PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTAL DAN STANDARDISASI EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN L).

(1)

PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTAL DAN STANDARDISASI EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN L)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Oleh : Zainab Muthi’ah

12307144035

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai, maka tegaklah. Dan hanya kepada Tuhanmu, hendaknya engkau

berharap.”

(QS. Al-Insyiraa (94): 5-8) “... Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik

pelindung.”


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Karya ini saya persembahkan untuk: Orang tuaku tercinta, Bapak Nacep & Ibu Titik Kakakku, M. Yusuf Abdul Karim Adikku, Ali Abdul Hakim Sahabat-sahabatku, Kawanan Wanita Bahagia


(7)

vii

PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTAL DAN STANDARDISASI EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN L)

Oleh : Zainab Muthiah NIM. 12307144035

Pembimbing: Dra., C. Budimarwanti, M.Si dan Idah Rosidah, M.Farm.Apt ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar fenolik total dalam ekstrak kental dan ekstrak kering, kandungan senyawa metabolit sekunder ekstrak kulit kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) berdasarkan uji fitokimia kualitatif, dan standardisasi ekstrak kental dan ekstrak kering kulit kayu secang.

Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi-perkolasi menggunakan pelarut etanol 30%, 50%, dan 70%, dilanjutkan dengan penapisan fitokimia kualitatif terhadap alkaloid, flavanoid, tanin, steroid, dan saponin. Hasil ekstraksi dibuat ekstrak kental dan ekstrak kering kemudian ditentukan kadar fenolik totalnya menggunakan metode Folin-Cioulciateu dengan standar ekivalen asam galat (EAG) dan standardisasi ekstrak terhadap parameter spesifik dan parameter non-spesifik.

Hasil penapisan fitokimia menunjukkan ekstrak kulit kayu secang mengandung senyawa metabolit sekunder flavanoid, tanin/polifenol, steroid, dan saponin. Hasil penentuan kadar fenolik total dari ekstrak kulit kayu secang menggunakan pelarut etanol 30%, 50%, dan 70% bertrut-turut adalah 396,29 ± 10,85 mg EAG/g Ekstrak, 409,46 ± 14,16 mg EAG/g Ekstrak, dan 608,23 ± 28,13 mg EAG/g Ekstrak. Kadar fenolik total pada ekstrak kering terbaik adalah ekstrak kering (laktosa) sebesar 513,70 ± 44,52 mg EAG/g Ekstrak. Ekstrak kental dan ekstrak kering kulit kayu tanaman secang yang dibuat memenuhi standar yang telah ditentukan dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia).

Kata kunci: secang (Caesalpinia Sappan L.), ekstraksi, kadar fenolik total, standardisasi, penapisan fitokimia


(8)

viii

DETERMINATION OF TOTAL PHENOLIC CONTENT AND STANDARDIZATION OF SECANG (CAESALPINIA SAPPAN L.)

WOOD EXTRACT By :

Zainab Muthiah

Number of Student: 12307144035

Supervisor: Dra., C. Budimarwanti, M.Si and Idah Rosidah, M.Farm.Apt ABSTRACT

The aim of this research were to determine total phenolic content in secang

(Caesalpinia sappan L) wood extract, to know it’s secondary metabolites content

based on qualitative phytochemical screening, and it’s standardization of the thick and dried extract.

The production process of secang wood extract was carried out by maceration-percolation extraction method using ethanol 30%,50%,and 70% solvent, and then the qualitative phytochemical screening. The determination total phenolic content of thick and dried extract using Folin-Cioulciateu Assay method with gallic acid equivalent (EAG) standard and extracts standardization against specific and non-specific parameters.

Based on screening phytochemical, secang wood extract contains flavonoids, tannin/polyphenol, steroids, and sapponins. The total phenolic content of the extracts respectively from ethanol 30%, 50%, and 70% solvent was 396.29 ± 10.85 mg GAE/g Extract, 409.46 ± 14.16 mg GAE/g Extract, dan 608.23 ± 28.13 mg GAE/g Extract. Total phenolic content of the best dried extract (lactose) was 513.70 ± 44.52 mg GAE/g Extract. These Results were in accordance with FHI (Farmakope Herbal Indonesia) standard.

Keywords: secang (Caesalpinia Sappan L ), extraction, total phenolic content, standardization, screening phytochemical


(9)

ix

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga laporan tugas akhir skripsi ini mampu penulis selesaikan. Sholawat serta salam semoga terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai hari kiamat.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam penulisan tugas akhir ini.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D selaku Ketua Program Studi dan Koordinator Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia, Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran pelayanan dan urusan akademik.

3. Ibu Dra. C. Budimarwanti, M.Si selaku ketua penguji dan dosen pembimbing utama yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran.

4. Dr. Amanatie, M.Pd., M.Si. selaku sekretaris penguji, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan.

5. Prof. Dr. Indyah Sulistyo Arty, M.S. selaku penguji utama dan Drs. Karim Theresih, SU selaku penguji pendamping, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan.

6. Ibu Dra. Eddy Sulistyowati, M. Apt., MS. selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan dorongan dalam penulisan tugas akhir ini.

7. Bapak Prasetyawan Yunianto, S.Si., MP. selaku kepala LTFM-BPPT Serpong, Ibu Idah Rosidah, M.Farm.Apt selaku dosen pembimbing di Laboratorium LTFM-BPPT Serpong, dan Bapak Ibu pelaksana di Laboratorium Teknologi Farmasi dan Medika BPPT yang tidak dapat


(10)

x

disebutkan satu per satu yang telah memberikan, bimbingan, pengarahan, dan saran.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, 10 Oktober 2016 Penulis


(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... Xi DAFTAR TABEL ... Xv DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 8

A. KAJIAN PUSTAKA ... 8

1. Secang (Caesalpinia sappan L) ... 8

2. Ekstraksi ... 14

a. Metode Ekstraksi ... 14

b. Jenis Ekstrak ... 19

3. Uji Fitokimia ( Penapisan Fitokimia) ... 23


(12)

xii

5. Spektroskopi UV-Visibel ... 30

a. Absorpsi cahaya ... 30

b. Hukum Dasar Spektroskopi Absorpsi ... 31

c. Instrumen Spektroskopi UV-Vis ... 33

6. Standardisasi Ekstrak ... 35

a. Parameter Non-Spesifik ... 36

b. Parameter Spesifik ... 37

B. Penelitian yang Relevan ... 38

C. Kerangka Berfikir Teoritis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 42

1. Subjek Penelitian ... 42

2. Objek Penelitian ... 42

B. Alat dan Bahan ... 42

1. Alat utama penelitian ... 42

2. Bahan utama penelitian ... 43

C. Prosedur Penelitian ... 44

1. Penyiapan Simplisia ... 44

2. Ekstraksi ... 44

3. Uji Fitokimia Pada ekstrak cair ... 46

a. Alkaloid ... 46

b. Uji Flavonoid ... 47

c. Uji Tanin ... 48

d. Uji Saponin ... 48

e. Uji Steroid ... 49

4. Standardisasi Ekstrak Kental Kayu Secang ... 49

a. Susut Pengeringan ... 49

b. Kadar Abu Total ... 50

c. Kadar Abu yang Larut Dalam Asam ... 51

d. Sisa Pelarut ... 51


(13)

xiii

5. Analisa Kandungan Total Fenolik ... 54

a. Mencari λ maksimal ... 54

b. Membuat Kurva Standar Asam Galat ... 54

c. Mengukur Absorbansi Sampel ... 54

6. Standardisasi Ekstrak Kering ... 55

a. Organoleptik ... 55

b. Kadar Air ... 55

c. Laju Alir ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 56

A. Hasil ... 56

1. Pembuatan Ekstrak Secang ... 56

2. Penapisan Fitokimia Kualitatif ... 57

3. Standardisasi Ekstrak Kental ... 60

4. Kandungan Fenolik Total Ekstrak Kental... 60

5. Standardisasi Ekstrak Kering ... 61

a. Organoleptik ... 61

b. Kadar Air ... 62

c. Sifat Alir ... 62

6. Kandungan Fenolik Total Ekstrak Kering ... 63

B. Pembahasan ... 63

1. Pembuatan Ekstrak Secang ... 63

2. Penapisan Fitokimia Kualitatif ... 64

a. Alkaloid ... 65

b. Tanin & Polifenol ... 67

c. Saponin ... 68

d. Flavanoid ... 68

e. Steroid ... 69

f. Pembandingan Sampel Ekstrak Secang Dengan Standar Asam Galat Menggunakan KLT ... 70

3. Standardisasi Ekstrak Kental ... 71


(14)

xiv

a. Mencari λ Maksimal untuk pengukuran dengan cara scaning dari

panjang Membuat Kurva Standar... 74

b. Membuat Kurva Standar ... 75

c. Mengukur Absorbansi Sampel ... 76

5. Standardisasi Ekstrak Kering ... 78

6. Kandungan Fenolik Total Ekstrak Kering ... 81

a. Membuat Kurva Standar ... 81

b. Mengukur Absorbansi Sampel ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87


(15)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Spektrum Tampak dan Warna-warna Komplementer ... 30

Tabel 2. Parameter Standar Ektrak Tanaman Obat ... 35

Tabel 3. Hasil Ekstrak Cair dan Ekstrak kental ... 56

Tabel 4. Hasil Skrining Fitokimia ekstrak etanol 30%, 50%, 70% kayu secang.. 58

Tabel 5. Hasil perhitungan Rf KLT... 59

Tabel 6. Standardisasi ekstrak kental ... 60

Tabel 7. Kadar Total Fenolik Ekstrak Kental ... 60

Tabel 8. Hasil Pengamatan Organoleptik ... 61

Tabel 9. Hasil Perhitungan Kadar Air ... 61

Tabel 10. Hasil Perhitungan Sifat Alir ... 62

Tabel 11. Kandungan Total Fenolik Ekstrak Kering 70% ... 63

Tabel 12. Absorbansi Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kental ... 75

Tabel 13. Absorbansi Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kering ... 82

Tabel 14. Perhitungan Parameter Susut Pengeringan ... 92

Tabel 15. Perhitungan Parameter Kadar Abu Total ... 93

Tabel 16. Perhitungan Parameter Kadar Abu Tak Larut Asam ... 94

Tabel 17. Perhitungan Parameter Sari Larut Air ... 95

Tabel 18. Perhitungan Parameter Sari Larut Etanol ... 96

Tabel 19. Data Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 1 ( etanol 1% n-propanol 0,5% ) ... 97

