mendengar, mendiskusikan informasi, melakukan kegiatan ilmiah dan pemecahan masalah.”
14
Sebagai sebuah kegiatan atau aktivitas, belajar memiliki tujuan yang bersifat tetap, yaitu terjadinya perubahan pada anak didik. “Berikut beberapa
ciri-ciri belajar yang mengacu pada perubahan tersebut: a.
Perubahan yang terjadi berlangsung secara sadar. b.
Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional. c.
Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif. d.
Perubahan dalam belajar tidak bersifat sementara. e.
Perubahan dalam belajar terarah dan terencana. f.
Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku.”
15
Dari beberapa definisi belajar bisa diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah informasi mengenai perubahan atau perkembangan yang
diperoleh siswa yang mencakup kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah menjalani proses pembelajaran dalam waktu tertentu.
2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang diperoleh siswa tidak selamanya bagus dan jelek. Kualitas hasil belajar siswa menentukan keberhasilan kegiatan belajar
mengajar dalam periode tertentu. Maka tingginya hasil belajar siswa tentu ditunjang oleh faktor-faktor pendukung. Sebaliknya, rendahnya hasil belajar
siswa disebabkan oleh faktor-faktor penghambat. Dengan kata lain, hasil belajar yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Syaiful
Bahri Djamarah
mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi hasil belajar, “di antaranya:
a. Tujuan, perumusan tujuan pembelajaran yang beraneka ragam akan
memberikan hasil belajar yang beragam pula.
14
Ondi Saondi dan Aris Suherman, Etika Profesi Keguruan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2012, cet. ke-2, hlm. 53
15
Pupuh Fathurrohman dan M. Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar …, hlm. 10
b. Guru. Beberapa hal mengenai guru yang berkaitan dengan kualitas
hasil belajar, seperti kepribadian, pandangan terhadap siswa, dan latar belakang pendidikan guru.
c. Anak didik merupakan unsur manusiawi yang mempengaruhi hasil
belajar dengan keragaman kepribadian dan karakteristiknya serta sikap dan minat mereka terhadap suatu mata pelajaran.
d. Kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran, guru tidak
hanya menggunakan satu metode karena satu metode untuk mencapai satu tujuan saja. Penggunaan metode yang berbeda-beda akan
menghasilkan hasil belajar dengan kualitas yang berbeda pula. e.
Alat dan bahan evaluasi. Bila alat tes yang digunakan tidak valid dan tidak reliable, maka akan mempengaruhi validitas dan reliabilitas data
dari hasil belajar. f.
Suasana evaluasi. Suasana lingkungan tempat diadakannya evaluasi turut mempengaruhi hasil belajar siswa. Suasana yang bising, berisik
dan dipenuhi aktivitas menyontek dapat membuat siswa tidak berkonsentrasi dalam menyelesaikan evaluasinya. Akibatnya hal ini
akan berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperolehnya nanti.”
16
3. Evaluasi Hasil Belajar
a. Definisi Evaluasi
Dalam kegiatan belajar mengajar, dikenal dua macam istilah yang umumnya digunakan untuk mengetahui hasil belajar anak didik. Kedua
istilah tersebut adalah assesment dan evaluasi. Dalam buku Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, dikemukaka
n bahwa “kedua istilah ini mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan menentukan keberadaan nilai terhadap
16
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar – Mengajar, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2002, cet. ke-2, hlm. 123 - 135
obyek yang dievaluasi sesuai dengan tolak ukur tertentu berdasarkan informasi atau data dengan cara yang benar.”
17
Meskipun keduanya adalah kegiatan penilaian, setidaknya ada perbedaan yang mendasar pada kedua istilah tersebut, antara lain dari segi
objek, instrument, waktu dan aspek penilaian. Dilihat dari segi objek, assesment hanya menilai hasil belajar anak
didik, sedangkan evaluasi tidak hanya menilai hasil belajar tapi juga proses belajar itu sendiri. Di samping itu, evaluasi dapat menggunakan alat ukur
lain selain tes untuk melakukan penilaian. Sebaliknya assesment hanya menggunakan tes sebagai alat ukurnya.
“Evaluasi berlangsung sejak awal hingga akhir kegiatan pembelajaran, sedangkan assesment diberikan di akhir pembelajaran. Dan
terakhir, cakupan aspek yang dinilai evaluasi cukup luas, yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif. Assesment
hanya menilai aspek kognitif.”
