui proses pertimbangan nilai yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Djahiri (1996) menyatakan bahwa: “nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standar logika (benar/salah), estetika (bagus/buruk), etika (adil/layak/tidak adil), agama (dosa dan haram/halal),


(51)

dan hokum (sah/absah), serta menjadi acuan dan/atau sistem keyakinan diri maupun kehidupan.

Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai dimaknai sebagai model pendidikan yang berlandaskan pada nilai (nilai agama, sosial, budaya, pendidikan, dan nilai kebangsaan atau nasionalisme). Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai ditujukan kepada pembinaan kepribadian utuh, matang dan produktif dalam diri siswa. Selain itu Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai juga diharapkan menghasilkan sikap yang mencerminkan nilai-nilai yang diinginkan atau yang tercermin dalam diri siswa dengan cara membimbing perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Nilai yang dimaksud dalam Pendidikan Kewarganegaraan berbasis nilai yaitu meyakinkan siswa bertindak atas dasar pilihannya sendiri (tanpa pengaruh orang lain). Nilai juga dijadikan patokan normatif yang dapat mempengaruhi siswa dalam menentukan pilihannya diantara cara-cara tindakan alternatif. Terakhir, nilai diharapkan dapat meningkatkan nilai kebangsaan dan cinta tanah air.

Pendidikan nilai merupakan sebuah proses dalam upaya membantu siswa dalam mengekspresikan nilai-nilai yang ada melalui pengujian kritis, sehingga siswa dimungkinkan untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas berpikir serta perasaannya. Menurut Somantri (2001) mengemukakan bahwa tujuan PKn di Indonesia akan tercapai lewat the great ought-nya, yaitu dengan menanamkan konsep


(52)

dan sistem nilai yang sudah di anggap baik sebagai titik tolak untuk menumbuhkan warga negara yang baik.

2.1.5 Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

2.1.5.1 Sejarah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Mursanto (2010) menuliskan secara singkat bahwa terbentuknya PPR berawal dari seorang yang bernama Ignatius yaitu pendiri kelompok religius Serikat Jesus. Kelompok religius Serikat Jesus ( Jesuit ) ini didirikan pertama-tama tidak untuk memulai sekolah-sekolah, namun lebih pada kebutuhan masyarakat waktu itu. Setelah melihat dan mempelajari situasai saat itu, ditemukanlah suatu kebutuhan masyarakat yang menuntut Ignatius untuk mengambil suatu keputusan, yaitu memilih pendidikan sebagai cara efektif untuk mengembangkan dan menjadikan manusia-manusia yang unggul dalam imannya serta berkarakter baik. Seperti dalam kata-kata Juan de Bonifacio, SJ bahwa “Pendidikan orang muda adalah cara mengubah dunia”, berubahnya masyarakat yang akan menjadi makin manusiawi tergantung pada bagaimana orang-orang mudanya dididik.

Kolvenbach merumuskan tujuan akhir pendidikan Jesuit lebih pada perkembangan pribadi siswa sepenuhnya agar dalam melakukan perbuatan-perbuatannya didasari oleh roh dalam kontemplasi dan pemikiran yang nalar. Membuat para siswa terdorong untuk berdisiplin diri dan berinisiatif, mengembangkan integritas pribadi dan berfikir jernih sehingga tumbuh keyakinan


(53)

bahwa pemikiran sembrono atau dangkal tidak pantas bagi mereka dan berbahaya bagi dunia (Mursanto, 2010).

Tidak setiap usaha pendidikan berkaitan langsung dengan Serikat Jesus ataupun bersinggungan dengan semangat Ignatius. Namun keprihatinan dan semangat Ignatius dalam mendidik orang muda untuk menyongsong masa depan dan mengubah masyarakatnya, dimiliki juga oleh banyak orang. Mursanto mengatakan “meskipun mereka tidak berkaitan langsung dengan Jesuit, ternyata cukup banyak yang menyatakan minatnya untuk mengetahui dan menerapkan model pendidikan Jesuit”. Maka dengan maksud untuk berbagi pengalaman mengenai sebuah “metode mendidik”, diperkenalkanlah Paradigma Pedagogi Ignatian.

Dalam perjalanan waktu, Paradigma Pedagogi Ignasian atau PPI dikenalkan kepada masyarakat dengan nama Paradigma Pedagogi Reflektif dengan tujuan agar dapat diterima oleh semua kalangan, termasuk kalangan yang jauh dengan religius Serikat Jesus (Jesuit). Pengubahan nama PPI menjadi PPR tidak disertai dengan pengubahan aspek yang terkandung di dalamnya.