Tabel 20. Data Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 2 ( etanol 1% n-propanol 0,5% ) ... 98 Tabel 21. Data Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 3 ( etanol 1%


(16)

n-xvi

propanol 0,5% ) ... 99 Tabel 22. Data Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 4 ( etanol 1%

n-propanol 0,5% ) ... 100 Tabel 23. Data Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 1 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 101 Tabel 24. Data Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 2 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 102 Tabel 25. Data Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 3 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 103 Tabel 26. Data Kromatogram GC 1µl Standar C ulangan 1 ( etanol 0,5%

n-propanol 0,5% ) ... 104 Tabel 27. Data Kromatogram GC 1µl Standar C ulangan 2 ( etanol 0,5%

n-propanol 0,5% ) ... 105 Tabel 28. Data Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 1 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 106 Tabel 29. Data Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 2 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 107 Tabel 30. Data Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 3 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 108 Tabel 31. Data Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 4 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 109 Tabel 32. Data Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 1 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 110 Tabel 33. Data Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 2 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 111 Tabel 34. Data Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 3 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 112 Tabel 35. Data Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 4 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 113 Tabel 36. Data Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 5 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 114 Tabel 37. Data Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 1 ( etanol 0,05%

n-propanol 0,5% ) ... 115 Tabel 38. Data Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 2 ( etanol 0,05%

n-propanol 0,5% ) ... 116 Tabel 39. Data Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 3 ( etanol 0,05%

n-propanol 0,5% ) ... 117 Tabel 40. Rasio Perbandingan luas area etanol dengan n-propanol standar ... 118 Tabel 41. Tabel Konsentrasi dan Rasio Perbandingan ... 119


(17)

xvii

Tabel 42. Perhitungan Persamaan Regresi ... 120 Tabel 43. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 1 ... 121 Tabel 44. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 2 ... 122 Tabel 45. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 3 ... 123 Tabel 46. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 1 ... 124 Tabel 47. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 2 ... 125 Tabel 48. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 3 ... 126 Tabel 49. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 1 ... 127 Tabel 50. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 2 ... 128 Tabel 51. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 3 ... 129 Tabel 52. Data Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 4.... 130 Tabel 53. Kadar Sisa Pelarut Etanol ekstrak Kental Secang ... 131 Tabel 54. Absorbansi Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kental ... 132 Tabel 55. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Linier Asam Galat untuk

Ekstrak Kental ... 134

Tabel 56. Perhitungan Kadar Fenolik Total Ekstrak Kental Secang ... 135 Tabel 57. Perhitungan Kadar Air ... 137 Tabel 58. Perhitungan Sifat alir/ Sudut diam ... 138 Tabel 59. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Linier Asam Galat untuk

Ekstrak Kering ... 140 Tabel 60. Perhitungan Kadar Fenolik Total Ekstrak Kental Secang ... 141


(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Asam Galat ... 10

Gambar 2. Struktur Kimia Tanin ... 12

Gambar 3. Struktur Asam Urat ... 13

Gambar 4. Persamaan perubahan warna folin (kuning) menjadi kompleks molybdenum (biru) ... 28

Gambar 5. Mekanisme metode folin-ciocalteu ... 29

Gambar 6. Landasan Hukum Lambert-Beer ... 31

Gambar 7. Skema Spektroskopi UV-Vis Single Beam ... 33

Gambar 8. Skema Spektroskopi UV-Vis Double-Beam ... 34

Gambar 9. Skema alat perkolator ... 45

Gambar 10. Ekstrak cair secang hasil ekstraksi maserasi-perkolasi ... 56

Gambar 11. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Secang Berbagai variasi (a) Sinar Visibel, (b) UV 366 ... 59

Gambar 12. Reaksi uji Mayer ... 66

Gambar 13. Reaksi Uji Wagner ... 66

Gambar 14. Persamaan reaksi salah satu gugus hidroksil pada senyawa tanin berekasi dengan reagen FeCl3 menghasilkan kompleks warna dan endapan ... 67

Gambar 15. Reaksi hidrolisis saponin dalam air ... 68

Gambar 16. Persamaan reaksi pembentukan garam flavilium ... 69

Gambar 17. Persamaan reaksi terpenoid/steroid dengan H2SO4 yang menyebabkan perubahan warna ... 70

Gambar 18. Kurva Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kental ... 75

Gambar 19. Grafik Perbandingan Kadar Fenolik Total Sampel ... 77

Gambar 20. Kurva Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kering ... 82

Gambar 21. Desain penelitian ... 91

Gambar 22. Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 1 ( etanol 1% n-propanol 0,5% ) ... 96


(19)

xix

Gambar 22. Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 2 ( etanol 1% n-propanol 0,5% ) ... 97 Gambar 23. Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 3 ( etanol 1% n-propanol

0,5% ) ... 98 Gambar 24. Kromatogram GC 1µl Standar A ulangan 4 ( etanol 1% n-propanol

0,5% ) ... 99 Gambar 25. Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 1 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 100 Gambar 26. Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 2 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 101 Gambar 27. Kromatogram GC 1µl Standar B ulangan 3 ( etanol 0,75%

n-propanol 0,5% ) ... 102 Gambar 28. Kromatogram GC 1µl Standar C ulangan 1 ( etanol 0,5%

n-propanol 0,5% ) ... 103 Gambar 29. Kromatogram GC 1µl Standar C ulangan 2 ( etanol 0,5%

n-propanol 0,5% ) ... 104 Gambar 30. Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 1 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 105 Gambar 31. Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 2 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 106 Gambar 32. Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 3 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 107 Gambar 33. Kromatogram GC 1µl Standar D ulangan 4 ( etanol 0,25%

n-propanol 0,5% ) ... 108 Gambar 34. Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 1 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 109 Gambar 35. Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 2 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 110 Gambar 36. Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 3 ( etanol 0,1%

n-propanol 0,5% ) ... 111 Gambar 37. Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 4 ( etanol 0,1% n-


(20)

xx

propanol 0,5% ) ... 112

Gambar 38. Kromatogram GC 1µl Standar E ulangan 5 ( etanol 0,1% n-propanol 0,5% ) ... 113

Gambar 39. Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 1 ( etanol 0,05% n-propanol 0,5% ) ... 114

Gambar 40. Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 2 ( etanol 0,05% n-propanol 0,5% ) ... 115

Gambar 41. Kromatogram GC 1µl Standar F ulangan 3 ( etanol 0,05% n-propanol 0,5% ) ... 116

Gambar 42. Kurva Standar Sisa Pelarut Etanol ... 117

Gambar 43. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 1... 121

Gambar 44. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 2 ... 122

Gambar 45. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 30% ulangan 3... 123

Gambar 46. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 1... 124

Gambar 47. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 2... 125

Gambar 48. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 50% ulangan 3... 126

Gambar 49. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 1... 127

Gambar 50. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 2... 128

Gambar 51. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 3... 129

Gambar 52. Kromatogram GC 1µl Ekstrak Secang Etanol 70% ulangan 4 ... 130


(21)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Desain Penelitian ... 91

Lampiran 2. Perhitungan Standardisasi Ekstrak Kental (Susut Pengeringan) ... 92

Lampiran 3. Perhitungan Standardisasi Ekstrak Kental (Kadar Abu Total)... 93

Lampiran 4. Perhitungan Standardisasi Ekstrak Kental (Kadar Abu Tidak Larut Asam) ... 94 Lampiran 5. Perhitungan Standardisasi Ekstrak Kental (Sari Larut Air) ... 95

Lampiran 6. Perhitungan Standardisasi Ekstrak Kental (Sari Larut Etanol)... 96

Lampiran 7. Data Kromatogram Standar Etanol dalam penentuan Sisa Pelarut Etanol (Standardisasi Ekstrak Kental) ... 97 Lampiran 8. Perhitungan Kurva Standar Etanol dalam penentuan Sisa Pelarut Etanol (Standardisasi Ekstrak Kental)... 117 Lampiran 9. Data Kromatogram Pengukuran Sampel dalam penentuan Sisa Pelarut Etanol (Standardisasi Ekstrak Kental) ... 121 Lampiran 10. Perhitungan Sisa Pelarut Etanol dalam sampel (Standardisasi Ekstrak Kental) ... 131 Lampiran 11. Kandungan Fenolik Total dalam Ekstrak Kental ... 132

Lampiran 12. Standardisasi Ekstrak Kering Organoleptik ... 136

Lampiran 13. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Kering ... 137

Lampiran 14. Perhitungan Sifat Alir Ekstrak Kering ... 138


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Hasil alam yakni yang berasal dari tanaman maupun hewan sudah sejak lama dimanfaatkan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Salah satu penggunaan hasil alam yang paling sering digunakan adalah sebagai obat. Penggunaan tanaman sebagai obat sudah tercatat sejak 5000 tahun yang lalu, selain itu pengobatan herbal juga sudah dikenal di China selama lebih dari 2000 tahun, dalam litelatur kuno China tercatat lebih dari 100.000 resep pengobatan herbal tradisional China yang menggunakan tanaman sebagai bahan utamanya (Tri Joko Raharjo,2013,1-3). Hasil alam juga memegang peranan penting dalam pencarian obat-obatan modern, seperti sitesis aspirin, taxol, efedrin, dan kuinin serta masih banyak lagi, dimana merupakan senyawa alam yang memiliki kegunaan farmakologis tertentu.

Pengembangan obat baru dari hasil alam memerlukan waktu yang lama, serta sangat dimungkinkan dari sekian ribu senyawa yang ditemukan hanya beberapa yang sampai digunakan menjadi obat, tahap-tahap dalam pengembangan senyawa hasil alam menjadi obat dengan cara sebagai berikut : pencarian senyawa aktif secara farmakologis yang struktur senyawanya dijadikan dasar untuk pengembangan obat, uji praklinik (uji farmakologi terhadap hewan), uji klinis (tes efek obat terhadap manusia), pendaftaran obat, dan terakhir persetujuan dari FDA

(Food and Drug Administration). Tahap-tahap seperti diatas memerlukan waktu yang relatif lama, memakan waktu sekitar 10-15 tahun (Tri Joko Raharjo, 2013,


(23)

7-2

9). Proses pengembangan obat tidak selalu berjalan mulus, suatu tanaman maupun ekstrak tanaman yang sudah digunakan dalam pengobatan dalam waktu yang lama dan terbukti efektif, setelah diisolasi senyawa-senyawanya belum tentu menghasilkan senyawa yang aktif, serta tidak selalu senyawa aktif diperoleh dari tanaman obat atau ekstrak aktif. Penjelasan yang masuk akal yang mungkin dari fenomena tersebut adalah kemungkinan bahwa aktivitas yang terbaca dalam ekstrak tanaman dimungkinkan merupakan hasil sinergi dari berbagai senyawa, yang mana senyawa – senyawa tersebut apabila dipisahkan tidak mempunyai aktifias seperti yang diharapkan (Tri Joko Raharjo, 2003,9).