18
Telah disebutkan di atas bahwa aspek-aspek yang dinilai dalam evaluasi mencakup ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
“Gagne dan Briggs mengemukakan lima ranah hasil belajar yang sedikit berbeda. Lima
ranah tersebut adalah keterampilan intelektual, strategi kognitif, informasi verbal, keterampilan motorik, dan sikap.
”
19
“Dalam kurikulum 2013, telah dirumuskan beberapa aspek yang harus dicapai setelah proses evaluasi
berlangsung, yaitu sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan.
”
20
Ranah dan kompetensi di atas menentukan bentuk dan isi evaluasi yang akan diberikan guru kepada siswa.
Kegiatan evaluasi tidak dapat dipisahkan dari proses belajar mengajar dan akan selalu melibatkan guru dan siswa. Evaluasi merupakan
tahap akhir dalam kegiatan belajar mengajar di satuan pendidikan tertentu.
17
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIPUPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama, 2007, hlm. 104
18
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: Lembaga Penelitian Uin Jakarta, 2009, hlm. 74
19
M. Sobry Sutikno, Pendidikan Sekarang dan Masa Depan, Mataram: NTP Press, 2006, cet. ke-3, hlm. 60
20
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Pemerintah No. 18A tahun 2013; Tentang Implementasi Kurikulum, Jakarta: Kemdikbud, 2013, hlm. 53
Oleh karena itu, untuk menentukan tercapai tidaknya tujuan pembelajaran, perlu dilakukan kegiatan evaluasi.
Menurut Achmad Sanusi, “evaluasi adalah proses penilaian sistematis yang mencakup pemberian nilai, atribut, apresiasi dan
pen genalan permasalahan dan pemberian solusi.”
21
Berbeda dengan definisi di atas, Ralph Tyler mengartikan evaluasi dengan “proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan
dapat dicapai.”
22
Lain halnya dengan definisi yang diungkapkan oleh Retnaningsih Burham. Beliau mendefinisikan evaluasi sebagai “pengumpulan informasi
secara sistematis dalam perencanaan, pengelolaan, pengembangan di mana informasi tersebut digunakan dalam menyusun alternatif keputusan tentang
hasilnya.”
23
Dari definisi-definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi adalah suatu proses penilaian yang sistematis untuk
mengumpulkan informasi dan data yang digunakan sebagai tolak ukur ketercapaian tujuan pendidikan dan sarana dalam menetapkan keputusan-
keputusan terhadap hasil yang diperoleh. Informasi-informasi yang diperoleh dari evaluasi akan menjadi
umpan balik terhadap proses pembelajaran sebagai titik tolak perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran selanjutnya. Dengan perbaikan dan
peningkatan yang terus menerus dan berkesinambungan diharapkan akan mampu mencapai hasil yang optimal.
b. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Dan secara garis besar, “tujuan
21
Anis Fauzi dan Rifyal Ahmad Lugowi, Pembelajaran Mikro; Suatu Konsep dan Aplikasi, Jakarta: Penerbit Diadit Media, 2009, hlm. 101
22
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, hlm. 3
23
Retnaningsih Burham, Peningkatan Pembelajaran dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, Jakarta: Penerbit UNJ Press, 2008, hlm. 69 - 70
evaluasi pembelajaran adalah untuk memberikan motivasi anak didik tentang hasil belajar dalam kurun waktu tertentu, mengetahui tingkat
perkembangan mereka guna diberitahukan kepada orang tua siswa dan mengetahui kesiapan anak didik dalam menerima mata pelajaran
selanjutnya sebagai bahan acuan institusi dalam meningkatkan kualitas pendidikannya.”
24
Di samping itu, “evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan, efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran dan mengetahui
kedudukan anak didik di dalam kelas atau kelompoknya.”
25
Dengan kata lain, evaluasi merupakan penentu keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Secara substansial, “keberhasilan suatu keberhasilan pembelajaran diindikasikan dengan tingginya daya serap siswa terhadap materi pelajaran
dan pencapaian siswa terhadap sikap dan perilaku yang digariskan dalam tujuan pembelajaran.”
26
Namun demikian, indikator yang umumnya dijadikan sebagai tolak ukur adalah tingkat daya serap atau pemahaman
siswa. Disebutkan pula bahwa
“evaluasi bertujuan untuk memberikan datainformasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dan memberi
masukan input untuk menyusun program kelanjutannya, mencegah terjadinya hambatankegagalan yang dapat ditemui dalam pelaksanaan
program demi kemajuan siswa dan menyempurnakan keberhasilan keluaran output suatu program tertentu.
