71
yang  dibuat  memilki  kandungan  asam  galat,  walaupun  ekstrak  secang  yang dibuat belum murni.
3. Standardisasi Ekstrak Kental
Standardisasi  ekstrak  kental  yang  dilakukan  dalam  penelitian  ini meliputi parameter berikut: susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tak
larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan sisa pelarut etanol. Parameter  standar  yang  pertama  adalah  susut  pengeringan  dengan
menggunakan alat
Mousture Balance
Precisa HA60, Swiss dengan tiga kali pengulangan perhitungan, didapatkan susut pengeringan untuk ekstrak secang
menggunakan  pelarut  etanol  30  sebesar  15,30  ±  2,84,  susut pengeringan  untuk  ekstrak  secang  menggunakan  pelarut  etanol  50  sebesar
21,23  ±  7,89,    serta  susut  pengeringan  untuk  ekstrak  secang menggunakan pelarut etanol 70 sebesar  8,25 ± 2,64. Sehingga dapat di
katakan bahwa susut pengeringan dari ekstrak-ekstrak yang telah dibuat tidak lebih dari 21,24.
Parameter  standar  yang  kedua  adalah  kadar  abu  total  dengan mengukur kadar abu total menggunakan metode seperti yang telah dijelaskan
dalam  prosedur  pengukuran  kadar  abu  total,  dengan  tiga  kali  pengulangan perhitungan  didapatkan  kadar  abu  total  untuk  ekstrak  secang  menggunakan
pelarut  etanol 30 sebesar 4,317 ± 0,071, kadar abu total  untuk  ekstrak secang  menggunakan  pelarut  etanol  50  sebesar    3,758  ±  0,102,  serta
kadar  abu  total  untuk  ekstrak  secang  menggunakan  pelarut  etanol  70 sebesar  1,912 ± 0,076. Sehingga dapat di katakan bahwa kadar abu total
72
dari  ekstrak-ekstrak  yang  telah  dibuat  tidak  lebih  dari  4,318.  Menurut standar  FHI  dikatakan  bahwa  kadar  abu  total  tidak  boleh  melebihi  12,00,
dimana  kadar  abu  merupakan  implementasi  dari  kadar  mineral  dan  senyawa anorganik  dalam  ekstrak  yang  tidak  dapat  terdestruksi  saat  dipanaskan,
sehingga ditetapkan standar tersebut. Parameter standar yang ketiga adalah kadar abu tak larut asam dengan
mengukur kadar abu tak larut  asam  menggunakan metode seperti  yang telah dijelaskan dalam prosedur pengukuran kadar abu tak larut asam, dengan tiga
kali  pengulangan  perhitungan  didapatkan  kadar  abu  tak  larut  asam  untuk ekstrak  secang  menggunakan  pelarut  etanol  30  sebesar  0,400  ±  0,288,
kadar  abu  tak  larut  asam  untuk  ekstrak  secang  menggunakan  pelarut  etanol 50 sebesar  0,447 ± 0,090, serta kadar abu tak larut asam untuk ekstrak
secang  menggunakan  pelarut  etanol  70  sebesar    0,146  ±  0,041. Sehingga  dapat  di  katakan  bahwa  kadar  abu  tak  larut  asam  dari  ekstrak-
ekstrak  yang  telah  dibuat  tidak  lebih  dari  0,448.  Menurut  standar  FHI dikatakan  bahwa  kadar  abu  total  tidak  boleh  melebihi  2,00,  dimana  kadar
abu tak larut asam merupakan implementasi dari kadar mineral dan senyawa anorganik  yang  tak  larut  dalam  ekstrak  yang  tidak  dapat  terdestruksi  saat
dipanaskan, sehingga ditetapkan standar tersebut. Parameter  standar  yang  keempat  adalah  sari  larut  air  dengan
mengukur  kadar  sari  larut  air  menggunakan  metode  seperti  yang  telah dijelaskan  dalam  prosedur  pengukuran  kadar  sari  larut  air,  dengan  tiga  kali
pengulangan perhitungan didapatkan kadar sari larut air untuk ekstrak secang
73
menggunakan pelarut etanol 30 sebesar 0,476 ± 0,003, kadar sari larut air untuk ekstrak secang menggunakan pelarut etanol 50 sebesar  0,410 ±
0,003, serta kadar sari larut air untuk ekstrak secang menggunakan pelarut etanol  70  sebesar    0,532  ±  0,001.  Sehingga  dapat  di  katakan  bahwa
kadar  sari  larut  air  dari  ekstrak-ekstrak  yang  telah  dibuat  tidak  lebih  dari 0,533.  Menurut  standar  FHI  dikatakan  bahwa  sari  larut  air  tidak  boleh
melebihi 18,00. Parameter  standar  yang  kelima  adalah  sari  larut  etanol  dengan
mengukur  kadar  sari  larut  etanol  menggunakan  metode  seperti  yang  telah dijelaskan dalam prosedur pengukuran kadar sari larut etanol, dengan tiga kali
pengulangan  perhitungan  didapatkan  kadar  sari  larut  etanol  untuk  ekstrak secang  menggunakan  pelarut  etanol  30  sebesar  0,924  ±  0,002,  kadar
sari  larut  etanol  untuk  ekstrak  secang  menggunakan  pelarut  etanol  50 sebesar    1,092 ± 0,006, serta kadar sari larut etanol untuk ekstrak secang
menggunakan pelarut etanol 70 sebesar  1,223 ± 0,004. Sehingga dapat dikatakan bahwa kadar sari larut etanol dari ekstrak-ekstrak yang telah dibuat
tidak  lebih  dari  1,224.  Menurut  standar  FHI  dikatakan  bahwa  kadar  sari larut etanol tidak boleh melebihi 9,70.
Parameter  standar  yang  terakhir  adalah  sisa  pelarut  etanol  yang pengukurannya menggunakan instrumen kromatografi  gas  GC  DANI 1000
dengan  pengukuran  kadar  sisa  pelarut  etanol  menggunakan  metode  seperti yang  telah  dijelaskan  dalam  prosedur  pengukuran  kadar  sisa  pelarut  etanol
pada BAB II, dengan tiga kali pengulangan perhitungan didapatkan kadar sisa