2.1.5.2Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kata paradigm berarti suatu kerangka berpikir/ model dari teori ilmu pengetahuan/ perubahan model. Dalam hal ini paradigma maksudnya adalah suatu pendekatan atau model pembelajaran. Pedagogi adalah suatu cara pendidik untuk mendampingi peserta didik dalam


(54)

pertumbuhan dan perkembangannya (Subagya, 2010: 22). PPR merupakan pola pikir (paradigma ~ polapikir) dalam menumbuh kembangkan pribadi siswa menjadi pribadi kristiani/kemanusiaan. (pedagogi reflektif ~pendidikan kristiani/kemanusiaan) Polapikirnya : dalam membentuk pribadi, siswa diberi pengalaman akan suatu nilai kemanusia, kemudian siswa difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa membuat niat dan membuat sesuai dengan nilai tersebut.(Tim kanisius, 2008 : 39)

2.1.5.3Hakikat Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

PPR merupakan singkatan dari Paradigma Pedagogi Reflektif yaitu suatu model pembelajaran yang menerapkan refleksi dalam proses pembelajarannya. Dalam hal ini meliputi pola pikir pendidik dalam melakukan proses mengajar supaya peserta didik mempunyai tujuan yang jelas dan dapat menginternalisasikan perolehan belajarnya dalam kehidupan sehari-hari. Diharapkan pada akhirnya nanti peserta didik dapat menjadi pribadi yang sadar akan apa yang hendak atau perlu dilakukan. PPR yang disampaikan di sini meliputi suatu gaya pendidikan dan proses belajar mengajar yang menyatu ragakan pendidikan nilai dan pembentukan pribadi ke dalam kurikulum yang ada, bukan untuk menambah mata pelajaran. Dalam pelaksanaannya pendidik tidak boleh memaksakan keinginannya kepada peserta didik, namun hendaknya menciptakan kondisi agar peserta didik dapat mengungkapkan pengalamannya dan merefleksi apa yang telah didapatkan. Fungsi utama pendidik dalam proses pembelajaran ini adalah sebagai fasilitator yang dapat menjembatani komunikasi antar peserta didik yang majemuk agar terjalinnya komunikasi iman. PPR


(55)

pada awalnya dipakai di lembaga pendidikan Jesuit dan digunakan di sekolah-sekolah dengan latar belakang Jesuit yaitu sekolah yayasan Kanisius. Tujuan dari pendidikannya adalah perkembangan pribadi peserta didik sepenuhnya (Mursanto, 2010)

2.1.5.4Ciri-Ciri PPR

Menurut Subagya, (2010) Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR) memiliki ciri-ciri yaitu:

a. Merupakan pendekatan baru pada cara mengajar mata pelajaran yang ada, yang dapat diterapkan di semua kurikulum dan tidak menuntut tambahan apapun.

b. Fundamental dalam proses belajar mengajar, dapat diterapkan dalam kegiatan ekstrakurikuler,merupakanpandangan dalammempersiapkan pengajaran, memilih kegiatan untuk pekerjaan rumah dan kegiatan mengajar lainnya pada suatu bidang studi.

c. Menjamin para pendidik menjadi pendidik yang baik, menuntut pendidik lebih bertanggung jawab terhadap hasil studi peserta didik, serta menumbuhkan inisiatif untuk belajar, membantu pendidik untuk memotivasi peserta didik dalam menghubungkan perolehan hasil belajar dengan pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari.


(56)

d. Mempribadikan proses belajar dan mendorong pelajar merefleksikan makna dan arti dari apa yang telah dipelajari, melibatkan peserta didik untuk berperan scara kritis dalam proses belajar mengajar, mendukung integrasi antara pengalaman di sekolah, rumah, teman dan sebagainya.

e. Mendorong kerja sama untuk berbagi pengalaman serta dialog reflektif peserta didik. Menghubungkan pembelajaran dengan pertumbuhan peserta didik dengan interaksi pribadi dan hubungan insani.

f. Mendorong dan mengarahkan pada kegiatan yang bersifat positif yang berdampak baik bagi orang lain. Dalam hal ini refleksi harus selalu mengantar peserta didik untuk semakin sadar menghargai hidup.

2.1.5.5Tujuan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Tim PPR SD Kelompok Kanisius, 2010:3) Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) memiliki tujuan yaitu:

a) Tujuan PPR bagi pendidik antara lain: 1. Semakin memahami peserta didik.