”
27
Farida Yusuf menambahkan “evaluasi yang dilakukan secara formal memegang peranan penting dalam pendidikan dengan memberi
informasi yang dijadikan dasar untuk membuat keputusan, menilai hasil belajar,
menilai kurikulum,
memperbaiki materi
dan program
24
Anis Fauzi dan Rifyal Ahmad Lugowi, Pembelajaran Mikro; …, hlm. 104
25
Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan; Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, cet. ke-4, hlm. 24
26
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar ..., hlm. 120
27
Retnaningsih Burham, Peningkatan Pembelajaran …, hlm. 70
pendidikan.”
28
Dan informasi yang diperoleh dari evaluasi formal diharapkan baik tingkat akurasinya.
Selain tujuan di atas, evaluasi mempunyai beberapa fungsi. Scriven membagi fungsi evaluasi menjadi dua fungsi utama. “Fungsi yang pertama
adalah fungsi formatif, di mana evaluasi digunakan untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan. Yang kedua fungsi sumatif,
evaluasi digunakan untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan.”
29
c. Jenis Evaluasi
Sebelum membahas
jenis-jenis evaluasi,
peneliti akan
mengemukakan beberapa prinsip dasar evaluasi. “Evaluasi hasil belajar siswa didasarkan pada prinsip; shahih, objektif, adil, terpadu, terbuka,
menyeluruh dan berkesinambungan, sistematis, beracuan kriteria, akuntabe
l, dan edukatif.”
30
Prinsip-prinsip tersebut perlu diperhatikan oleh guru sebelum maupun sesudah evaluasi dilaksanakan agar bisa berjalan
dengan baik dan lancar. Berdasarkan tujuannya,
“evaluasi pengajaran dibagi menjadi empat jenis, yaitu placement, formatif, sumatif, dan diagnostik. Placement adalah
evaluasi yang digunakan untuk penentuan penempatan siswa dalam suatu jenjang pendidikan.
”
31
“Formatif adalah jenis evaluasi yang digunakan untuk menentukan alternatif keputusan setelah satu pertemuan kegiatan
pembelajaran berakhir. ”
32
Sedangkan sumatif adalah evaluasi yang digunakan untuk menilai pencapaian siswa terhadap materi yang diajarkan
dan selanjutnya untuk menentukan kenaikan tingkat atau kelulusan siswa.
28
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program …, hlm. 2 - 3
29
Ibid., hlm. 4
30
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Peraturan Pemerinta h …, hlm. 54
31
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010, hlm. 283
32
Retnaningsih Burham, Peningkatan Pembelajaran …, hlm. 71
Dan yang terakhir adalah diagnostik, biasa digunakan untuk mencari penyebab kesulitan belajar pada siswa.
33
Banyak penelitian yang menyimpulkan tentang rendahnya mutu pendidikan menggunakan kemampuan siswa dalam mengerjakan soal atau
menjawab pertanyaan dalam tes hasil belajar.
34
Namun yang perlu digarisbawahi adalah prestasi hasil belajar hanyalah salah satu indikator dari
suatu keberhasilan pelaksanaan kurikulum.
B. Pembelajaran Kooperatif
Dalam kegiatan belajar mengajar, metode merupakan salah satu komponen pengajaran yang menduduki posisi penting. Tanpa adanya metode, niscaya
pengetahuan atau materi pelajaran yang hendak disampaikan tidak akan diterima dengan baik oleh anak didiknya. Selain itu, guru yang tidak menguasai metode
mengajar dengan tepat, tidak akan dapat mengajar dengan baik dan menjadikan siswa cepat bosan, mengantuk dan bahkan tidak mudah memahami pelajaran yang
disampaikan. Oleh karena itu, guru hendaknya mengetahui, memahami dan menguasai
berbagai metode pembelajaran. Makin mahir dan makin tepat seorang guru dalam memilih dan menggunakan metode mengajar, maka kegiatan belajar mengajar
akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan serta diharapkan makin efektif pula dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Secara umum, metode diartikan sebagai cara untuk melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas. Secara istilah, banyak definisi tentang metode pengajaran
yang telah dikemukakan oleh para pakar dan ahli pendidikan. Thoifuri menuturkan bahwa “metode pengajaran adalah cara yang
ditempuh guru dalam menyampaikan bahan ajar kepada siswa secara tepat dan cepat berdasarkan waktu yang telah ditentukan sehingga diperoleh hasil
maksimal.”
