yang ditelaah berada diatas baku mutu lingkungan seperti kesadahan Ca, BOD, COD, nitrut, nitrat, koliform dan E Coli. Secara keseluruhan telah terjadi peningkatan pencemaran di
perairan sekitar TPA Sampah BantarGebang dikarenakan pengelolaan yang tidak efisien terkait dengan penutupan sampah. Kondisi ini akan mempengaruhi biaya eksternal yang akan
bertambah besar bila inefisiensi semakin meningkat. Royadi 2006, menggunakan analisis AHP dengan empat tingkat struktur hirarkir yaitu
fokus, aktor pemerintah, swasta, dan masyarakat, kriteria fisik kimia, mikrobiologi, dan sosial ekonomi dan kesehatan dan alternatif kebijakan, menyatakan faktor dominan dalam
pemanfaatan TPA Sampah pascaoperasi adalah keterlibatan swasta, negara donor dan teknologi. Sedangkan Saraswati 2007 menyatakan faktor utama yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan kelembagaan pengelolaan sampah adalah sosialisasi untuk pemahaman 3R, juga diperlukan adanya peraturan tentang sistem insentif dan disinsentif dalam
pelaksanaan 3R dan pemasaran untuk kompos dan produk daur ulang, dan Saribanon 2007 menyebutkan diperlukan penyebarluasan informasi mengenai pengelolaan sampah,
membentuk forum komunikasi antar lembaga lokal dan menggandeng kemitraan dengan pihak swasta.
Penelitian yang telah dilakukan tersebut belum pernah membahas valuasi ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang, oleh karena itu penelitian Valuasi Ekonomi TPA Sampah Bantar
Gebang diperlukan. Permasalahan-permasalahan yang timbul dari adanya pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang adalah:
1. Kebijakan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang belum berjalan dengan baik.
2. Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang mempunyai dampak fisik kimia dan ekonomi
yang bersifat negatif maupun positif. 3.
Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang meningkatkan biaya eksternalitas. 4.
Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang kurang bermanfaat secara ekonomi. 5.
Pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang tidak sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan.
1.6. Manfaat Penelitian
1. Besaran manfaat dan biaya nilai ekonomi lingkungan TPA Sampah Bantar Gebang
dapat dijadikan koreksi terhadap biaya pengelolaan sampah dan retribusi sampah yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan dan
pengambilan keputusan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang.
3. Bagi ilmu pengetahuan dan teknologi, hasil penelitian dapat dilanjutkan sebagai bahan
acuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama.
1.7. Kebaruan Penelitian Novelty
1. Valuasi ekonomi dan kebijakan pengelolaan TPA Sampah Bantar Gebang secara
terpadu. 2.
Perhitungan ekonomi TPA Sampah Bantar Gebang tidak lagi menjadi cost center, akan tetapi telah berubah menjadi profit center.
3. Perhitungan ekonomi konservasi sumberdaya material sampah untuk suatu TPA
sampah berupa penghematan material, ruang dan energi apabila sampah yang masuk didaur-ulang.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dampak Tempat Pembuangan Akhir Sampah
Penentuan dampak dari TPA Sampah perlu memperhitungkan pencemaran lingkungan yang menyebabkan timbulnya pengaruh yang berbahaya terhadap
lingkungan, karena adanya perubahan yang bersifat fisik, kimiawi dan biologis Supardi, 1994. Pencemaran lingkungan meliputi derajat pencemaran, waktu
tercemarnya dan lamanya kontak antara bahan pencemaran dan lingkungan Royadi, 2006.
Pencemaran air yang berasal dari TPA Sampah merupakan rembesan dari timbunan limbah dan sumber kontaminan potensial bagi air permukaan, air tanah
dangkal, maupun air tanah dalam. Eugene 1987 mengemukakan bahwa lindi tergantung dari sifat lindi, jarak aliran dengan air tanah dan sifat-sifat tanah yang
dilaluinya. Oleh sebab itu untuk menghindari pencemaran oleh lindi, sumber air sumur dangkal terletak jauh dari lokasi sanitary landfill. Pencemaran air dapat
mengganggu tujuan penggunaan air dan akan menyebabkan bahaya bagi manusia melalui keracunan atau sumber penyebab penyakit. Pendapat Vasu,K. 1998,
nitrat merupakan pencemar utama yang dapat mencapai air tanah dangkal maupun air tanah dalam yang diakibatkan oleh aktivitas manusia dari penempatan sampah.
Bakteri pathogen yang biasanya disebarkan melalui air adalah bakteri amuba disentri, kolera dan tipus. Jumlah bakteri dalam air umumnya sedikit
dibandingkan dengan bakteri coliform. Jenis bakteri coliform sebagai indikator pencemar fecal tinja.
Menurut Slamet 2007, Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Efek langsung
adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah. Efek tidak langsung lainnya berupa penyakit bawaan vektor yang berkembang biak didalam sampah.
Dampak pencemaran udara tidak hanya mempunyai akibat langsung terhadap kesehatan manusia saja, akan tetapi juga dapat merusak lingkungan
lainnya seperti hewan, tanaman, bangunan gedung dan sebagainya. Dampak
10
pencemaran oleh karbon monoksida CO, apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan
oleh manusia. Dampak pencemaran nitrogen oksida NO, pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan gangguan pada sistem syaraf yang mengakibatkan kejang-
kejang, pada tanaman menyebabkan kerusakan pada jaringan daun. Dampak pencemaran udara oleh belerang oksida SO dapat menyebabkan gangguan pada
sistim pernapasannya Slamet, 2007. Pengaruh dampak limbah padat lainnya adalah terhadap kesehatan
lingkungan, dapat terjadi melalui pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung terjadi akibat kontak langsung dengan sampah, dimana
sampah bersifat racun, korosif terhadap tubuh, karsiogenik, teratogenik dan ada juga yang mengandung kuman patogen yang langsung dapat menularkan penyakit
Slamet, 2007. Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan oleh manusia terutama akibat pembusukan, pembakaran dan pembuangan sampah.
Dampak besarnya timbunan sampah yang tidak ditangani dapat menyebabkan berbagai permasalahan,
betapa besarnya timbulan sampah yang dihasilkan, data beberapa kota besar di Indonesia dapat menjadi rujukan. Kota
Jakarta setiap hari menghasilkan timbulan sampah sebesar 6,2 ribu ton, Kota Bandung sebesar 2,1 ribu ton, Kota Surabaya sebesar 1,7 ribu ton, dan Kota
Makassar 0,8 ribu ton. Jumlah tersebut membutuhkan upaya yang tidak sedikit dalam penanganannya. Berdasarkan data tersebut diperkirakan kebutuhan lahan
untuk TPA di Indonesia pada tahun 1995 yaitu seluas 675 ha, dan meningkat menjadi 1.610 ha pada tahun 2020. Kondisi ini akan menjadi masalah besar
dengan memperhatikan semakin terbatasnya lahan kosong khususnya di perkotaan Mungkasa, 2004.
Menurut Haeruman 1979 perubahan atau dampak pembangunan tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga sosial ekonomi. Pada umumnya keberadaan
tempat pembuangan akhir sampah selain menimbulkan dampak negatif, tetapi juga dampak positif. Dampak negatif dapat menimbulkan masalah sosial. yang
sering menimbulkan keresahan sosial, berubahnya sikap masyarakat menjadi tidak ramah, dan meningkatnya kriminalitas. Dampak positif berupa tenaga kerja yang