2. Semakin bersedia mendampingi perkembangannya. 3. Semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya. 4. Memperhatikan kaitan perkembangan intelektual dan moral. 5. Mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan.


(57)

6. Mengembangkan daya reflektif dengan pengalaman sebagai pendidik, pengajar, dan pendamping.

b) Tujuan PPR bagi peserta didik anatara lain: 1. Manusia bagi sesama

2. Manusia utuh

3. Manusia yang secara intelektual berkompeten, terbuka untuk perkembangan religius.

4. Manusia yang sanggup mencintai dan dicintai.

5. Manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadilan dalam pelayanannya pada orang lain (umat Allah).

6. Manusia yang berkompeten dan hati nurani.

2.1.5.6Langkah-Langkah Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Subagya (2010) dalam pelaksanaan proses belajar menggunakan PPR, pendidik bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan, sebab pengetahuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti: majalah, buku, internet dan para ahli. Oleh sebab itu peserta didik sendirilah yang aktif belajar menemukan kebenaran, sedangkan pendidik sebagai fasilitator berperan untuk menciptakan situasi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung. Pendidik hendaknya hadir memberikan stimulasi, memotivasi, dan meneguhkan usaha peserta didik untuk belajar. Proses pengembangan nilai kemanusiaan peserta didik


(58)

ditumbuhkan melalui konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi sesuai dengan dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) di bawah ini:

a. Konteks

Subagya (2010) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran, pendidik dituntut untuk sungguh-sungguh mengetahui sejauh mana peserta didik memahami tentang salah satu mata pelajaran yang akan diajarkan, bahan pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan peserta didik , karena hal tersebut merupakan titik tolak dalam PPR Dalam hal ini pendidik harus mengetahui banyak hal tentang konteks tempat mengajar dan belajar berlangsung. Pendidik harus memahami dunia peserta didik, cara hidup keluarga, teman-teman, kebudayaan dan adat, kehidupan sekolah, agama, ekonomi dan hal-hal lain yang berdampak positif dan negatif bagi peserta didik.

b. Pengalaman

Pengalaman berarti ”mengenyam sesuatu dalam batin”. Pengalaman menunjuk pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik. Pada setiap pengalaman ada informasi yang ditangkap oleh peserta didik. Pengalaman yang diterima peserta didik dapat berupa pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung dapat berupa diskusi, penelitian, lintas alam, olah raga dan sebagainya.Sedangkan pengalaman tidak langsung, pendidik merangsang peserta didik untuk berimajinasi sehingga mereka dapat masuk ke dalam kenyataan yang sedang mereka pelajari. Pengalaman yang tidak langsung diciptakan misalnya


(59)

dengan membaca dan/atau mempelajari suatu kejadian. Selanjutnya pendidik (fasilitator) memberi sugesti agar peserta didik mempergunakan imajinasi mereka, mendengar cerita dari pendidik, melihat gambar sambil berimajinasi, bermain peran, atau melihat tayangan film/video.

c. Refleksi

Refleksi merupakan suatu proses yang memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi dengan memahami kebenaran yang dipelajari secara lebih baik, dengan berusaha menemukan makna bagi diri sendiri tentang kejadian-kejadian yang dialaminya, dengan mulai memahami siapa dirinya dan bagaimana harus bersikap terhadap orang lain, dengan mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami, dan sebagainya. Pada dasarnya tujuan refleksi dalam PPR adalah membentuk hati yang peka dan peduli, membangun hasrat dan sikap serta menginternalisasi nilai-nilai.

Dalam berefleksi, antara pendidik dan peserta didik dapat saling bertukar pikiran tentang apa yang telah direfleksikannya. Tujuannya adalah agar peserta didik terbantu untuk menemukan bagian yang mudah dipelajari, membantu mengenali tantangan tersembunyi yang dapat menghambat perkembangan peserta didik. Kegiatan merefleksikan nilai-nilai dapat dilakukan dengan pertanyaan refleksi yang difasilitasi oleh pendidik. Pertanyaan yang dibuat harus sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik.


