penggunanya pada bidang eksakta. Artinya, bidang-bidang non eksakta pun dapat memberi efek yang sama dengan bidang studi
eksakta dalam belajar rasional. 6.
Belajar Kebiasaan Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-
kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri tauladan, dan
pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-
kebiasaan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras secara kontekstual, serta selaras dengan norma dan tata nilai moral yang
berlaku. Belajar kebiasaan akan lebih tepat dilaksanakan dalam konteks pendidikan keluarga. Namun demikian, tentu tidak tertutup
kemungkinan penggunaan pelajaran agama sebagai sarana kebiasaan bagi para siswa.
7. Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar pertimbangan arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan
mengembangkan kecakapan ranah afektif yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu,
misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya. Bentuk belajar ini biasanya diterapkan dalam bidang studi bahasa, sastra,
kerajinan tangan, kesenian, dan menggambar, juga seni baca Al- Qur’an.
8. Belajar Pengetahuan
Belajar pengetahuan ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu.
Tujuannya adalah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih
rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan.
20
d. Ciri-ciri Belajar
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
belajar nampak adanya beberapa ciri-ciri belajar yaitu,
1 Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku change of
behaviour. Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkah laku hasil belajar orang
tidak dapat mengetahui ada tidaknya hasil belajar. Karena perubahan hasil belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati.
2 Perubahan perilaku relative permanent, ini diartikan bahwa
perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-berubah, akan tetapi dilain
pihak tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup. 3
Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut
bersifat potensial. Artinya hasil belajar tidak selalu sertamerta terlihat segera setelah selesai belajar. Hasil belajar dapat berproses setelah
kegiatan belajar selesai. 4
Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau pengalaman. Artinya belajar itu harus dilakukan secara aktif, sengaja,terencana,
bukan karena peristiwa yang insendental. 5
Pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan. Sesuatu yang memperkuat memberikan semangat atau dorongan untuk
mengubah tingkah laku.
21
20
Ibid., h. 54
21
Makmuun Khairani, Psikologi Belajar,Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013, h. 8
e. Tahapan-tahapan dalam Belajar
Sebagai suatu proses perubahan, aktivitas belajar mengandung tahapan-tahapan yang satu sama lain bertalian secara berurutan dan
fungsional. Menurut Bandura, dalam proses belajar siswa menempuh empat tahapan, yaitu:
1. Tahapan perhatian attentional phase. Pada tahap perhatian, siswa
memusatkan perhatian pada objek materi. Pada umumnya siswa lebih memusatkan perhatian mereka pada stimulus yang menonjol
atau menarik bagi mereka. Tahap ini penting karema jika siswa tidak dapat memfokuskan perhatian mereka pada materi yang
disajikan, maka mereka akan kesulitan untuk melanjutkan ke tahap selanjutanya. Karena itu, guru perlu mencari cara untuk menarik
perhatian siswa, misalnya dengan menggunakan intonasi suara yang dinamis dan tidak monoton, mengekspresikan mimik
tertentu, atau bila mungkin membawa media pembelajaran yang bisa menarik perhatian siswa.
22
2. Tahapan penyimpanan dalam ingatan retention phase. Pada
tahap penyimpanan dalam ingatan, informasi materi yang disajikan ditangkap, diproses, dan kemudian disimpan dalam
memori. Mengingat struktur memori manusia memiliki tiga lapisan masing-masing memiliki lama penyimpanan dan kapasitas
yang berbeda-beda, maka proses ini membutuhkan strategi khusus dari siswa-siswa. Di samping itu, setiap siswa juga memiliki
kemampuan dan strategi penyimpanan informasi yang berbeda- beda, tergantung pada modelitas belajar masing-masing. Guru juga
dapat membantu siswa dalam tahapan ini, misalnya ddengan memberikan visualisasi atau pengulangan terhadap informasi yang
dianggap penting.