35
33
Harjanto, Perencanaan …, hlm. 284
34
Soedjarto, Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu, Jakarta: Balai Pustaka, 1993, hlm. 54
35
Anis Fauzi dan Rifyal Ahmad Lugowi, Pembelajaran Mikro; .., hlm. 74
Salah satu keterampilan guru yang diperlukan di sini adalah keterampilan memilih metode. Dalam memilih metode, hendaknya guru memperhatikan
beberapa hal, “di antaranya materi yang diajarkan, kegiatan yang direncanakan, ranah yang ingin dicapai, jumlah siswa yang dihadapi, sarana yang tersedia dan
lokasi yang memadai.”
36
Pemilihan metode pembelajaran dapat mengacu pada jenis pendekatan yang direncanakan. Setidaknya ada beberapa macam pendekatan yang dapat
mempermudah guru dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Salah satunya adalah pendekatan kelompok. Dan di antara berbagai
metode yang menggunakan pendekatan ini yaitu metode pembelajaran kooperatif.
1. Definisi dan Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Kata kooperatif berasal dari bahasa Inggris, yakni cooperative, yang berarti “mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.”
37
Mengutip pernyataan Wena, Isriani Hardini mengemukakan definisi pembelajaran kooperatif sebagai “pembelajaran yang dilakukan secara sadar
yang menciptakan interaksi silih asah sehingga yang menjadi sumber belajar bukan lagi guru atau buku ajar, tetapi juga sesama siswa.”
38
Pembelajaran belum dianggap tuntas jika salah satu teman dalam kelompok belum
menguasai materi pelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri umum.
Pertama, “penyelesaian materi belajar secara berkelompok dan kooperatif,”
39
sejatinya “setiap anggota kelompok memiliki tugas untuk diselesaikan. Namun, para siswa terlibat dalam diskusi yang terarah”
40
dan “kerjasama
36
Retnaningsih Burham, Peningkatan Pembelajaran …, hlm. 58
37
Isjoni, Cooperative Learning; Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, Bandung: CV. Alfabeta, 2010, hlm. 15
38
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran …, hlm. 144
39
H. Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran …, hlm. 6 - 7
40
Gene E. Hall, dkk, Mengajar dengan Senang; Menciptakan Perbedaan dalam Pembelajaran Siswa, Jakarta: PT. Indeks, 2008, hlm. 376
dalam membantu belajar satu sama lain hingga setiap anggota siap untuk kuis dan penilaian tanpa bantuan teman sekelompoknya.”
41
Ciri yang ke dua, “komposisi kelompok terdiri dari beragam
kemampuan siswa yang berbeda- beda”
42
, bahkan Gene memperluas keragaman ini pada jenis kelamin dan suku.
43
Dengan kata lain, komposisi dalam kelompok bersifat heterogen.
Dan ciri yang terakhir, “orientasi prestasi lebih kepada kelompok dari pada individu.”
44
Kelompok akan mendapatkan rewards bila mereka mencapai kriteria yang ditetapkan. Setidaknya ciri-ciri yang telah disebutkan di atas bisa
dijadikan acuan bagi guru untuk mengetahui apakah metode pembelajaran yang digunakan tergolong kooperatif atau bukan.
“Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran utama, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.”
45
Di samping itu, pada umumnya, metode pembelajaran tradisional menerapkan sistem kompetisi.
Namun hal ini berbeda dengan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran ini bertujuan untuk menciptakan kondisi dan situasi di mana keberhasilan
individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.
46
Hal ini dikarenakan “belajar secara kooperatif membantu siswa dalam mendefinisikan struktur motivasi dan organisasi untuk menumbuhkan
kemitraan yang bersifat kolaboratif, yakni menekankan aktivitas kolaboratif siswa dalam belajar kelompok.”
47
Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Agar dapat bekerja sama dengan baik
di dalam kelompok, siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus.
48
41
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010, hlm. 114
42
H. Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran …, hlm. 6 - 7
43
Gene E. Hall, dkk, Mengajar dengan Senang…, hlm. 376
44
H. Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran …, hlm. 6 - 7
45
Ibid., hlm. 7
46
Mohammad Jauhar, Implementasi Paikem; Dari Behavioristik Sampai Konstruksivistik, Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2011, hlm. 54
47
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar …, hlm. 114
48
Mohammad Jauhar, Implementasi Paikem…, hlm. 53
Di samping membantu siswa mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan berkualitas di antara mereka, pembelajaran kooperatif juga
membantu pembelajaran akademis siswa. Dari hasil penelitian Slavin, bisa disimpulkan bahwa “model pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam
meningkatkan hasil belajar siswa.”