Asam urat adalah produk dari metabolisme purin yang mengendap di persendian dan membentuk kristal kecil sehingga menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan kaku, juga pembesaran dan penonjolan sendi yang bengkak. Pada kondisi tertentu dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melebihi batas normal yang disebut hiperurisemia (Walker dan Edward, 2003). Hiperurisemia dapat disebabkan oleh tingkat produksi asam urat yang berlebih, ekskresi asam urat melalui ginjal yang berkurang atau kombinasi keduanya. Hiperurisemia yang lanjut dapat berkembang menjadi gout. Gout merupakan jenis penyakit metabolik yang keberadaannya cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia khususnya orang berusia pertengahan hingga yang berusia lanjut (Price dan Wilson, 2005). Obat sintetik yang biasa digunakan untuk mengatasi asam urat adalah allopurinol. Allopurinol merupakan suatu analog asam urat, bekerja menghambat pembentukan asam urat dari prekursornya (xantin dan hipoxantin) dengan menghambat aktivitas enzim xantin oksidase (Price dan Wilson, 2005).


(24)

3

Akan tetapi allopurinol memiliki beberapa efek samping yaitu kemerahan pada kulit, leukopenia, kadang–kadang terjadi toksisitas pada gastrointestinal dan meningkatkan serangan akut gout pada awal terapi (Dipiro dkk., 2005). Oleh karena itu, sekarang masyarakat banyak yang menggunakan tanaman obat sebagai obat tradisional dalam mengatasi penyakit hiperurisemia karena memiliki efek samping yang relatif aman, mudah didapatkan, dan harganya relatif murah dibandingkan dengan obat sintesis.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan secang mampu menghambat aktivitas enzim xantin oksidase sampai 56,47%, yang memiliki 2/3 dari aktivitas penghambat enzim xantin oksidase dari obat sintesis allopurinol yakni sebesar 87,47% (Pertamawati dan Mutia, 2015, 12-15). Menurut literatur penghambatan kerja enzim xantin oksidase disebabkan olehkandungan gugus fenolik yang tinggi dalam tanaman secang. Selain dapat mengahambat kerja xantin oksidase gugus fenolik juga dapat dijadikan antioksidan, yakni sumber antioksidan alami.

Polifenol biasanya disebut sebagai kelompok senyawa alami yang mengandung beberapa fungsi fenolik (Tuchmantel dkk, 1999). Polifenol alami memiliki banyak aktivitas biologi, khususnya sebagai antioksidan. Flight dan Clifton (2006) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi senyawa polifenol dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Asam galat (GA) adalah senyawa fenolik antioksidan alami yang secara luas digunakan dalam makanan, obat-obatan, dan kosmetik. Sedangkan asam klorogenat (CGA) adalah komponen antioksidan yang diproduksi oleh tanaman sebagai respons terhadap kondisi


(25)

4

lingkungan seperti infeksi oleh mikroba patogen, mekanik, dan sinar UV atau tingkat cahaya tampak yang berlebihan (Farah dan Donangelo, 2006).

Kulit kayu secang (Caesalpinia sappan L.) secara empiris dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengobatan penyakit asam urat. Berbagai macam zat yang terkandung dalam kulit kayu secang antara lain brazilin, alkaloid, flvonoid, saponin, tanin, fenilpropana dan terpenoid. Selain itu juga mengandung asam galat, delta-aphellandrene, oscimene, resin dan resorin (Xu dkk, 1994. )

Penelitian mengenai efek secang sebagai agen antihiperurisemia, anti bakteri, obat kanker dan masih banyak lagi telah banyak dikembangkan, sedangkan penelitian mengenai standardisasi ekstrak secang terhadap berbagai konsentrasi pelarut belum banyak dilakukan, maka dilakukan penelitian terhadap standardisasi ekstrak herbal secang terstandar dengan berbagai pelarut, sehingga diperoleh ekstrak herbal secang terstandar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dapat diidentifikasi beberapa masalah seperti berikut:

1. Tanaman yang akan dibuat ekstrak

2. Jenis metode yang digunakan untuk ekstraksi 3. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraki

4. Metode identifikasi yang digunakan untuk mengetahui kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak

5. Senyawa penanda (senyawa marker) yang akan dianalisa


(26)

5

7. Aspek Standardisasi obat herbal (berasal dari bahan alami) yang digunakan untuk ekstrak kering maupun kental

C. Pembatasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian “Penentuan Kadar Fenolik Total Dan Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L)“ ini adalah:

1. Tanaman yang akan dibuat ekstrak adalah kulit kayu tanaman secang (Caesalpina Sappan L).

2. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode ekstraksi maserasi-perkolasi. 3. Pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi adalah etanol 30%, 50%, dan

70%.

4. Metode yang digunakan untuk identifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kulit kyu secang aadalah penapisan fitokimia secara kualitatif.

5. Senyawa penanda (senyawa marker) yang akan dianalisa adalah senyawa fenolik total.

6. Penentuan kadar fenolik total dilakukan dengan instrumen spektroskopi UV-Visible.

7. Standardisasi ekstrak kental yang dilakukan adalah susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, sisa pelarut, kelengketan, Senyawa terlarut dalam air, serta senyawa terlarut dalam etanol. Serta standardisasi ekstrak kering yang dilakukan adalah organoleptik, kadar air, dan sifat alir.


(27)

6 D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian “Penentuan Kadar Fenolik Total Dan Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L)“ yaitu:

1. Berapa kadar fenolik total dalam ekstrak kental dan ekstrak kering kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) yang dibuat?

2. Apa saja kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) berdasarkan uji fitokimia kualitatif? 3. Apakah ekstrak kayu kulit secang yang telah dibuat memenuhi standar yang

telah ditetapkan dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia? E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian “Penentuan Kadar Fenolik Total Dan Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L)“ yaitu:

1. Mengetahui kadar fenolik total yang terdapat dalam ekstrak kental dan ekstrak kering kulit kayu secang (Caesalpinia Sappan L.).

2. Mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) berdasarkan uji fitokimia kualitatif.

3. Mengetahui apakah ekstrak yang telah dibuat telah memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia.


(28)

7 F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian “Penentuan Kadar Fenolik Total Dan Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L)“ yaitu:

1. Memberikan pengetahuan tentang kadar fenolik total yang terdapat dalam ekstrak kental dan ekstrak kering kayu secang (Caesalpinia Sappan L.).

2. Memberikan pengetahuan tentang kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak kayu secang (Caesalpinia Sappan L.).

3. Memberikan pengetahuan tentang apakah ekstrak yang telah dibuat telah memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam FHI (Farmakope Herbal Indonesia.


(29)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN PUSTAKA

1. Secang (Caesalpinia sappan L) a. Deskripsi

Secang atau sepang (Caesalpinia sappan L.) adalah pohon anggota suku polong-polongan (Fabaceae) yang dimanfaatkan kulit kayu dan kayunya sebagai komoditi perdagangan rempah-rempah. Secang merupakan semak atau pohon kecil dengan tinggi sampai 10 meter. Ranting-ranting secang berlentisel dan berduri dengan bentuk duri bengkok dan tersebar. Secang memiliki daun majemuk dengan panjang 25 sampai 30 cm, bersirip, setiap sirip mempunyai 10 sampai 20 pasang anak daun yang berhadapan. Anak daun tersebut tidak bertangkai, berbentuk lonjong, pangkal hampir rompang ujung bundar dan sisinya agak sejajar (BPOM RI , 2004: 15).

Tumbuhan ini berasal dari Asia Tenggara maritim (Nusantara) dan mudah ditemukan di Indonesia. Kulit kayunya dimanfaatkan orang sebagai bahan pengobatan, pewarna, dan minuman penyegar. Hingga abad ke-17 kulit kayunya menjadi bagian perdagangan rempah-rempah dari Nusantara ke berbagai tempat di dunia. Ia dikenal dengan berbagai nama, seperti seupeng (Aceh), sepang (Gayo), sopang (Toba), cacang (Minangkabau), secang (Sunda), secang (Jawa), secang (Madura), sepang (Sasak), supa (Bima), sepel (Timor), hape (Sawu), hong (Alor), sepe (Roti), kayu sema (Manado), dolo (Bare), sapang (Makasar), sepang (Bugis), sefen (Halmahera selatan), sawala,


(30)

9

hiniaga, sinyiang, singiang (Halmahera Utara), sunyiang (Ternate), roro (Tidore), sappanwood (Inggris), dan suou (Jepang). Kerabat dekatnya yang berasal dari Amerika Selatan, kayu brazil atau brezel (C. echinata), juga dimanfaatkan untuk hal yang sama (BPOM RI, 2008: 18).

b. Klasifikasi Tanaman Secang

Kerajaan :Plantae (Tumbuhan)

Divisi :Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas :Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)

Ordo :Fabales

Famili :Fabaceae(Polong-polongan)

Genus :Caesalpinia

Spesies :C. Sappan L

Nama binomial :Caesalpinia sappan L.(Depkes, 2008:19)

c. Kandungan kimia

Secang kaya kandungan kimia, kayunya mengandung asam galat, brasilin, brasilein, delta-alpa-phellandrene, oscimene, resin,resorsin, minyak atsiri, dan tanin. Sementara daunnya mengandung 0,16-0,20% minyak atsiri yang beraroma enak dan tidak berwarna. Secara keseluruhan tanaman ini bersifat sepat serta tidak berbau. Adapun yang memegang peran penting dalam aktivitas antioksidan dan obat anti-hiperurisemiaadalah senyawa-senyawa fenolik yang terkndung dalam tanaman secang yakni asam galat dan


(31)

10

taninyang kebanyakan terdapat dalam batang pohonnya, berikut penjelasan mengenai kedua senyawa tersebut.

