9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mengenal Teh
Menurut silsilah kekerabatan dalam ilmu botani, tanaman teh tergolong dalam:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Guttiferales
Famili : Tehaceae
Genus : Camellia
Teh dapat tumbuh subur di daerah pegunungan di wilayah yang beriklim tropis. Suhu yang ideal untuk tanaman teh adalah 14-25
C. Teh membutuhkan sinar matahari yang cukup dan hujan yang merata sepanjang tahun, minimum
curah hujan 2.000 mmtahun. Teh mempunyai sifat hydriscopic, yaitu cepat menghisap air dari udara.
Tanaman teh tumbuh subur di daerah berketinggian 200-2.000 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi letak permukaan daerah semakin baik mutu teh
yang dihasilkan, dan jika dibiarkan tumbuh liar dapat mencapai tinggi 9 m. Teh Assanica
dapat mencapai tinggi 12-20 m, di perkebunan teh biasanya dipangkas secara berkala sehingga tingginya hanya mencapai satu meter, hal ini bertujuan
untuk memudahkan proses pemetikan dan supaya menghasilkan kualitas tunas atau pucuk daun teh yang lebih baik. Teh dapat dipetik daunnya secara terus-
menerus setelah berumur 4-5 tahun selama 40 tahun, setelah itu perlu diremajakan. Cara memetik daun teh selain mempengaruhi jumlah yang dihasilkan juga
mempengaruhi mutu teh yang dihasilkan. Penanaman teh dapat dilakukan dengan biji atau dengan stek daun
vegetatif propagation, yang sangat umum digunakan adalah dengan stek daun karena hasilnya lebih cepat dan lebih memuaskan. Untuk menghasilkan daun yang
10 lebih baik, tanaman ini perlu dipupuk setahun 2 kali dengan pupuk yang
mengandung Nitrogen, Phospor, dan Kalium
3
.
2.2 Sejarah Industri Teh di Indonesia
Pertama kali teh masuk di Indonesia pada tahun 1686, ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Clyer membawanya ke Indonesia. Pada saat itu,
penggunaan teh bukan untuk dikonsumsi, namun hanya sebagai tanaman hias. Kemudian pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh yang
memiliki khasiat cukup banyak, dan mendatangkan biji-biji teh secara besar- besaran dari Cina untuk dibudidayakan di Pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu
berhasil dan baru berhasil setelah tahun 1824. Seorang ahli bedah tentara Hindia Belanda, Dr. Van Siebold pernah mengadakan penelitian di Jepang
mempromosikan usaha pembudidayakan dengan bibit teh dari Jepang. Kemudian kegiatan penanaman perkebunan dipelopori oleh Jacobson pada
tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada masa pemerintahan Gubernur van Den Bosh, teh
menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam rakyat melalui politik Tanam Paksa Culture Stelsel. Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan
perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah RI, sekarang perkebunan dan perdagangan teh juga dilakukan oleh pihak swasta
4
. Perkebunan teh yang diambil alih oleh pemerintah Indonesia, saat ini
sebagian besar menjadi PT Perkebunan Nusantara Badan Usaha Milik Negara di sektor pertanian. Sebagian ada yang diambil alih dan dibeli oleh pengusaha
Indonesia dan menjadi Perkebunan Besar Swasta. Pada awal Repelita I hampir seluruh usaha perkebunan teh bentuk perkebunan Besar Negara dan Perkebunan
Besar Swasta, sejak Pelita I, mulai dikembangkan Perkebunan Teh Rakyat, sehingga sekarang di Indonesia ada tiga bentuk usaha perkebunan teh yaitu
perkebunan Besar Negara, Perkebunan Besar Swasta, dan Perkebunan Rakyat.
3
http:www.sosro.comindonesiateh_botol.htm. diakses Tanggal 10 Februari 2012
4
http:www.sosro.comindonesiateh_botol.htm. diakses Tanggal 10 Februari 2012
11
2.3 Perkembangan Makro Ekonomi Terhadap Industri Teh di Indonesia