49
Meskipun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut, salah satunya adalah model
Student Teams Achievement Division STAD.
2. Definisi Student Teams Achievement Division STAD
Dalam bukunya, Slavin menganggap STAD sebagai sebu ah “metode
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan model paling baik bagi guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.”
50
Dalam model pembelajaran STAD, “tim yang terdiri dari beragam siswa saling membantu
satu sama lain belajar dengan berbag ai cara dan prosedur kuis”.
51
3.
Karakteristik Student Teams Achievement Division STAD
Model STAD mempunyai karakteristik dan menjadi sebuah alternatif metode pembelajaran. Pertama, STAD memfasilitasi interaksi antar siswa di
dalam kelas. Kedua, STAD memperbaiki sikap, kemampuan individu, dan hubungan interpersonal, semuanya dikontribusikan pada kemampuan positif
sikap ilmiah. Ketiga, STAD menambah sumber belajar dalam belajar seperti orang yang memiliki kemampuan tertinggi berperan sebagai tutor dan hasil
akhir adalah sebuah penghargaan tertinggi untuk semua orang. Keempat, STAD menyiapkan siswa masuk ke dalam masyarakat modern dari
pembelajarnnya untuk bekerja secara efektif dan efesien dengan kelasnya.
49
H. Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran …, hlm. 16
50
Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2009, hlm. 143
51
H. Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran …, hlm. 20
4. Kelebihan dan Kekurangan Student Teams Achievement
Division STAD
Sebagai model pembelajaran, model kooperatif tipe STAD juga memiliki kelebihan dan kekurangan di antaranya sebagai berikut :
1 Kelebihan model kooperatif tipe STAD
a. Mengembangkan serta menggunakan keterampilan berpikir kritis dan
kerjasama kelompok. b.
Mengharmoniskan hubungan antar pribadi yang positif diantara siswa yang berasal dari ras yang berbeda.
c. Menerapkan bimbingan oleh teman.
d. Menciptakan lingkungan yang menghargai nilai-nilai ilmiah.
2 Kekurangan model kooperatif tipe STAD
a. Terkadang terdapat anggota kelompok bersifat pasif yang merugikan
kinerja kelompok. b.
Timbul persaingan antar kelompok yang bersifat negatif yang menimbulkan permusuhan.
c. Siswa yang pandai merasa dijadikan acuan bagi anggota kelompoknya.
d. Guru terlebih dahulu harus sudah membuat perencanaan yang matang
tentang kegiatan kelompok yang akan dilaksanakan.
5. Langkah-Langkah Student Teams Achievement Division
STAD
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilaksanakan dengan mengikuti beberapa prosedur sebagai berikut:
a. Sajian guru meliputi penyajian pokok permasalahan, konsep, kaidah
dan prinsip-prinsip bidang ilmu. Penyajian tersebut bisa dalam bentuk ceramah atau tanya jawab.
Diskusi kelompok dilakukan berdasarkan permasalahan yang disampaikan oleh guru dan sekelompok siswa yang heterogen. Diskusi ini
bertujuan untuk mendalami topik-topik yang disajikan guru.
Penugasan. Guru memberikan tugas kepada masing-masing siswa,
baik berupa soal ataupun permasalahan yang perlu dipecahkan. Setelah menjawabnya, siswa mencocokan hasil kerjanya itu dengan teman
kelompoknya. Jika ada satu yang ketinggalan, maka teman satu kelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskannya. Guru harus menekankan kepada
siswa bahwa mereka belum tuntas belajar sampai semua anggota kelompok mendapatkan poin 100 untuk kuis.
Pemberian kuis. Tahap ini dilakukan setelah guru melakukan
presentasi materi beberapa kali. Dalam kuis ini, siswa tidak diperbolehkan saling membantu sebagaimana pada tahap penugasan. Sebelum memberikan
kuis, guru diharapkan telah membuat interval nilai.
52
Evaluasi. Dalam evaluasi, siswa akan menerima nilai individual dan
nilai kelompok. Nilai individual diperoleh dari hasil teskuis yang diberikan guru kepada masing-masing siswa. Sedangkan nilai kelompok, bisa diperoleh
dengan dua cara. Pertama, nilai kelompok bisa diambil dari nilai terendah yang didapat oleh siswa dalam kelompok. Kedua, nilai kelompok juga bisa
diambil dari rata-rata nilai semua anggota kelompok, dari sumbangan setiap anggota.