1) Asam Galat (Asam 3,4,5-trihidroksibenzoat)

Asam galat adalah senyawa golongan asam fenolik C6-C1 atau hidroksibenzoat, yaitu asam 3,4,5-trihidroksibenzoat. Asal kata galat adalah kata galle dalam bahasa Prancis yang berarti pembengkakan pada jaringan tanaman setelah terserang serangga parasit. Senyawa ini dapat ditemukan pada daun ek dan anggur dan memiliki aktivitas sebagai antioksidan (penangkal radikal bebas). Asam galat adalah subunit dari galotanin, yaitu polimer heterogen yang mengandung beberapa asam galat yang saling terikat dengan glukosa (monosakarida). galotanin dapat menghambat pertumbuhan tanaman karena dapat merombak enzim sitoplasma dengan cara mendenaturasi protein (dimana enzim terdiri dari protein). Struktur senyawa asam galat tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Asam Galat / Asam 3,4,5-trihidroksibenzoat (Mujica.,dkk, 2009, 652)

2) Asam Tanat (Tanin)

Tanin memiliki nama IUPAC1,2,3,4,6-pentagalat-β-D-glukopiranosa termasuk kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada


(32)

11

tanaman. Tanin merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000 (Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dkk., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekulnya. Apabila dilihat dengan mikroskop, tanin tampak sebagai butir berwarna kuning, merah, atau cokelat.

Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dalam jaringan batang yakni di daerah pertumbuhan pohon, seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.

Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena kemampuannya menyambung silang protein.

Secara fisika, tanin memiliki sifat-sifat: jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat, jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan, tidak dapat mengkristal, dan dapat mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.


(33)

12

Secara kimiawi, taninmemiliki sifat-sifat diantaranya: merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal, tanin dapat diidentifikasi dengan kromotografi, dan senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astrigensia (zat yang dapat meringkas pori), antiseptik dan pemberi warna

Gambar 2. Struktur Kimia Tanin (1,2,3,4,6-pentagalat-β-D-glukopiranosa) (Mujica.,dkk, 2009, 652)

d. Efek farmakologis

Tanaman secang dapat dapat diajadikan obat beberapa penyakit, antara lain diare, disentri, batuk darah (TBC), luka dalam, sifilis, darah kotor, muntah darah, buang air besar berdarah, luka berdarah, memar berdarah,


(34)

13

malaria, tetanus, tumor, asam urat, kanker, anti bakteri dan radang selaput lendir mata (Kusmiati, 2014).

Kandungan yang terdapat dalam batang pohon secang dapat bekerja sebagai penghenti pendarahan, pembersih darah, penawar racun, dan obat antiseptik . Karena tanaman ini mengandung senyawa anti bakteri dan bersifat anti koagulasi atau anti penggumpalan, maka secang dapat digumakan sebagai obat diare, batuk dan dapat menyembuhkan luka. Menurut penelitian lain secang juga memiliki aktivitas anti mikroba (Candra dan Saravakumar,2013,172-174)

Pertamawati dan Mutia(2015) menyatakan bahwasecang mampu menghambat aktivitas enzim xantin oksidase sampai 56,47%, 2/3 dari aktivitas penghambat enzim xantin oksidase dari allopurinol (87,47%). Enzim xantin oksidase dalam tubuh merupakan enzim yang bekerja dalam pembentuk asam purin yang apabila menumpuk akan menjadi penyakit asam urat (hiperurisemia). Berikut ini penjelasan mengenai penyakit asam urat.

Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme purin. Dalam keadaan normal, 90% dari hasil metabolit nukleotida yakni adenin, guanin, dan hipoxantin akan digunakan kembali sehingga terbentuk menjadi adenosine monophosphate (AMP), inosine monophosphate (IMP), dan guanosine monophosphate (GMP) dengan bantuan enzim adenine phosphoribosyl transferase (APRT) dan hipokxantine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT). Selanjutnya 10% sisa metabolit nukleotida akan diubah


(35)

14

menjadi xantin yang selanjutnya diubah menjadi asam urat, struktur asam urat seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Asam Urat 2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah metode pemisahan bahan dari suatu zat padat maupun cair berdasarkan kelarutan bahan yang akan dipisahkan. Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dari proses ekstraksi simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,kemudian pelarut diuapkan menggunakan alat evaporator.

a. Metode Ekstraksi

Berdasarkan suhuekstraksi, metode ekstraksi dibagi menjadi dua, yakni metode dingin dan metode panas.

1) Metode Dingin

Merupakan metode ekstraksi tanpa penaikan atau penambahan temperatur awal (ekstraksi dilakukan pada temperatur ruang), berikut ini merupakan ekstraksi yang termasuk metode dingin:

a) Maserasi

Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan perendaman simplisia menggunakan pelarut.Setelah beberapa kali pengadukan pada


(36)

15

suhu ruang kemudian simplisia direndam beberapa lama, biasanya selama 24 jam. Remaserasi dilakukann dengan menambahkan pelarut pada residu setelah dilakukan penyaringan ekstrak hasil maserasi yang pertama dan seterusnya.

b) Perkolasi

Perkolasi merupakan cara ekstraksi sederhana seperti halnya maserasi. Pada perkolasi, pelarut yang digunakan selalu baru,karena pelarut dialirkan melalui serbuk simplisia dan kemudian ditampung kedalam sebuah wadah yang ada selang menuju pompa, sehingga pelarut dipompa kembali ke tabung perkolasi.

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut: serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak kebawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya geseran.

Secara umum proses perkolasi ini dilakukan pada suhu kamar. Sedangkan parameter berhentinya penambahan pelarut adalah perkolat sudah tidak mengandung senyawa aktif lagi. Pengamatan secara fisik


(37)

16

pada ekstraksi bahan alam terlihat pada tetesan perkolat yang sudah tidak berwarna.

Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena: (1) Sirkulasi pelarut menyebabkan adanya pergantian larutan yang

terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi larutan.

(2) Ruangan diantara serbuk-serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari.karena kecilnya saluran kapiler tersebut,maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan batas,sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi larutan. c) Maserasi-perkolasi

Maserasi-perkolasi merupakan penggabungan metode maserasi dan perkolasi, dimana proses maserasi adalah perendaman, sedangkan proses perkolasi adalah proses sirkulasi pelarut, metode maserasi-perkolasi ini juga tidak menggunakan pemanasan, pada metode ini lamanya perendaman serbuk simplisia adalah 30 menit serta lamanya sirkulasi pelarut sekitar 90 menit.

2) Metode Panas

Merupakan metode ekstraksi dengan penaikan atau penambahan temperatur (ekstraksi dilakukan dengan pemanasan), berikut ini merupakan ekstraksi yang termasuk metode panas:


(38)

17 a) Refluks

Refluks merupakan ekstraksi menggunakan pelarut pada suhu titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarutnya terbatas yang relatif konstan, menggunakan labu refluks leher tiga dengan rangkaian pendingin balik untuk mencegah pelarut menguap ke luar sistem refluks. b) Soxhlet

Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang disirkulasi, pada umumnya dilakukan menggunakan alat khusus soxhlet sehingga terjadi ekstraksi secara terus menerus. Proses ekstraksi ini dilakukan pada suhu titik didih pelarut dengan pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Perbedaan soxhletasi dengan metode maserasi dan perkolasi adalah pada soxhletasi dilakukan pada suhu tertentu (suhu titik didih pelarut) sedangkan pada maserasi dilakukan pada suhu ruangan.

c) Digesti

Digesti adalah metode ekstraksi dengan cara maserasi kinetik (pengadukan kontinyu) menggunakan pemanasan lemah, yaitu pada suhu 40° – 50°C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:

(1) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan berkurangnya lapisan-lapisan batas.


(39)

18

(2) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan pengadukan.

(3) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu dan berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan meningkat bila suhu dinaikkan.

Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan, maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan menguap kembali ke dalam bejana.

d) Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur pemanasan air (bejana infus tercelup dalam air penangas yang mendidih), temperatur terukur (96-98 °C) selama waktu tertentu antara 15 hingga 20 menit.

b. Jenis Ekstrak 1) Ekstrak Cair

Ekstrak cair merupakan hasil dari suatu ekstarksi yang belum diberikan perlakuan apapun sehingga ekstrak yang didapat masih mengandung banyak pelarut.


(40)

19 2) Ekstrak Kental

Ekstrak kental merupakan ekstrak kering yang telah melalui tahapan evaporasi (penguapan pelarut) sehingga ekstrak berbentuk pasta dengan sisa sedikit pelarut.

3) Ekstrak Kering

Ekstrak kering merupakan hasil olahan dari ekstrak kental yang telah melalui tahapan penambahan filler dan pengeringan di dalam oven vakum, penambahan filler juga dilakukan untuk mendapatkan tekstur ekstrak kering yang baik, berikut ini penjelasan mengenai filler.

a) Pengertian Filler

Bahan pengisi juga disebut bahan pengencer / Filler / Diluents.

Penambahan filler bertujuan untuk menyesuaikan bobot dan ukuran tablet sesuai yang dipersyaratkan, untuk membantu kemudahan dalam pembuatan, dan meningkatkan mutu sediaan tablet.

Disamping sifat filler yang harus netral, secara kimia dan fisiologis harus dapat dicerna oleh tubuh. Walaupun filler biasanya dianggap netral, namun zat ini secara signifikan mempengaruhi sifat biofarmasetik, kimia dan fisik tablet.Filler yang digunakan pada pembuatan tablet umumnya jenis pati dan laktosa. Berbagaifiller

merupakan hidrat (dibasik kalsium fosfat atau kalsium sulfat). Pada pemilihan filler akan dijumpai filler yang mengandung 2 jenis lembab yaitu terikat dan tidak terikat. Cara filler mengikat lembab lebih penting


(41)

20

dibandingkan daya tarik zat pada lembab atau jumlah lembab yang ada.Berdasarkan kelarutan filler dalam air dibagi menjadi 2 macam yaitu: (1) Filler yang larut air: laktosa sukrosa, glukosa, manitol, sorbitol (2) Filler tidak larut air: dikalsium fosfat, kalsium fosfat, amilum

termodifikasi, mikrokristalin selulosa.

Kriteria yang harus dimiliki oleh filler antara lain, sebagai berikut: harus non toksik, tidak kontraindikasi antar bahan, stabil secara fisik dan kimia, Bebas mikroba, netral secara fisiologis, tidak mengganggu metabolisme obat

Jenis filler untuk tablet kempa sangat banyak, tetapi yang paling sering adalah laktosa. Banyak jenis laktosa dan semua laktosa tersebut tidak sama baiknya secara kimia, fisikokimia atau fungsional. Oleh karena itu dalam memilih filler beberapa faktor harus dipertimbangkan. b) Jenis-Jenis Filler

Berikut ini beberapa jenisfiller yang sering digunakan dalam pembuatan ekstrak kering:

(1) Laktosa

Merupakan filler yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan tablet. Bentuk hidrat biasanya digunakan dalam sistem granulasi basah dan granulasi kering. Formula laktosa biasanya menunjukkan kecepatan pelepasan zat aktif dengan baik, mudah dikeringkan dan tidak peka terhadap variasi moderat dalam kekerasan tablet pada pengempaan.Laktosa dapat memadatkan massa granul dalam granulasi


(42)

21

basah atau metode kempa langsung. Laktosa merupakan filler yang baik sekali, digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi rendah karena mudah campur homogen. Selain itu harga laktosa lebih murah daripadafiller lainnya.