(60)

d.Aksi

Aksi dalam Paradigma Pedagogi Reflektif digunakan untuk menunjukkan pertumbuhan batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan. Refleksi tersebut mencakup dua, hal yang pertama pilihan-pilihan batin dapat berupa prioritas yang diputuskan, sambil membiarkan diri ke arah mana ia melangkah diiringi oleh kebenaran itu. Lalu yang ke dua, pilihan yang dinyatakan secara lahir, nilai yang telah menjadi bagian dalam hidup mendorong peserta didik untuk berbuat sesuatu dengan keyakinan baru. Jika nilai itu positif, maka peserta didik juga akan menimbulkan pengalaman yang bermakna positif. Sedang untuk internalisasi nilai berupa niat-niat yang dibangun oleh peserta didik. Aksi nyata merupakan penghayatan nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga proses pembentukan pribadi peserta didik secara perlahan tetap dapat terwujud sesuai tujuan yang diharapkan ( Subagya,2010).

e. Evaluasi

Bagi para pendidik mengevaluasi kemajuan peserta didik merupakan hal yang sangat penting. Evaluasi, mendorong pendidik maupun peserta didik untuk memperhatikan pertumbuhan intelektual, serta mendiagnosa kekuranga3n-kekurangan yang perlu untuk ditingkatkan. Selain itu, evaluasi juga berguna untuk perbaikan dalam cara belajar peserta didik.


(61)

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembelajaran terkait dengan evaluasi antara lain yaitu evaluasi mata pelajaran hendaknya dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Evaluasi penghayatan nilai, dilakukan dengan mengamati seluruh proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik. Subagya (2010) menggambarkan pelaksanaan PPR sebagai berikut:

Gambar 2.1 Peta Konsep Pelaksanaan PPR (Subagya, 2010) Evaluasi:

Evaluasi ranah intelektual (pertumbuhan intelektual dan kekurangan peserta didik)

Evaluasi perubahan pola pikir, sikap, perilaku siswa

Refleksi:

Memperdalam pemahaman kebenaran yang dipelajari. Mencari dan

menemukan makna nilai-nilai kemanusiaan. Menyadari motivasi, dorongan, keinginan.

Aksi:

Pertumbuhan batin (prioritas yang diputuskan) dan

penginternalisasian untuk bersikap serta melakukan perbuatan konkret. Pengalaman:

Mempelajari sendiri, latihan kegiatan sendiri (lawan ceramah). Tanggapan afektif terhadap yang dilakukan, latihan dari yang dipelajari.

Konteks:

Pendidik mengetahui dunia peserta didik (cara hidup keluarga, teman-teman, kebudayaan dan adat, kehidupan sekolah, agama, ekonomi dan hal-hal lain)

T U J U A N


(62)

2.1.5.7 Kelebihan Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

PPR mempunyai kelebihan- kelebihan diantaraya “ murah meriah, segala kurikulum, cepat kelihatan hasilnya”.

a. murah meriah

Dalam pembelajaran tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus, kecuali yang dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan. Misalnya untuk menumbuhkan persaudaraan, solidaritas, saling menghargai, yang diperlukan adalah pengalaman yang dapat tercapai melalui belajar dengan kerja sama kelompok yang kemudian direfleksikan dan ditindaklanjuti dengan aksi, evaluasi dalam belajar dengan kerja sama kelompok.

b. segala kurikulum

PPR dapat ditempkan pada semua kurikulum. Paradigm ini tidak menuntut tambahan bidang studi baru, jam pelajaran tambahan, maupun peralatan khusus. Hal pokok yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara guru dalam mengajarkan mata pelajaran yang ada.

c. Cepat kelihatan hasilnya

Kenyataan dengan menggunakan PPR dapat diamati di sekolah- sekolah yang telah menerapkannya. Siswa-siswa akan terlihat akrab satu sama lain, mau solider dan saling menbantu dalam belajar, mau saling menghargai satu sama lain.


(63)

Pengelolaan kelas menjadi mudah, kenakalan berkurang. Secara garis besar dapat di simpulkan yaitu:

1. Dari segi integrasi

a) Pembelajaran berpola PPR murah

b) Tidak terhambat adanya kurikulum baru, para pengawas, atau Diknas; c) mengajarkan dan melatih nilai-nilai kristiani 42 jam per minggu. d) Dari segi pengalaman, refleksi, dan aksi:

e) Tidak memerlukan banyak aturan, banyak sanksi, dan macam-macam pemaksaan seperti lazim di sekolah lain;

f) Pendidikan yang otentik

g) Dari segi pendidikan Kristiani/pendidikan kemanusiaan:

h) Ciri khas sekolah Kristen/Katolik dapat diwujudkan dalam kegiatan kelas sehari-hari;

i) Menjadikan keunggulan sekolah yang tidak dapat diungguli sekolah lain.