53
Penutup. Guru memberikan penghargaan kepada tim yang mendapat
poin tertinggi.
C. IPS
1. Hakikat IPS
Masyarakat Indonesia sebelumnya belum mengenal istilah IPS. “Dengan diberlakukannya kurikulum tahun 1975 di sekolah-sekolah, istilalah
IPS pun baru dikenal secara luas pada tahun 1976. Nama IPS memang baru diperkena
lkan pertama kali oleh kurikulum 1975.”
54
52
Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, hlm. 143 – 157
53
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang Kelas, Jakarta: PT. Grasindo, 2010, hlm. 88
– 89
54
Lili M. Sadeli, dkk, Konsep Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial, Jakarta: Depdikbud UT, 1986, hlm. 20
Ilmu Pengetahuan Sosial bukanlah ilmu sosial. Namun, IPS merupakan bagian dari ilmu sosial. “Sebenarnya IPS berinduk kepada ilmu sosial, dengan
pengertian bahwa teori, konsep, dan prinsip yang diterapkan pada IPS adalah teori, konsep, dan prinsip yang ada dan berlaku pada ilmu sosial.”
55
Oleh karena itu, Trianto mendefinisikan “IPS sebagai integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial yang dirumuskan atas dasar realitas dan
fenomena sosial.”
56
Adapun cabang-cabang ilmu yang menginduk kepada ilmu sosial, antara lain “Geografi, Sejarah, Sosiologi, Antropologi, Psikologi
Sosial, Ekonomi, Ilmu Politik, Ilmu Hukum, dan lain sebagainya. Semuanya dipadukan dan dijadikan bahan baku bagi pelaksanaan program pendidikan
dan pen gajaran di sekolah dasar dan lanjutan.”
57
Max Helly mengemukakan pendapat Nu‟man Soemantri mengenai definisi IPS sebagai mata pelajaran ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan
untuk tujuan pendidikan di tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama, dan sekolah lanjutan tingkat atas.
58
Namun komposisi ilmu yang dipelajari dalam IPS tidaklah sama. Komposisi tersebut disesuaikan dengan jenjang
pendidikan dan perkembangan intelektual siswa. Sebagai suatu disiplin ilmu, IPS mengkaji beberapa hal pokok atau
aspek untuk dipelajari oleh siswa. Di antara aspek-aspek yang menjadi kajian dan ruang lingkup pelajaran IPS, yaitu:
a. “Manusia, tempat, dan lingkungan
b. Waktu, kesinambungan, dan perubahan
c. Sistem sosial dan budaya
d. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan.”
59
Ruang lingkup di atas masih bisa diperinci lagi sesuai dengan jenjang pendidikan. Di jenjang sekolah dasar, “kajian IPS dibatasi sampai pada gejala
dan masalah sosial yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dan di
55
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran …, hlm 10
56
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu…, hlm. 171
57
Abu Ahmadi, dkk, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, hlm. 3
58
Max Helly Waney, Wawasan Ilmu …, hlm. 62
59
Isriani Hardini dan Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu; Teori, Konsep, dan Implementasi, Yogyakarta: Familia, 2012, hlm. 174
jenjang sekolah lanjutan, kajian dan bobotnya diperluas kepada masalah lingkungan, penerapan teknologi di berbagai sektor kehidupan, transportasi,
komunikasi, dan sebagainya.”
60
Ruang lingkup atau kajian IPS di atas terus dikembangkan dari tahun ke tahun.
2. Tujuan Pembelajaran IPS
Selama ini, banyak orang menganggap bahwa IPS adalah materi pelajaran yang ditujukan untuk dihafal dan diingat oleh siswa. Namun lebih
dari itu, “IPS melatih keterampilan para siswa baik fisik maupun berpikir dalam mengkaji dan mencari solusi dari masalah sosial yang dihadapin
ya.”
61
Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto yang mengemukakan bahwa pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan dari pada transfer
konsep, di mana siswa diharapkan memperoleh pemahaman sejumlah konsep dan menguasai serta mengembangkan sikap juga keterampilannya sesuai
dengan konsep yang dimiliki.
62
Jadi, tujuan belajar IPS kini bukan lagi untuk dihafal dan diingat dalam memori siswa.