(2) Pati (Amilum)

Tablet yang menggunakan pati dalam konsentrasi tinggi sering lunak dan sulit dikeringkan. Secara komersial pati dapat mengandung lembab yang beragam antara 11-14%. Pati pada umumnya digunakan sebagai filler dan pengikat dalam tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah dan kering. Satu-satunya pati modifikasi yang telah diterima sebagai filler dalam kempa langsung adalah Starch 1500

(3) Starch 1500 / Corn Starch

Starch 1500 secara fisik dibuat dari pati jagung. Apabila dikempa sendirian, zat ini mudah melubrikasi dan hancur. Sehingga pada

starch 1500 harus dikombinasikan dengan 5-10% komponen yang tidak bersifat lubrikan. Starch 1500 memiliki kemampuan mengalir yang lebih baik daripada pati biasa dan memenuhi spesifikasi untuk pati pragelatinasi. Starch 1500 memiliki kandungan lembab yang cukup tinggi yaitu 12-13% ( Siregar, C.J.P dan Wikarsa, S : 2010).

(4) Mikrokristalin Selulosa / Avicel PH 102

Dalam perdagangan, bahan ini sering dihubungkan sebagai Avicel PH 101 (serbuk) dan Avicel PH 102 (granula) yang digunakan luas dalam pembuatan tablet kempa langsung dan menunjukkan


(43)

22

kekerasan dan friabilitas yang baik. Avicel PH 103 juga baik digunakan untuk tablet kempa langsung.

Avicel filler yang relatif mahal dibandingkan dengan laktosa atau amilum. Avicel memiliki fungsi kemampuan yang baik sebagai pengikat maupun desintegran dalam beberapa formula tablet sehingga sangat berguna dalam tablet yang memerlukan peningkatan kekuatan kohesif, tetapi tidak boleh memperpanjang waktu hancur yang dipersyaratkan. Menghasilkan tablet yang keras dengan tekanan kecil) kompresibilitas baik) dan friabilitas tablet rendah, waktu stabilitas panjang. (Lachman, L., dkk : 1994).

(5) Maltodekstrin

Maltodekstrin adalah suatu polisakarida yang digunakan sebagai bahan tambahan pangan. Senyawa ini dibuat dari amilum dengan cara hidrolisis parsial, dan biasanya dijumpai dalam bentuk serbuk putih yang dikeringkan dengan cara spray-drying dan bersifat higroskopis. Maltodekstrin mudah dicerna, diserap dengan cepat sebagai glukosa, dan berasa sedikit manis atau hampir tak berasa. Umum digunakan dalam produksi soda dan kembang gula. Dapat pula dijumpai sebagai bahan campuran berbagai makanan olahan.

Maltodekstrin terkadang digunakan dalam pembuatan bir untuk meningkatkan massa jenis produk akhir. Maltodekstrin digunakan dalam mentega kacang untuk mempertahankan tekstur meski kadar lemak rendah. Maltodekstrin seringkali digunakan sebagai sumplemen oleh


(44)

23

binaragawan dan atlet lainnya dalam bentuk serbuk, karena ini adalah karbohidrat yang mudah dicerna sehingga dapat mensupai energi yang cukup ke seluruh tubuh untuk memicu sintesis protein.

Maltodekstrin digunakan sebagai bahan tambahan yang murah untuk menebalkan makanan seperti pada formula bayi. Ini digunakan juga sebagai filler pada pengganti gula dan produk lainnya. Maltodekstrin mempunya indeks glikemik antara 85 hingga 103.

(6) Dekstrin

Dekstrin merupakan sejenis oligosakarida yang dihasilkan dari aktivitas pemecahan polisakarida (pati atau glikogen). Dekstrin dapat

berupa α-1,6 dan α-1,4. Dekstrin dapat digunakan untuk berbagai pelapis untuk produk farmaseutikal, lem yang dapat dimakan, dan sealant.

Filler yang lain antara lain seperti Sorbitol, Emdex, Dekstrosa, Sugartab, Trikalsium Fosfat, Kalsium Sulfat Dihidrat.

3. Uji Fitokimia ( Penapisan Fitokimia)

Penapisan fitokimia atau sering disebut skrining fitokimia adalah tahapan awal untuk mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, karena pada tahap ini kita bisa mengetahdapat diketahui golongan senyawa kimia yang dikandung tumbuhan yang sedang diuji.

Golongan senyawa kimia dapat ditentukan dengan cara: Uji warna, Penentuan kelarutan, Bilangan Rf menggunakan Plat Kromatografi Lapis Tipis, Ciri spektrum UV. Namun secara umum penentuan golongan senyawa kimia dilakukan dengan cara uji warna dengan menggunakan


(45)

24

pereaksi yang spesifik karena dirasakan lebih sederhana, dalam penelitian ini akan dilakukan uji fitokimia serta uji KLT, seperti pada uji-uji berikut ini:

a. Uji alkaloid.

Uji Alkaloid dilakukan dengan metode Mayer, Wagner dan Dragendorff. Sampel diletakkan dalam cawan porselin kemudian ditambahkan HCl 2 M, diaduk dan kemudian didinginkan pada temperatur ruangan. Setelah sampel dingin ditambahkan serbuk NaCl lalu diaduk dan disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan HCl 2 M, kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian A, B, C, D. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambah pereaksi Mayer, filtrat C ditambah pereaksi Wagner, sedangkan filtrat D digunakan untuk uji penegasan. Apabila terbentuk endapan pada penambahan pereaksi Mayer dan Wagner maka identifikasi menunjukkan adanya alkaloid. Uji penegasan dilakukan dengan menambahkan amonia 25% pada filtrat D hingga PH 8-9. Kemudian ditambahkan kloroform, dan diuapkan diatas waterbath. Selanjutnya ditambahkan HCl 2M, diaduk dan disaring. Filtratnya dibagi menjadi 3 bagian. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B diuji dengan pereaksi Mayer, filtrat C diuji dengan pereaksi Wagner, sedangkan filtrat C diuji dengan pereaksi Dragendorff. Terbentuknya endapan menunjukkan adanya alkaloid. b. Uji tanin dan polifenol.


(46)

25

Uji tanin dan polifenol dilakukan dengan mengekstrak sampel menggunakan akuades panas, kemudian didinginkan. Setelah itu ditambahkan NaCl 10% dan disaring. Filtrat dibagi 3 bagian A, B, dan C. Filtrat A digunakan sebagai blangko, ke dalam filtrat B ditambahkan reagen FeCl3, dan ke dalam filtrat C ditambah garam

gelatin. Kemudian diamati perubahan yang terjadi. Apabila pada filtrat B terjadi perubahan warna hal tersebut menunjukkan adanya tanin ataupun polifenol dikarenakan apabila tanin atau polifenol bereaksi dengan FeCl3 akan terbentuk sebuah kompleks warna. Apabila pada

filtrat C terjadi pengendapan hal tersebut menunjukkan adanya tanin maupun polifenol dikarenakan tanin dapat mengendapkan protein dalam gelatin yang berupa kopolimer mantap yang tidak larut dalam air c. Uji saponin.

Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara memasukkan sampel kedalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 10 mL akuades lalu dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya saponin.

d. Uji flavonoid.

Uji flavonoid dilakukan dengan menguapkan sampel kemudian dicuci dengan heksana sampai jernih. Residu dilarutkan dalam 20 mL


(47)

26

etanol kemudian disaring. Filtrat dibagi 4 bagian A, B, dan C. Filtrat A sebagai blangko, filtrat B ditambahkan HCl pekat kemudian dipanaskan pada penangas air, jika terjadi perubahan warna merah tua sampai ungu menunjukkan hasil yang positif (metode Bate Smith-Metchalf). Filtrat C ditambahkan HCl dan logam Mg kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (metode Wilstater). Warna merah sampai jingga diberikan oleh senyawa flavon, warna merah tua diberikan oleh flavonol atau flavonon, warna hijau sampai biru diberikan oleh aglikon atau glikosida.

e. Uji Steroid.

Uji steroid dilakukan dengan cara menguapkan pelarut dalam larutan uji di atas cawan, kemudian residu yang tersisa ditambahkan asam asetat anhidrat dan H2SO4 pekat, lalu diamati perubahan warna yang

terjadi pada residu tersebut, dimana menunjukkan positif steroid bila terjadi perubahan warna menjadi merah setelah penambahan H2SO4 pekat dalam suasana asam.

f. Uji Kromatografi Lapis Tipis 1) Deskripsi.

Kromatografi lapis tipis (KLT), terdiri dari zat penjerap yang berupa lapisan tipis serbuk halus yang dilapiskan pada lempengan kaca, plastik, ataupun logam secara merata, umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat


(48)

27

didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi keduanya, yang tergantung dari jenis lempeng, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan. Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga rf yang identik dan ukuran yang hampir sama, dengan cara menotolkan bahan uji dan pembanding pada plat yang sama (Depkes, 2008, 163-164).

2) Penggunaan pembanding dalam uji fitokimia

Penggunaan KLT pada uji fitokimia ini dilakukan hanya untuk uji penegasan bahwa dalam ekstrak yang dibuat mengandung senyawa fenolik. Uji penegasan dilakukan dengan larutan pembanding asam galat dan larutan uji berupa ekstrak secang dengan pelarut etanol 30%, ekstrak secang dengan pelarut etanol 50%, dan ekstrak secang dengan pelarut etanol 70% yang ditotolkan pada lempeng silika gel, dengan jarak penotolan tertentu. Uji ini menggunakan fasa gerak (pelarutan pemisah) berupa campuran antara n-heksan dengan etil asetat dengan perbandingan tertentu.

