Ekspor Kopi Indonesia TINJAUAN PUSTAKA

lagi dikendalikan oleh ICO. Pelepasan stok kopi dunia tahun sebelumnya menyebabkan harga kopi menurun tajam dan mencapai titik terendah pada tahun 1992. Mengingat harga terus menurun, ICO kembali memperbarui perjanjiannya guna mengontrol harga kopi. Kebijakan yang diintroduksikan adalah menggunakan universal kuota, pemisahan antara kuota Arabika dan Robusta, serta pengaturan stok. Kebijakan ini cukup efektif untuk meningkatkan harga kopi. Kenaikan harga tersebut berhubungan pula dengan penurunan produksi yang dialami Brazil sebagai akibat sering terjadinya frost. Dengan adanya perjanjian baru tersebut harga kopi dunia mulai mengalami peningkatan sejak tahun 1993. Peningkatan harga dunia berpengaruh pada peningkatan harga kopi Indonesia dalam negeri. Adanya peningkatan harga kopi Indonesia kembali mendatangkan investasi- investasi baru di sektor industri kopi dan meningkatkan kembali penggunaan input, tenaga kerja maupun pemeliharaan tanaman kopi. Tabel 5. Perkembangan Harga Kopi Robusta dan Arabika di Pasar Domestik Indonesia,Tahun 1992-2000 Tahun Harga Kopi Robusta RpKg Harga Kopi Arabika RpKg 1992 1 409 5 033 1993 1 889 6 345 1994 4 295 7 115 1995 4 768 7 261 1996 4 308 7 357 1997 4 738 12 333 1998 12 321 21 410 1999 13 439 14 950 2000 8 800 13 197 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, Tahun 2006

2.6. Ekspor Kopi Indonesia

Ekspor kopi diatur oleh peraturan-peraturan dari Organisasi Kopi Internasional International Coffee Organization. Pelaksanaan ekspor kopi oleh Indonesia, sebagai salah satu produsen dan pengekspor kopi anggota ICO juga berdasarkan pada peraturan-peraturan dari ICO. Disamping peraturan-peraturan dari ICO, kegiatan ekspor kopi Indonesia juga diatur melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 04 KP I 78 tanggal 4 Januari 1978 Suryono, 1991. Kuota ekspor kopi yang diperoleh dari ICO dibagikan kepada eksportir kopi yang telah terdaftar di wilayah-wilayah penghasil kopi di seluruh Indonesia berdasarkan surat keputusan dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Distribusi jatah ekspor kepada para eksportir kopi yang telah terdaftar diatur dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 85KP III 86 tanggal 7 Maret 1986 tentang Ketentuan Jatah Nasional Ekspor Kopi Suryono, 1991. Jatah ekspor kopi nasional tersebut diperhitungkan berdasarkan besarnya produksi kopi di dalam negeri dikurangi konsumsi domestik serta penyediaan penyangga yang perlu dipertahankan. Dalam rangka pembinaan eksportir, secara nasional telah dibentuk Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia AEKI dan setiap eksportir kopi yang telah terdaftar diwajibkan menjadi anggota asosiasi tersebut Lubis, 2002. Berdasarkan data Bank Rakyat Indonesia pada tahun 1987, negara tujuan ekspor kopi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1 negara anggota ICO atau negara kuota sebanyak 22 negara, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Italia, Jerman, Australia, Selandia Baru, Belanda dan lain- lain dan 2 negara non anggota ICO atau negara non kuota yang mencapai sekitar 44 negara, antara lain RRC, Korea Selatan, Maroko, Taiwan, Bulgaria, Mesir, Kuwait, Kuba dan lain- lain Suryono, 1991. Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi Indonesia pada periode tahun 1980-2005 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, dengan tingkat fluktusi nilai ekspor yang lebih tinggi dari volume ekspornya Lampiran 5. Periode 1980-2005, volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 1990 sebesar 421 833 ton. Hal ini berkaitan dengan dicabutnya kuota jatah yang telah ditetapkan ekspor kopi yang diatur oleh International Coffee Organization ICO, yang kemudian ditindak lanjuti oleh pemerintah Indonesia dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 265KPX89 tanggal 21 Oktober 1989, yang berisi pembebasan setiap eksportir untuk mengekspor kopi ke pasaran dunia Lubis, 2002. Kemudian, volume ekspor kopi mengalami penurunan pada periode 1990-1995. Pada tahun 1990 volume ekspor kopi sebesar 421 833 ton dan pada tahun 1995 menurun menjadi 230 201 ton Lampiran 5. Hal ini disebabkan musim kemarau yang melanda Indonesia dan kebanyakan petani kopi melakukan konversi tanaman selain kopi akibat dari harga kopi yang rendah Hutabarat, 2004. Nilai ekspor kopi Indonesia pada periode 1980-2005 juga mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pertumbuhan nilai ekspor kopi Indonesia tertinggi dicapai pada tahun 1986 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 109.68 persen dan tahun 1994 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 116.65 persen sedangkan pertumbuhan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 1981 sebesar -47.26 dan tahun 2000 sebesar -43.25 Lampiran 5. Tingkat pertumbuhan nilai kopi yang tinggi pada tahun 1986 disebabkan kenaikan harga kopi karena kekeringan yang melanda sebagian besar negara produsen kopi Siswoputranto, 1993. Pada tahun 1994 harga kopi meningkat kembali karena frost dan kekeringan yang terjadi Brazil Turnip, 2002. Ekspor kopi yang mengalami penurunan pada tahun 2000 terjadi karena harga kopi dunia yang menurun akibat over supply kopi dari negara produsen terutama Brazil dan Vietnam.

2.6. Penelitian Terdahulu