j) Dampak lain:

k) Menambah calon siswa dalam PSB. l) Lebih mudah menepis isu kristenisas 2.2 Penelitian- Penelitian yang Relevan

Jrsanti Johan Agustina (2011) meneliti peningkatan competence, conscience dan compassion (3C) dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Pedagogi


(64)

Reflektif (PPR) dalam pembelajaran tematik bagi siswa kelas IIIA SD Kanisius Demangan Baru I tahun ajaran 2010/2011. Jenis penelitian yang dilakukan merupakan jenis Penelitian Tindakat Kelas (PTK). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3C siswa kelas IIIA mengalami peningkatan. Nilai competence siswa yaitu 78,97 : 79,35 : 90,9, untuk Conscience yaitu 78,7 menjadi 90. Sedangkan untuk compassion 75,7 menjadi 90.

Pratiwi Uri Theresia (2011) meneliti penerapan Pembelajaran Pedagogi Reflektif dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan competence, conscience dan compassion kelas III SDK Demangan Baru I. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Eksperimen dengan subyek penelitian siswa kelas III. Mata pelajaran tematik yang terkait dalam penelitian ini yaitu IPS dan Bahasa Indonesia. Untuk mata pelajaran IPA, peningkatan competence yaitu 69,45 : 73,66 : 78,28, conscience yaitu 78 : 86 dan compassion yaitu 78 : 85. Sedangkan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia peningkatan untuk competence yaitu 68,91 : 72,83 : 77.

Dari hasil penelitian diatas peneliti mencoba menyimpulkan bahwa model Pembelajaran Pedagogi Reflektif memiliki beberapa kelebihan yakni :

1). Dalam praktik, pembelajaran PPR diintegrasikan dengan bidang studi yang diajarkan, maka tidak memerlukan sarana atau prasarana khusus, kecuali yang dibutuhkan oleh bidang studi yang bersangkutan. Misalnya, untuk menumbuhkan dan menanamkan nilai persaudaraan, solidaritas, saling menghargai pada peserta didik,


(65)

maka yang diperlukan adalah pengalaman persaudaraan. Hal ini dapat dicapai melalui proses belajar dengan kerjasama kelompok. Kemudian proses belajar tersebut direfleksikan dan ditindak lanjuti dengan aksi. (Subagya, 2008).

2). Tidak menuntut tambahan jam pelajaran, tambahan bidang studi baru ataupun peralatan khusus. Dapat diterapkan pada semua kurikulum seperti: KBK, KTSP, Tematik, dan pada kurikulum manapun. Hal penting yang dibutuhkan hanyalah pendekatan baru pada cara kita mengajarkan mata pelajaran yang ada.

3). Dapat diterapkan tidak hanya pada bidang studi akademik, tetapi juga pada ranah-ranah non akademik, seperti kegiatan ekstrakurikuler, olahraga, program pelayanan masyarakat, retret, dan sebagainya.

4).Dapat dipakai sebagai panduan untuk mempersiapkan pengajaran, memilih bahan untuk pekerjaan rumah, dan kegiatan-kegiatan pengajaran lain.

5). Mencakup semua aspek yang mendukung proses pembelajaran.

6). Pemerataan perhatian oleh pendidik kepada setiap pribadi peserta didik

7). Dapat memperbaiki kelemahan peserta didik dengan tegas tetapi penuh cinta kasih.

2.3 Kerangka Berfikir

Kesadaran akan nilai merupakan hal yang penting dalam pembelajaran PKn sebagai pendidikan nilai. Karena jika pembelajaran PKn tidak disertai dengan sikap


(66)

sadar, maka nilai-nilai yang terkandung dalam materi menjadi tidak terealisasikan. Dalam hal ini pendidikan yang menjadi tonggak utama dalam menumbuhkembangkan nilai kepada peserta didik, karena peserta didik merupakan penerus bangsa yang tidak dapat dipisahkan dari perjalanan bangsa ini. Penelitian ini memilih siswa kelas III sebagai subyek penelitian. Permasalahan yang diangkat mengenai kesadaran akan nilai cinta tanah air adalah kurangnya sikap sadar dari peserta didik pada kecintaannya terhadap tanah air. Hal ini nampak pada saat upacara bendera berlangsung, kurangnya sikap hormat dan khidmat dari para peserta upacara. Selain itu, pada saat peneliti melakukan wawancara kepada siswa, siswa cenderung lebih menyukai kebudayaan dari luar negeri daripada kebudayaan negara sendiri. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pendidikan nilai akan sikap sadar cinta tanah air cenderung kurang. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air melalui kegiatan pembelajaran.