4. Uji Fenolik Total

Uji fenolik total merupakan uji yang dilakukan untuk menentukan kandungan fenolik total dalam suatu ekstrak, pada penelitian ini pengukuran fenolik total menggunakan metode Ciocalteu. Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah reaksi redoks kolorimetrik untuk mengukur semua senyawa fenolik dalam sampel uji. Pereaksi Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam


(49)

28

heteropolifosfotungstat. Pereaksi ini terbuat dari air, natrium tungstat, natrium molibdat, asam fosfat, asam klorida, litium sulfat, dan bromin (Folin dan Ciocalteu, 1927: 265-275). Pada kenyataannya reagen ini mengandung rangkaian polimerik yang memiliki bentukan umum dengan pusat unit tetrahedral fosfat (PO4)3- yang dikelilingi oleh beberapa unit oktahedral

asam-oksi molibdenum. Campuran Reagen Folin-Ciocalteu terdiri dari fosfomolibídico dan asam fosfotungstat di mana molibdenum dalam keadaan oksidasi (VI) (kompleks 3H2O-P2O5-13WO3-5MoO3.10H2Oberwarna

kuning); diman apa bila diberikan suatu agen pereduksi tertentu, seperti fenol, akan membentuk yang disebut tungsten-molybdenum kompleks biru [(PMoW 11O4)4]. Reagen Folin-Ciocalteu dapat membentuk kompleks

dengan prinsip oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali), mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W). Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya tidak stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstat-fosfomolibdat (kompleks molybdenum-blue) berwarna biru mekanisme tertera pada gambar 4. dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat setara dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan


(50)

29

mereduksi asam heteropoli sehingga warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Singleton dan Rossi, 1965).

Gambar 4.Persamaan reaksi dalam perubahan warna folin (kuning) menjadi kompleks molybdenum (biru)

Pada metode Folin-Ciocalteu ini sebelum penambahan reagen Folin ditambahkan terlebih dahulu Na2CO3 yang bertujuan untuk mendeprotonasi

senyawa fenolik sehingga menjadi anion fenolat, dalam penelitian ini digunakan standar asam galat untuk menentukan kadar fenolik total dalam ekstrak. Setelah itu, terjadi reaksi redoks antara anion fenolat dan Folin, dimana menurut untuk Singleton Orthofer dan Lamuela-Raventos, molibdenum, komponen reaktan Folin mengalami pengurangan dan bereaksi berubah warna dari kuning menjadi biru seperti tertera pada gambar 5.


(51)

30

Gambar 5. Mekanisme metode Folin-Ciocalteu

5. Spektroskopi UV-Visibel

Daerah UV sekitar 10 nm – 380 nm, tetapi paling banyak penggunaannya secara analitik dari 200 – 380 nm dan disebut sebagai UV pendek (dekat). Di bawah 200 nm, udara dapat mengabsorpsi sehingga instrumen harus dioperasikan kondisi vakum, daerah ini disebut dengan daerah UV Vakum. Daerah tampak (visibel) sangat kecil panjang gelombang yang dikaitkan dengan cahaya tampak itu mampu mempengaruhi selaput pelangi pada manusia, dan karenanya menimbulkan

kesan subyektif akan ketampakan (vision). λ daerah tampak dari 380 nm – sekitar 780 nm.

a. Absorpsi cahaya

Secara kualitatif absorpsi cahaya dapat diperoleh dengan pertimbangan absorpsi cahaya pada daerah tampak. Kita dapat melihat obyek dengan pertolongan cahaya yang diteruskan atau dipantulkan.


(52)

31

Apabila cahaya polikromatis (cahaya putih) yang berisi seluruh spektrum panjang gelombang melewati medium tertentu, akan menyerap panjang gelombang lain, sehingga medium itu akan tampak berwarna. Oleh karena hanya panjang gelombang yang diteruskan yang sampai ke mata maka panjang gelombang inilah yang menentukan warna medium. Warna ini disebut warna komplementer terhadap warna yang diabsorpsi. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer ditunjukkan dalam Tabel 1 berikut ini

Tabel 1. Spektrum tampak dan warna-warna komplementer

Panjang Gelombang (Nm)

Warna yang Diabsorpsi

Warna yang Dipantulkan (Komplementer) 340 –450 Lembayung Kuning – hijau

450 – 495 Biru Kuning

495 – 570 Hijau Violet

570 – 590 Kuning Biru

590 – 620 Jingga Hijau – biru

620 - 750 Merah Biru - hijau

b. Hukum Dasar Spektroskopi Absorpsi

Jika suatu berkas cahaya melewati suatu medium homogen, sebagian dari cahaya datang (Po) diabsorpsi sebanyak (Pa), sebagian dapat diabaikan dipantulkan (Pr), sedangkan sisanya ditransmisikan (Pt) dengan efek intensitas murni sebesar :


(53)

32

Dengan Po = intensitas cahaya masuk, Pa = intensitas cahaya diabsorpsi, Pr = intensitas cahaya dipantulkan, Pt = intensitas cahaya ditransmisikan. Pada prakteknya, nilai Pr adalah kecil ( - 4 %), sehingga untuk tujuan praktis :

Po = Pa + Pt

Lambert (1760), Beer (1852) dan Bouger menunjukkan hubungan berikut :

Gambar 6. Landasan Hukum Lambert-Beer

 T =

= 10

-abc

dengan b = jarak tempuh optik, c = konsentrasi.

 Log (T) = Log

= - abc dengan a = tetapan absorptivitas, T =

transmitansi.

 Log

= Log

= abc = A dengan A = absorbansi.

-log T = abc = A = Ɛ bc ... Turunan Hukum Lambert-Beer Hukum di atas dapat ditinjau sebagai berikut :


(54)

33

1) Jika suatu berkas cahaya monokromatis yang sejajar jatuh pada medium pengabsorpsi pada sudut tegak lurus setiap lapisan yang sangat kecil akan menurunkan intensitas berkas.

2) Jika suatu cahaya monokromatis mengenai suatu medium yang transparan, laju pengurangan intensitas dengan ketebalan medium tertentu sebanding dengan intensitas cahaya.

3) Intensitas berkas cahaya monokromatis berkurang secara eksponensial bila konsentrasi zat pengabsorpsi bertambah. Hal diatas menunjukkan persamaan mendasar untuk spektroskopi absorpsi, dan dikenal sebagai hukum Lambert Beer. atau hukum Beer Bouger. Satuan untuk b (cm), c (mol/ L), a = absorptivitas molar adalah absorpsi larutan yang diukur dengan ketebalan 1 cm dan konsentrasi 1 mol/ L.

A = abc

4) Jika konsentrasi (c) diekspresikan sebagai molaritas (mol/L) dan ketebalan sel (b) dinyatakan dalam centimeter (cm), koefisien

absorptivitas molekuler (a) disebut koefisien ekstingsi molar (ε) dan

memiliki satuan [L/(mol.cm)].

A =Ɛbc

c. Instrumen Spektroskopi UV-Vis

Menurut konfigurasinya instrumen spektroskopi UV-Vis , dibagi dalam:


(55)

34

Single-beam instrument dapat digunakan untuk kuantitatif dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang tunggal. Single-beam instrument mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, harganya murah, dan mengurangi biaya yang ada merupakan keuntungan yang nyata. Beberapa instrumen menghasilkan single-beam instrument untuk pengukuran sinar ultra violet dan sinar tampak. Panjang gelombang paling rendah adalah 190 sampai 210 nm dan paling tinggi adalah 800 sampai 1000 nm (Skoog, DA, 1996, 572-574).

Gambar 7. Skema Spektroskopi UV-Vis Single Beam

2) Double-beam instrument

Double-beam dibuat untuk digunakan pada panjang gelombang 190 sampai 750 nm. Double-beam instrument dimana mempunyai dua sinar yang dibentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V yang disebut pemecah sinar. Sinar pertama melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel, mencocokkan fotodetektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan


(56)

35

secara elektronik dan ditunjukkan oleh alat pembaca (Skoog, DA, 1996, 572-574).

Gambar 8. Skema Spektroskopi UV-Vis Double-Beam 6. Standardisasi Ekstrak

Standardisasi ekstrak dilakukan untuk mengetahui apakah ekstrak dari bahan alam yang dibuat dapat memenuhi standar yang telah ditentukan, sehingga diharapkan obat-obatan herbal yang berasal dari bahan alam memiliki konsitensi mutu seperti standar berikut pada tabel 1.

Tabel 2. Parameter Standar Ektrak Tanaman Obat

No. Parameter Standar Standar FHI /

Quality Standard (%)

1. Kadar air/ Moisture content ≤10,00 2. Kadar sari air/ Water extractable ≤18,00 3. Kadar sari alkohol/ Alcohol

extractable

≤9,70

4. Kadar abu/Ash content ≤ 1,40

5. Kadar abu tak larut asam/

Insoluble in HCl

≤ 0,6


(57)

36 a. Parameter Non-Spesifik

3) Parameter susut pengeringan

Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan dalam nilai persen . tujuan dari dilakukan parameter standar susut pengeringan ini adalah untuk memberikan batasan maksimal (rentan) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan ( Depkes RI, 2000, 13.)

4) Parameter kadar air

Pengukuran kandungan air yang berada di dalam bahan, biasanya dapat dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri. namun yang sering dilakukan adalah metode titrasi dengan pereaksi Karl Fischer, dalam penelitian ini digunakan alat Karl-Fischer Moisture Titrator MKS-520 untuk memudahkan pengukuran (Depkes RI, 2000, 14-16.)

5) Parameter kadar abu total

Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan memanaskan bahan pada temperatur tertentu dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap, sehingga tinggal unsur mineral dan anorganiknya saja. sehingga dapat diketahui gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuk ekstrak ( Depkes RI, 2000, 17.)


(58)

37 6) Parameter Kadar abu tidak larut asam

pengukuran kadar abu tidak larut asam dilakukan setelah bahan awal diabukan, abu yang tersisa dilarutkan dalam asam sulfat encer dan dipanaskan pada temperatur dimana larutan asam yang melarutkan mineral terdestruksi dan menguap sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik yang tidak larut asam (Depkes RI, 2000, 17.)

7) Sisa pelarut

Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang secara umum ditentukan dengan kromatografi gas, untuk ekstrak cair berati kandungan pelarutnya, misalnya dalam penelitian ini digunakan pelarut etanol untuk mengekstraksi sehingga kadar yang diukur adalah sisa pelarut etanolnya. tujuan daridilakukan penentuan kadar pelarut adalah untuk memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut, terutama pelarut yang berbahaya seperti pelarut kloroform harus bernilai negatif sesuai batas deteksi instrumen. sedangkan ekstrak kental boleh terdapat sisa pelarut dengan batas maksimal tertentu (Depkes RI, 2000, 17-18.)

b.Parameter Spesifik 1) Organoleptik

Merupakan pengamatan terhadap ekstrak menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa sebagai berikut:

1. bentuk : padat, cair, serbuk-kering, kental 2. warna : kuning, coklat, merah, dll


(59)

38 4. Rasa : pahit, manis, kelat, dll

dengan pengenalan awal yang sederhana dan seobjektif mungkin (Depkes RI, 2000, 31.)