23
22
Nyanyu Khodijah, op. cit., h. 56
23
Ibid., h 57
3. Tahapan reproduksi reproduction phase. Pada tahap reproduksi,
semua informasi dalam bentuk kode-kode simbolis yang tersimpan dalam memori diproduksi atau muncul kembali. Sulit atau
mudahnya pemunculan kembali memori ini bukan hanya bergantung pada strategi penyimpanan yang digunakan pada tahap
penyimpanan, akan tetapi juga bergantung pada stimulus yang digunakan untuk memunculkan informasi tersebut. Untuk itu,
dalam hal ini guru perlu menggunakan “isyarat” yang memungkinkan siswa mampu memunculkan informasi materi
yang telah disimpan dalam memorinya.
24
4. Tahapan motivasi motivation phase. Pada tahap motivasi, semua
informasi yang telah tersimpan dalam memori diberi penguatan. Untuk itu, guru dianjurkan memberikan pujian, hadiah atau nilai
tertentu pda siswa yang berprestasi, sebaliknya bagi siswa yang kurang berprestasi perlu diberi kesadaran tentang pentingnya
penguasaan materi, dan jika memang diperlukan guru dapat memberikan hukuman yang bersifat edukatif dengan memberikan
tugas tambahan yang mendorong mereka untuk mempelajari kembali.
25
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belajar mengajar
Secara fundamental Dollar dan Miller menegaskan bahwa kefektivan perilaku belajar itu dipengaruhi oleh empat hal, yaitu: Adanya motivasi,
siswa harus menghendaki sesuatu; Adanya perhatian dan mengetahui sasaran, siswa harus memperhatikan sesuatu; adanya usaha, siswa harus
melakukan sesuatu; adanya evaluasi dan pemantapan hasil siswa harus memperoleh sesuatu.
26
24
Ibid., h. 58
25
Ibid., h. 59
26
Abin Syamsuddin Makmun. Psikologi kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009. Hal 164
g. Tujuan Belajar
Dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan kondisi belajar yang lebih kondusif. Hal ini akan berkaitan
dengan mengajar. Mengajar diartikan sebagai suatu usaha penciptaan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem
lingkungan belajar ini sensiri terdiri atau dipengaruhi oleh berbagai komponen yang masing-masing akan saling mempengaruhi. Komponen-
komponen itu misalnya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi yang ingin diajarkan, guru dan siswa yang memainkan peranan serta dalam
hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana prasarana belajar mengajar yang tersedia.
27
Secara umum, maka tujuan belajar itu ada tiga jenis: 1
Untuk mendapatkan pengetahuan Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Pemilikan
pengetahuan dan kemampuan berpikir sebagai yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain, tidak dapat mengembangkan
kemampuan berpikir
tanpa bahan
pengetahuan, sebaliknya
kemampuan berpikir akan memperkaya pengetahuan. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam
kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.
2 Penanaman konsep dan keterampilan
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani
maupun rohani. Keterampilan jasmaniah adalah keterampilan- keterampilan
yang dapat
dilihat, diamati,
sehingga akan
menitikberatkan pada keterampilan gerakpenampilan dari anggota tubuh seseorang yang sedang belajar. Termasuk dalam hal ini
masalah- masalah “teknik” dan “pengulangan”. Sedangkan
27
Sardiman A. M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2007, h. 25
keterampilan rohani lebih rumit, karena tidak selalu berurusan dengan masalah-masalah keterampilan yang dapat dilihat bagaimana ujung
pangkalnya, tetapi lebih abstrak, menyangkut persoalan-persoalan penghayatan, dan keterampilan berpikir serta kreativitas untuk
menyelesaikan dan merumuskan suatu masalah atau konsep. Jadi semata-
mata bukan soal “pengulangan”, tetapi mencari jawab yang cepat dan tepat. Keterampilan memang dapat dididik, yaitu dengan
banyak melatih kemampuan. 3
Pembentukan sikap Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku, dan pribadi anak
didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk ini dibutuhkan kecakapan dalam mengarahkan motivasi dan
berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri sebagai contoh atau model. Pembentukkan sikap mental da perilaku
anak didik, tidak akan terlepas dari soal penanaman nilai-nilai, transfer of values
. Oleh karena itu, guru tidak sekedar “pengajar”, tetapi betul-betul sebagai pendidik yang akan memindahkan nilai-nilai
itu kepada anak didiknya. Dengan dilandasi nilai-nilai itu, anak didiksiswa akan tumbuh kesadaran dan kemauannya, untuk
mempraktikkan segala sesuatu yang sudah dipelajarinya. Jadi pada intinya, tujuan belajar itu adalah ingin mendapatkan
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap mental nilai-nilai. Pencapain tujuan belajar berarti akan menghasilkan, hasil belajar.