Pembelajaran dengan menggunakan model PPR akan meningkatkan kesadaran siswa akan nilai. Pembelajaran PKn sebagai pendidikan nilai diharapkan meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air di lingkungannya. Maka PPR merupakan model yang cocok untuk meningkatkan kesadaran siswa akan nilai cinta tanah air. Sehingga melalui PPR akan lebih membantu siswa untuk meningkatkan sikap dalam menanggapi kemajuan globalisasi di lingkungan. Hal ini sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dipilih oleh peneliti yaitu dengan standar Kompetensi: 4. Memiliki kebanggaan sebagai bangsa indonesia. Kompetensi Dasar: 4.2 Menampilkan rasa bangga sebagai anak Indonesia. Jika


(67)

metode PPR diterapkan pada pembelajaran PKn kelas III SDN Sarikarya, maka akan berpengaruh terhadap nilai cintah tanah air berupa sikap bangga sebagai bangsa indonesia.

Gambar 2.2 Skema Penelitian Yang relevan Penelitian menggunakan

Model PPR

Penelitian tentang kesadaran akan nilai

Cinta Tanah Air

Jrsanti (2011) meneliti peningkatan competence, conscience dan compassion (3C) dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Pedagogi Reflektif (PPR)

Yang perlu diteliti:

Penggunaan PPR dapat meningkatkan kesadaran siswa akan nilai Cinta Tanah Air

Pratiwi (2011) meneliti Pengaruh Model Pembelajaran berbasis Masalah terhadap Minat dan Kesadaran Siswa Akan Nilai Cinta Tanah Air


(1)

(2)

309

LAMPIRAN 15


(3)

(4)

(5)

312

LAMPIRAN 16


(6)

313

Dasar di SD Don Bosco Koha tahun 1982-1988 dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP Kristen 33 Koha pada tahun 1988-1992. Jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Sta Rosa De Lima Tondano pada tahun 1992-1996. Setelah lulus SMA, penulis sempat bekerja sebagai karyawan di sebuah minimarket yang ada di Tomohon,Pada tahun 2001. studi di Universitas Don Bosco Tomohon, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Program Studi D2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Setelah lulus D2 PGSD Pada tahun 2004 memasuki hidup membiara di Tarekat Suster-Suster Yesus Maria Yoseph. Setelah kaul pertama tahun 2009 sebagai Suster JMJ, penulis mendapat tugas di SD Ignasius Loyola Jakarta. Menjadi asisten guru di kelas 2,3 dan 4 kemudian pada tahun 2010 saya menjadi guru bidang studi Pkn di kelas 1,2 Pada tahun 2010 penulis mendapat tugas perutusan untuk studi di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).


Dokumen yang terkait

Hubungan pemberian biasiswa terhadap peningkatan hasil belajar mata pelajaran biologi siswa kelas II SLTP Negeri se Kabupaten Bondowoso tahun ajaran 2000/2001

0 4 61

Identifikasi miskonsepsi materi biologi kelas II semester 1 pada siswa SMP negeri di kecamatan Kencong tahun ajaran 2003/2004

2 6 94

Penerapan penilaian autentik untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa (sebuah studi penelitian tindakan kelas di SD Negeri III Jati Asih Bekasi)

0 7 212

Penerapan metode ceramah plus demonstrasi dan latihan untuk meningkatkan kompetensi psikomotorik siswa pada mata pelajaran PKn di MIS Mathla’ul Anwar Leuwisadeng Bogor: Penelitian Tindakan Kelas

7 30 116

Penerapan metode e-learning dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas vii pada mata pelajaran IPS terpadu: penelitian tindakan kelas di SMP IT Al-Atiqiyah Cipanengah-Sukabumi.

0 6 139

Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta: studi penelitian pada siswa kelas VIII D di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta.

5 21 92

Penerapan variasi stimulus untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan pendapatan nasional kelas X di SMA Negeri 12 Kota Tangerang Selatan

0 8 187

Campur kode dalam karangan siswa kelas III SD Negeri Kereo 02 Tangerang tahun pelajaran 2014/2015

0 20 121

Penerapan metode permainan ular tangga (Snakes Ledder) untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS: penelitian tindakan kelas di MTs. Al Ikhwaniyah Pondok Aren

1 33 161

Pengunaan Model Cooperative Learning tipe student team achivement division (STAD) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS kelas IV B SDN 08 Metro TImur tahun pelajaran 2011/2012

0 6 44