2) Terlarut dalam air

Melarutkan ekstrak dengan pelarut air untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. tujuan dari parameter senyawa terlarut dalam pelarut air ini adalah untuk mengetahui gambaran awal senyawa yang terlarut dalam pelarut air (Depkes RI, 2000, 31.)

3) Terlarut dalam etanol

Melarutkan ekstrak dengan pelarut etanol untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara gravimetri. tujuan dari parameter senyawa terlarut dalam pelarut etanol ini adalah untuk mengetahui gambaran awal senyawa yang terlarut dalam pelarut air (Depkes RI, 2000, 31.)

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai“Penentuan Kadar Fenolik Total Dan Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Secang (Caesalpinia Sappan L)“ yang dilakukan didasarkan pada penelitian-penelitia yang telah dilakukan sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Widowati pada tahun 2011 berjudul “Uji Fitokimia dan Potensi Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit kayu


(60)

39

secang dengan etanol 96% menggunakan metode maserasi selama 24 jam, kemudian ekstrak yang dihasilkan diuji fitokimianya Ekstrak kulit kayu secang mengandung senyawa terpenoid, fenol sangat tinggi, mengandung flavonoid tinggi, tidak namun steroid dan tanin. Ekstrak kulit kayu secang diukur kandungan fenolik totalnya dengan standar epigalokatekin (EGC) dan epikatekin galat (ECG) dimana penentuan kandungan fenolik totalnya menggunakan metode Folin-Ciousalteu, didapatkan informasi bahwa ekstrak kulit kayu secang mengandung kadar fenolik total ekivalen EGC 849,11

g/mg dan ekivalen ECG 825,11 g/mg.

Penelitian mengenai kandungan senyawa metabolit sekunder ekstrak dilakukan dengan metode penapisan fitokimia dan standardisasi ekstrak seperti yang dilakukan oleh Pandey, Gangrale, Upadhyay dan Priyanka, pada tahun 2014 yang berjudul“Physiochemical Analysis Of Pterocarpus Santalinus L. Extracts” dalam penelitian ini dilakukan pengujian fitokimia dan menstandardisasi tanaman Raktachandan (Pterocarpus santalinus L.)tersebut.Uji fitokimia kualitatif yang dilakukan adalah terhadap keberadaan alkaloid, saponin, flavonoid and glikosida dalam ekstrak

Pterocarpus santalinus L.Dilakukan pula penstandardisasi parameter fisik kimia seperti menghitung susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, dengan hasil total abu tidak lebih dari 2% , kadar abu tak larut asam kurang dari 0,3%, kelarutan dalam alkohol tidak kurang dari 3% dan kelarutan dalam air tidak kurang dari 1% .


(61)

40 C. Kerangka Berfikir Teoritis

Kulit kayu secang (Caesalpinia sappan L.) secara empiris dimanfaatkan sebagai bahan untuk pengobatan penyakit asam urat. Berbagai macam zat yang terkandung dalam kulit kayu secang antara lain brazilin, alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, fenil propana dan terpenoid. Selain itu juga mengandung asam galat, brasilein, delta-aphellandrene, oscimene, resin dan resorin (Xu dkk, 1994. )

Penelitian mengenai efek secang (Caesalpinia sappan L.) sebagai agen antihiperurisemia, anti bakteri, obat kanker dan masih banyak lagi telah banyak dikembangkan, sedangkan penelitian mengenai standardisasi ekstrak secang terhadap berbagai konsentrasi pelarut belum banyak dilakukan, maka dilakukan penelitian terhadap standardisasi ekstrak herbal secang terstandar dengan berbagai pelarut, sehingga diperolehekstrak herbal secang terstandar.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kadar fenolik total dari ekstrak kental dan ekstrak kering ekstrak kulit kayu secang dan menstandardisasi ekstrak kulit kayu secang (Caesalpinia Sappan L), dengan langkah penelitian sebagai berikut: kulit kayu secang disiapkan dan diekstrak menggunakan pelarut etanol 30%, 50%, dan 70% menggunakan metode ekstraksi maserasi-perkolasi. Hasil ekstraksi berupa ekstrak cair yang kemudian dilakukan uji fitokimia terhadap ekstrak cair tersebut terhadap alkaloid, saponin, tanin/polifenol, flavonoid, serta steroid,. Dilanjutkan dengan pemekatan ekstrak cair dengan cara menguapkan pelarut ekstrak cair menggunakan alat evaporasi, kemudian setelah pelarut menguap didapatkan


(62)

41

ekstrak kental, kemudian ekstrak kental yang dibuat digunakan untuk analisis kandungan fenolik total dan dilakukan standardisasi ekstrak kental.

Penentuan kadar fenolik total dalam penelitian ini menggunakan standar asam galat dan regen folin Ciolte 1:10 dan Na2CO3 6%, dimana

untuk menentukan kadar fenolik totalnya dilakukan dengan membaca absorbansi ekstrak kulit kayu secang yang telah diberi folin dan Na2CO3

menggunakan spektroskopi UV-Vis. standardisasi ekstrak kental yang dilakukan pada aspek spesifik dan aspek non-spesifik seperti kadar air, susut pengeringan, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, serta kadar sisa etanol yang terdapat dalam ekstrak.

Ekstrak kental dengan variasi konsetrasi yang memiliki kadar fenolik total tertinggi dijadikan ekstrak kering dengan menambahkan filler (bahan pengisi), dalam hal ini dilakukan beberapa jenis penambah filler untuk melihat pengaruhnya terhadap ekstrak kering yang dihasilkan. Melihat pengaruh penambahan filler terhadap ekstrak kental dengan cara mengukur kadar fenolik totalnya serta melakukan standardisasi ekstrak kering terhadap kadar air, sifat alir dan uji organoleptik.


(63)

42 BAB III

METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam Penelitian Ini adalah kayu dari tanaman secang (Caesalpinia Sappan L. )

2. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah penentuan kadar fenolik total dan standardisasi ekstrak kental dan ekstak kering dari kayu secang (Caesalpinia Sappan L.) B. Alat dan Bahan

1. Alat penelitian

a. Spektroskopi UV-Vis

b. Karl Fischer Titrator (Karl-Fischer Moisture Titrator MKS-520) c. Hot Plate and Stirer (Hidolph RZR 2051, Jerman)

d. Sonication Bath (Elmasonic S15)

e. Timbangan Analitik (Precisa XT 220, Swiss dan KERN ALJ 220-4NM)

f. Shaker (GFL 3017) g. Grinder (Retsch)

h. Mousture Balance (Precisa HA60, Swiss) i. MikroPipet (Ependolph)


(64)

43 k. Desikator

l. Kuvet kotak

m. Stopwatch

n. Vacum Rotavapor (Heidolph, Jerman) o. Krus

p. Kertas Saring Bebas Abu q. Furnace (Thermolyne 1400)

r. Kromatografi Gas (GC DANI 1000) s. Pompa Vakum (Buchi V-700) t. Kromatografi Lapis Tipis 2. Bahan penelitian

a. Kayu Secang b. Etanol 96%

c. HgCl (Merck, Jerman) d. KI (Merck, Jerman)

e. Bi(NO3).H2O (Merck, Jerman)

f. HNO3 (Scharlau, Spayol)

g. NaCl (Merck, Jerman)

h. Kloroform 10 (Sigma-Aldrich, USA) i. H2SO4

j. n-Heksan (Scharlau, Spayol) k. Mg Powder (Sigma-Aldrich, USA)


(65)

44 m. Na2CO3 (Sigma-Aldrich, USA)

n. Standar Asam Galat (Merck, Jerman) o. HCL (Scharlau, Spayol)

p. Dekstrin (Brataco Chemika, indonesia) q. Corn Starch (Brataco Chemika, indonesia) r. Laktosa (Brataco Chemika, indonesia) s. Maltodekstrin (Brataco Chemika, indonesia) t. Avicel ph 102 (Brataco Chemika, indonesia) u. Amprotab (Brataco Chemika, indonesia) C. Prosedur Penelitian

1. Penyiapan Simplisia

Kayu secang (Caesalpinia Sappan L) sebanyak 10 Kg dibersihkan, kemudian kayu secang yang telah bersih dipotong-potong dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 40°C, setelah kering kayu diserut menjadi potongan lebih kecil. Kemudian hasil simplisia kering kayu secang disimpan dalam wadah penampung untuk menunggu tindakan selanjutnya.

2. Ekstraksi

Metode yang digunakan dalam ekstraksi kayu secang ini adalah metode maserasi-perkolasi, dengan metode ini digunakan perbandingan kayu secang dengan pelarutnya adalah 1 : 10, sehingga untuk sekali proses ekstraksi secang sebanyak 500 gram dibutuhkan pelarut sebanyak 5 liter. Pada proses ekstraksi ini dilakukan variasi konsentrasi pelarut etanol yakni


(66)

45

etanol dengan konsentrasi etanol 30%, 50%, dan 70%. Langkah awal dari metode maserasi-perkolasi ini adalah dengan cara membungkus 500 gram serutan kayu secang menggunakan kertas saring dimana bagian atas dari kertas saring dibuat terbuka (kertas saring dibuat seperti kantong dengan menggulung kertas dan bagian bawah diikat dengan benang kemudian bagian atas dibiarkan). Kemudian serutan kayu secang tersebut ditempatkan ke dalam alat perkolator (Gambar 9). kemudian ke dalam alat perkolator dimasukkan pelarut hingga batas atas dan sisa pelarut dimasukkan ke dalam penampung pelarut di bawah tabung perkolator, metode maserasi-perkolasi ini dijalankan selama 120 menit dengan rincian 30 menit perendaman (maserasi) dan 90 menit sirkulasi pelarut (perkolasi), setelah selesai alat perkolasi dimatikan dan diperoleh ekstrak cair. Ekstrak cair kemudian dipekatkan dengan alat evaporasi untuk menguapkan sisa pelarut etanol yang ada menggunakan alat evaporasi dengan kecepatan putar 60-80 rpm, suhu 50 °C , dan tekanan 70 – 200 mBar, penguapan dihentikan pada saat ekstrak mulai mengental seperti pasta. Ekstrak hasil dari evaporasi ditampung dalam botol selai yang telah ditimbang dan dilanjutkan dengan memasukkan botol selai berisi ekstark kedalam oven pada suhu 50°C, hal tersebut dilakukan untuk menghilangkan sisa pelarut air yang tersisa.