Secara rinci, Mulyono menjabarkan tujuan pendidikan IPS di Indonesia yang mencakup tiga aspek belajar, kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Dari segi kognitif, IPS memberikan pengetahuan kepada siswa tentang:
a. Sejarah kebudayaan bangsa
b. Lingkungan geografis tempat tinggal manusia dan interaksinya
c. Pemerintahan Negara
d. Struktur kebudayaan dan cara hidup suatu bangsa
e. Cara pemberdayaan lingkungan
f. Efek kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
terhadap kehidupan manusia g.
Efek pertambahan penduduk terhadap lingkungan
60
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran …, hlm. 11 - 12
61
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran …, hlm. 21
62
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu …, hlm. 172 - 173
Dari segi afektif, IPS bertujuan untuk mengajarkan siswa untuk: a.
Mengakui dan menghormati harkat manusia b.
Mengakui dan menghayati nilai-nilai Pancasila c.
Menghayati nilai-nilai agama d.
Memupuk sikap toleransi sesama umat beragama e.
Menghormati perbedaan dalam adat istiadat dan kebudayaan bangsa f.
Bersikap positif terhadap bangsa g.
Menghormati milik orang lain dan negara h.
Memupuk sikap terbuka terhadap perubahan dunia dan nilai-nilai Sedangkan dari segi psikomotorik, IPS mengajarkan siswa sejumlah
keterampilan dan kecakapan. Di antaranya: a.
Kecakapan untuk memperoleh pengetahuan dan informasi b.
Keterampilan berpikir dan menginterpretasikan hasil pemikirannya secara terorganisir
c. Kecakapan meninjau informasi secara kritis
d. Kecakapan mengambil keputusan berdasarkan fakta dan pendapat
e. Kecakapan dalam memecahkan masalah
f. Keterampilan dalam menggunakan media belajar IPS, seperti peta,
globe, dan lain-lain g.
Keterampilan dalam membuat laporan, menggambar peta, observasi, wawancara, dan penelitian.
63
Mengamati tujuan-tujuan yang telah dikemukakan di atas, pola pembelajaran IPS seharusnya menekankan pada unsur pendidikan dan
pembekalan siswa. Penekanan pembelajarannya terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajarinya sebagai bekal dalam
memahami dan berpartisipasi dalam menjalani kehidupan bermasyarakat.
63
Max Helly Waney, Wawasan Ilmu …, hlm. 64 - 65
D. Penelitian Yang Relevan
Penelitian mengenai model kooperatif tipe Student Teams Achievement Division STAD pernah dilakukan oleh Fifi Nur Afiah dengan skripsinya yang
berjudul “Perbandingan Keterampilan Komunikasi antara Siswa yang Diajarkan dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Student Teams Achievement
Division dan Tipe Jigsaw”. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada
perbedaan kualitas keterampilan komunikasi antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe Jigsaw. Keterampilan
komunikasi siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw.
E. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian di atas, dapat dibuat hipotesis tindakan dalam penelitian ini sebagai berikut : Model kooperatif tipe
STAD dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Madrasah Al-Karimiyah
Jakarta Pada Tahun Pelajaran 20132014.
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai peningkatan hasil belajar IPS melalui metode kooperatif tipe STAD ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah.
Sekolah ini berada di daerah Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Penelitian tersebut berlangsung pada semester II tahun ajaran 20132014
tepatnya yakni pada bulan April 2013.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas PTK, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan informasi bagaimana tindakan yang tepat
untuk aktivitas siswa dengan pendekatan pembelajaran IPS yang berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian ini bersifat deskriptif, yakni penelitian ini berusaha untuk memberikan gambaran mengenai kondisi suatu variable. Sejalan dengan itu,
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan statistik. Maksudnya, untuk memperoleh gambaran akurat mengenai suatu variable,
penelitian ini membutuhkan data-data statistik kemudian diolah dan dianalisis dengan teknik analisis tertentu. Teknik analisis tersebut adalah analisis deskriptif.
Penggunaan teknik bertujuan untuk mendeskripsikan hasil belajar mata pelajaran IPS siswa kelas IV MI Al-Karimiyah.
Penelitian tindakan ini direncanakan atas beberapa siklus, di mana tiap siklus akan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa
yang telah didesain dalam faktor sesuai prosedur; perencanaan planning, pelaksanaan tindakan action, observasi observation, dan refleksi reflection.
Apabila target penelitian yang diinginkan tercapai pada siklus I, peneliti tidak perlu melanjutkan tindakan ke siklus II. Sebaliknya, peneliti akan melakukan
tindakan dengan melalui beberapa siklus hingga target penelitian tercapai.