(67)

46

Gambar 9. Skema alat perkolator 3. Uji Fitokimia Pada ekstrak cair

Penapisan Fitokimia

a. Alkaloid (Depkes, 1995 dan Sirait, 2007)

1) Ekstrak ditambahkan dengan 1 ml HCl 2N dan 9 ml akuades, kemudian dipanaskan di penangas air selama 2 menit, dinginkan. Kemudian filtrat disaring dan ditampung. Filtrat digunakan sebagai larutan percobaan selanjutnya (larutan uji).

2) Larutan uji diambil 1 ml dan dituang ke dalam kaca arloji, kemudian ditambahkan 2 tetes Reagen Bouchardart, jika terbentuk endapan coklat sampai dengan hitam menunjukkan adanya alkaloid


(1)

136

Lampiran 12. Standarisasi Ekstrak Kering Organoleptik

1. Ekstak Secang 70% + Laktosa 4. Ekstak Secang 70% + Amrotab

2. Ekstak Secang 70% + Dekstrin 5. Ekstak Secang 70% + Maltodekstrin

3. Ekstak Secang 70% + Corn Starch 6. Ekstak Secang 70% + Avicel Ph 102

Gambar 54. Ekstrak Kering Secang dengan Filler (1) Laktosa, (2)Dekstrin, (3)Corn Starch, (4) Amrotab, (5)Maltodekstrin, (6)Avicel Ph 102


(2)

137

Lampiran 13. Perhitungan Kadar Air Ekstrak Kering Tabel 57. Perhitungan Kadar Air

Ekstrak Kering

Secang Pengulangan Kadar Air

Rata-Rata

Kadar Air Standar Deviasi Laktosa

1 3,47%

5,77% 2,44%

2 8,33%

3 5,52%

Dekstrin

1 5,00%

5,35% 0,49%

2 5,15%

3 5,91%

Corn Starch

1 3,38%

6,13% 2,65%

2 8,67%

3 6,33%

Amrotab

1 4,17%

4,77% 0,71%

2 5,56%

3 4,58%

Maltodekstrin

1 3,13%

4,80% 2,23%

2 3,95%

3 7,33%

Avicel Ph 102

1 5,77%

8,18% 2,11%

2 9,68%


(3)

138

Lampiran 14. Perhitungan Sifat Alir Ekstrak Kering

Perhitungan parameter standar sifat alir menggunakan rumus sebagai berikut:

Tan α =

Dimana H merupakan ketinggian serbuk dijatuhkan dan D merupakan diameter rata-rata dari serbuk yang jatuh sehingga akan diketahui sudut diam α -nya. Perhitungan sifat alir sangat dekat korelasinya dengan sudut diam, berikut korelasinya: sudut diam <25 ° menyatakan sifat alir sangat baik, sudut diam 25 °-30° menyatakan sifat alir baik, sudut diam 30 ° - 40° menyatakan sifat alir cukup, dan sudut diam > 40 ° menyatakan sifat alir buruk. Perhitungan sifat alir dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 58. Perhitungan Sifat alir/ Sudut diam

Sampel Ulangan Diameter (Cm) H (Cm) Sudut Diam Rata-Rata Standar

Deviasi Sifat Alir D1 D2 ̅

Laktosa

1 4 3 3,5 0,6 18,92°

19,433° 4,293°

Mudah Mengalir 2 2,5 3,3 2,9 0,4 15,42° Mudah Mengalir 3 2 2,5 2,25 0,5 23,96° Mudah Mengalir

Dekstrin

1 2,5 3,5 3 0,4 14,93°

14,483° 3,501°

Mudah Mengalir 2 2,5 2,5 2,5 0,4 17,74° Mudah Mengalir 3 3 3,3 3,15 0,3 10,78° Mudah Mengalir

Corn Starch

1 2 3,8 2,9 0,5 19,03°

15,500° 3,072°

Mudah Mengalir 2 3,2 3,5 3,35 0,4 13,43° Mudah Mengalir 3 3,2 3,2 3,2 0,4 14,04° Mudah Mengalir

Amrotab

1 2,5 3 2,75 0,3 12,31°

12,430° 5,251°

Mudah Mengalir 2 3 3,3 3,15 0,2 7,24° Mudah Mengalir 3 2,5 2,5 2,5 0,4 17,74° Mudah Mengalir

Maltodekstrin

1 2,5 3 2,75 0,4 16,22°

18,080° 3,222°

Mudah Mengalir 2 2,5 2,5 2,5 0,5 21,8° Mudah Mengalir 3 2,5 3 2,75 0,4 16,22° Mudah Mengalir

Avicel PH 102

1 3 2,5 2,75 0,6 23,57°

23,157° 4,534°

Mudah Mengalir 2 2,5 2,5 2,5 0,65 27,47° Mudah Mengalir 3 3 3 3 0,5 18,43° Mudah Mengalir


(4)

139

Lampiran 15. Kandungan Total Fenol Ekstrak Kering 1. Pembuatan kurva Standar

Kurva Standar Etanol

Kemudian melalui perngukuran absorbansi standar menggunakan spektroskopi UV-Vis didapatkan data serapan dan konsentrasi seperti pada Tabel 11. Dilanjutkan dengan pembuatan kurva standar serapan Vs Konsentrasi asam galat, dengan serapan sebagai sumbu y dan konsentrasi sebagai sumbu x.

Tabel 11. Absorbansi Standar Asam Galat Untuk Ekstrak Kering

Konsentrasi Serapan Serapan

Rata-rata SD

1 2 3

140 PPM 0,7020 0,7130 0,7620 0,7257 0,0319 120 PPM 0,5970 0,6030 0,5990 0,5997 0,0031 100 PPM 0,4580 0,4620 0,4700 0,4633 0,0061 80 PPM 0,3640 0,3700 0,3670 0,3670 0,0030 60 PPM 0,2610 0,2550 0,2700 0,2620 0,0075 40 PPM 0,1910 0,1980 0,1890 0,1927 0,0047

Gambar 19. Kurva Standar Asam Galat untuk Ekstrak Kering

0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000

0 20 40 60 80 100 120 140 160

S

E

RA

P

A

N

KONSENTRASI


(5)

140

Penentuan Persamaan Garis Regresi Linier

Tabel 59. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Linier Asam Galat untuk Ekstrak Kering

No. Konsentrasi

(ppm)(X) Absorbansi (Y) X2 Y2 XY

1 40 0,193 1600 0,037 7,71

2 60 0,262 3600 0,069 15,72

3 80 0,367 6400 0,135 29,36

4 100 0,463 10000 0,215 46,33

5 120 0,600 14400 0,360 71,96

6 140 0,726 19600 0,527 101,60

Σ 540 2,610 55600 1,341 272,68

Σ2

291600 7 3091360000 2 74354

a. Menentukan persamaan garis regresi y = bx + a Menentukan a, menggunakan rumus berikut: a = ( ) ( )

( )

a =

a = - 0,0502

Menentukan b, menggunakan rumus berikut: b = ( ) ( )

( )

b =

b = 0,0054

Sehingga persamaan garis regresi menjadi Y = 0,0054x - 0,0502 ... (9)

b. Uji signifikansi garis regresi (r)

r = ( )

√ ( ) ( ( ) )

r =

r =


(6)

141

4. Perhitungan Kadar Fenolik Total

Setelah Serapan ekstrak diketahui kemudian nilai serapan dimasukkan kedalam persamaan regresi linier (9) yang telah dihitung sebelumnya, yakni:

Y = 0,0054x - 0,0502 ... (9) Sehingga,

X=

... (10)

Dimana (y) merupakan lambang serapan dan (x) merupakan lambang konsentrasi asam galat. Perhitungan dan hasil tertera pada Tabel 60.

Tabel 60. Perhitungan Kadar Fenolik Total Ekstrak Kering Secang

Sampel Konsentrasi

Sampel(ppm) Pengulangan Serapan

Kadar Fenol Dalam Ekstrak (ppm )

mg GAE /g Ekstrak

mg GAE /g Ekstrak (rata rata)

Standar Deviasi

Laktosa

200 1 0,564 113,74 568,70

532,90 37,10 200 2 0,484 98,93 494,63

200 3 0,528 107,07 535,37

Dekstrin

200 1 0,27 59,30 296,48

295,25 11,16 200 2 0,28 61,15 305,74

200 3 0,256 56,70 283,52

Corn Starch

200 1 0,356 75,22 376,11

358,83 26,03 200 2 0,351 74,30 371,48

200 3 0,305 65,78 328,89

Amrotab

200 1 0,325 69,48 347,41

356,98 8,30 200 2 0,34 72,26 361,30

200 3 0,341 72,44 362,22

Maltodekstrin

200 1 0,301 65,04 325,19

363,15 57,16 200 2 0,413 85,78 428,89

200 3 0,312 67,07 335,37

Avicel PH 102

200 1 0,524 106,33 531,67

521,79 18,73 200 2 0,526 106,70 533,52


Dokumen yang terkait

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP Staphylococcus Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa ATCC 10145, Dan Klebsiel

0 1 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP Staphylococcus Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus epidermidis, Pseudomonas aeruginosa ATCC 10145, Dan Klebsiel

0 1 15

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Shigella sonnei ATCC 9290, Dan Escherichia coli ATCC 25

0 1 11

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, Shigella sonnei ATCC 9290, Dan Escherichia coli ATCC 25

0 1 17

FORMULASI SEDIAAN TABLET ANTIOKSIDAN DARI EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) DENGAN METODE KEMPA LANGSUNG.

0 0 2

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAN FRAKSI EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) YANG DIPENGARUHI SUHU DAN PH MENGGUNAKAN METODE DPPH (Diphenylpicrylhydrazyl).

0 0 2

PENENTUAN KADAR FENOLIK TOTAL DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN KOMBINASI EKSTRAK SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans Merr.) & SECANG (Caesalpinia sappan L.) DENGAN METODE β-CAROTENE BLEACHING.

0 0 1

UJI PENGHAMBATAN AKTIVITAS ENZIM XANTIN OKSIDASE TERHADAP EKSTRAK KULIT KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.)

0 0 6

Key words: Hypolipidemic, sappan wood, Caesalpinia sappan L., antioxidants. PENDAHULUAN - UJI EFEK HIPOLIPIDEMIK EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) TERHADAP TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) JANTAN

0 0 11

FORMULASI dan UJI ANTIOKSIDAN LIPSTIK KULIT KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L) NUR DAMAYYANTI

0 2 15