Sebelum mengimplementasikan keempat tahapan di atas, peneliti memaparkan alur kerja yang akan dilaksanakan pada penelitian tindakan kelas.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah guru mata pelajaran IPS dan siswa kelas IV Madrasah Ibtidaiyah Al-Karimiyah Jakarta tahun ajaran 20132014. Jumlah siswa
di kelas tersebut mencapai 27 orang dan terdiri dari 16 siswa dan 11 siswi.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti berperan dan menempati posisi sebagai guru, peneliti dan observator yang melakukan pengamatan dan pencatatan aktivitas
yang dilakukan oleh guru dan siswa.
E. Tahapan Intervensi Tindakan
Tahapan intervensi tindakan dalam penelitian tindakan kelas dimulai dengan rangkaian tindakan pada siklus I. Apabila target penelitian yang
diharapkan pada siklus I belum tercapai, penelitian akan dilanjutkan dengan tindakan siklus II dan siklus-siklus selanjutnya hingga target penelitian tercapai.
PERENCANAAN PELAKSANAAN
PENGAMATAN REFLEKSI
PELAKSANAAN PENGAMATAN
REFLEKSI Siklus I
Siklus II
Tahapan penelitian tindakan untuk siklus I dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut :
1. Perencanaan Planning
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah memuat skenario pembelajaran sesuai teknik pembelajaran yang
digunakan, membuat lembar observasi lembar tindakan kelas untuk melihat kondisi proses pembelajaran selama berlangsung, dan mendesain
penilaian peningkatan pemahaman konsep Ilmu Pengetahuan Sosial. 2.
Pelaksanaan Action Dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang
telah didesain, sebagai upaya perbaikan dan peningkatan atau perubahan proses pembelajaran, perilaku, sikap dan prestasi belajar siswa yang
diinginkan. 3.
Pengamatan Observation Pada tahap ini, guru mengamati dampak atau hasil dari tindakan
yang dilaksanakan atau dikenakan pada siswa. Apakah berdasarkan tindakan yang dilaksanakan itu memberikan pengaruh yang meyakinkan
terhadap perbaikan dan peningkatan proses pembelajaran dan hasil belajar siswa atau tidak.
4. Refleksi Reflection
Penilaian pada kolaborator dan hasil diskusi dengan guru peneliti, hasilnya dianalisis, diinterprestasikan dan disimpulkan bersama.
Kesimpulan ini akan dijadikan dasar dalam merevisi rencana untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
Seperti halnya siklus I, siklus II pun terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
1. Perencanaan planning
Peneliti membuat rencana pembelajaran berdasarkan hasil refleksi pada siklus pertama.
2. Pelaksanaan Action
Guru melaksanakan pembelajaran tentang TemaSub tema “Berbagai Pekerjaan Jenis-jenis pekerjaan” dengan metode kooperatif tipe
STAD berdasarkan rencana pembelajaran pada siklus pertama. 3.
Pengamatan Observation Peneliti melakukan pengamatan terhadap aktivitas pembelajaran
TemaSub tema “Berbagai Pekerjaan Jenis-jenis pekerjaan” dengan metode kooperatif tipe STAD.
4. Refleksi Reflection
Peneliti melakukan refleksi terhadap pelaksanaan siklus II dan menganalisis serta membuat kesimpulan atas pelaksanaan pembelajaran
TemaSub tema “Berbagai Pekerjaan Jenis-jenis pekerjaan” dengan
metode kooperatif tipe STAD.
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan
Hasil yang diharapkan dari tahapan intervensi tindakan kelas meliputi: 1.
Hasil Belajar IPS Dari intervensi tindakan kelas diperoleh data hasil belajar yang di
ambil dari hasil tes yang meliputi pencapaian penguasaan konsep tentang berbaagai pekerjaan dengan sub tema jenis-jenis pekerjaan melalui metode
Kooperatif tipe STAD. Pencapaian tindakan intervensi kelas dianggap berhasil bila standar
ketuntasan kompetensi minimal KKM mencapai nilai minimal 70. 2.
Metode Pembelajaran STAD Berdasarkan hasil observasi terhadap proses pembelajaran melalui
metode kooperatif tipe STAD diharapkan siswa terlibat secara aktif dan antusias dalam proses pembelajaran.
Tingkat keberhasilan penerapan metode kooperatif tipe STAD tercapai apabila aktivitas guru dalam mempersiapkan dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran, serta partisipasi siswa dalam proses pembelajaran