28
4. Hasil Tes Prestasi Belajar Sosiologi
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Antara kata prestasi dan belajar mempunyai arti yang
berbeda. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok. Menurut Gagne,
belajar adalah suatu proses yang kompleks dan hasil belajar berupa
28
Sardiman A. M. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal 26-28
kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.
29
Prestasi belajar dapat dicapai melalui proses belajar. Namun belajar tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan guru yang sedang
memberikan pengajaran di dalam kelas, dan juga bukan hanya siswa yang membaca buku pelajaran saja. Akan tetapi lebih luas dari kedua aktifitas di
atas. Pengertian prestasi belajar menurut beberapa ahli: 1
Abu Ahmadi menjelaskan pengertian prestasi belajar sebagai berikut: Secara teori bila sesuatu kegiatan dapat memuaskan suatu
kebutuhan, maka ada kecenderungan besar untuk mengulanginya. Sumber penguat belajar dapat secara ekstrinsik nilai, pengakuan,
penghargaan dan dapat secara ekstrinsik kegairahan untuk menyelidiki, mengartikan situasi.
2 Winkel dalam Sunarto yang menyatakan bahwa prestasi belajar
adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot
yang dicapainya. 3
Sukmadinata, prestasi atau hasil belajar achievement merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang
dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari penguasaan
siswa akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Alat untuk mengukur prestasihasil belajar disebut tes prestasi belajar atau
achievement test yang disusun oleh guru atau dosen yang mengajar mata kuliah yang bersangkutan.
Istilah Sosiologi berasal dari kata socius dan logos. Kata tersebut berasal dari dua bahasa yang berbeda. Kata socius yang berarti kawan
berasal dari Bahasa Latin. Adapun logos yang berarti ilmu berasal dari
29
Ibid., h. 4
Bahasa Yunani. Jadi, Sosiologi bisa didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat. Menurut pendapat beberapa orang, Sosiologi
hanya memusatkan perhatiannya pada kelompok-kelompok sosial dan perilaku masyarakat. Sementara, sebagian orang berpendapat bahwa
Sosiologi juga
memperhatikan perilaku-perilaku
individu yang
dipengaruhi oleh kelompok sosial atau masyarakat. Sosiologi termasuk ilmu pengetahuan karena memenuhi beberapa unsur pengetahuan. Di
antaranya, memenuhi unsur pengetahuan knowledge, unsur sistematis, yaitu urutan-urutan yang bisa menggambarkan apa yang ada dalam
pengetahuan. Tes prestasi hasil belajar kognitif adalah tes tertulis yang digunakan
untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu.
30
Tujuan dari tes prestasi belajar yaitu untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap konsep tertentu setelah dilakukan pembelajaran. Jadi, hasil
tes prestasi hasil belajar sosiologi adalah keseluruhan hasil atau taraf kemampuan yang telah dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran atau
mengerjakan soal pelajaran sosiologi dalam waktu tertentu dan kemudian akan diukur dan dinilai dalam angka atau pernyataan.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan yang peneliti lakukan, juga telah dilakukan oleh :
Penelitian Siti Amaliah Hidayah, dengan judul Pengaruh Penerapan Pembelajaran Sistem Moving Class Terhadap Motivasi Belajar Siswa
Kelas X. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan pembelajaran sistem moving class terhadap motivasi belajar
siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA Santu Petrus Pontianak tahun 2012. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
pembelajaran sistem moving class berpengaruh terhadap motivasi belajar
30
Riduwan. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru-Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: ALFABETA, 2004. h. 77
siswa kelas X pada mata pelajaran ekonomi di SMA Santu Petrus Pontianak.
31
Penelitian Asriyadin, dengan judul Efektivitas Moving Class dalam Peningkatan Motivasi dan Prestasi Belajar Fisika SMA Piri 1 Yogyakarta.
Bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan prestasi belajar fisika dengan menerapkan sistem moving class pada proses pembelajaran fisika pada
materi pokok suhu dan kalor. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai F
hitung
sebesar 5,11 lebih besar dari F
tabel
senilai 4,06 dengan taraf signifikan 5. Pembelajaran dengan menerapkan sistem moving class juga dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini terlihat dari angket motivasi belajar siswa sebelum dan sesudah diterapkan sistem moving class sebesar
68,48 dan 8,09. Jadi kenaikan rata-rata motivasi belajar siswa sebesar 15,61.
32
Penelitian Ria Aprillia Nugraheni. 2011. Pengaruh Sistem Moving Class dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Diklat
Menerapkan Prinsip Kerjasama Dengan Kolega Dan Pelanggan Studi Kasus Pada Siswa Kelas X Program Keahlian Administrasi Perkantoran di
SMK Negeri 9 Semarang. Tujuan penelitian ini adalah : 1 untuk mengetahui adakah pengaruh sistem moving class terhadap prestasi
belajar, 2 untuk mengetahui adakah pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar, 3 untuk mengetahui adakah pengaruh sistem moving
class dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar. Simpulan penelitian ini adalah moving class dan motivasi belajar berpengaruh terhadap prestasi
belajar baik secara simultan maupun parsial.
33
31
Siti Amalia h Hidayah. “Pengaruh Penerapan Pembelajaran Sistem Moving Class
Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas X” Skripsi Universitas TanjungPura Pontianak
32
Asriyadin. “Efektivitas Moving Class dalam Peningkatan Motivasi dan Prestasi
Belajar Fisika SMA 1 Piri Yogy akarta” Skripsi UIN Kalijaga
33
Ria Aprilia Nugraheni.”Pengaruh Sistem Moving Class dan Motivasi Belajar Terhadap Prestasi Belajar Mata Diklat Menerapkam Prinsip Kerjasama Dengan Kolega dan Pelanggan
Studi Kasus Pada Siswa Kelas X Program Keahlian Administrasi Perkantoran di SMK Negeri 9 Semarang” Skripsi Universitas Negeri Semarang
C. Kerangka Berpikir
Menurut Hadi, moving class merupakan sistem belajar mengajar yang bercirikan siswa yang mendatangi guru dikelas. Konsep moving clas mengacu
pada pembelajaran kelas yang berpusat pada anak untuk memberikan lingkungan yang dinamis sesuai dengan bidang yang dipelajarinya. Dengan moving class,
siswa akan belajar bervariasi dari satu kelas ke kelas lain sesuai dengan bidang studi yang dipelajarinya.
34
Moving class merupakan suatu model pembelajaran yang diciptakan untuk belajar aktif dan kreatif. Dengan sistem belajar mengajar bercirikan
peserta didik mendatangi guru di kelas, bukan sebaliknya. Dalam sistem ini guru mempunyai kelas pribadi, untuk mengikuti setiap pelajaran
peserta didik harus berpindah dari satu kelas ke kelas lain yang sudah ditentukan. Sehingga terdapat penamaan kelas berdasarkan bidang studi.
Misalnya, kelas Biologi, kelas Fisika, kelas Matematika dan kelas Bahasa. Lewat sistem ini, para peserta didik dapat menciptakan suasana yang
kondusif untuk belajar di setiap kelas yang ada. Kegiatan pembelajaran sistem moving class peserta didik berpindah sesuai pelajaran yang
diikutinya.
35
Prestasi belajar dapat dicapai melalui proses belajar. Namun belajar tidak hanya mendengarkan dan memperhatikan guru yang sedang
memberikan pengajaran di dalam kelas, dan juga bukan hanya siswa yang membaca buku pelajaran saja. Sosiologi bisa didefinisikan sebagai ilmu
yang mempelajari masyarakat. Jadi, hasil tes prestasi hasil belajar sosiologi adalah keseluruhan hasil atau taraf kemampuan yang telah
dicapai siswa setelah mengikuti pelajaran atau mengerjakan soal pelajaran sosiologi dalam waktu tertentu dan kemudian akan diukur dan dinilai
dalam angka atau pernyataan.
34
Anim Hadi, Mengapa harus menggunakan moving class, diakses dari https:animhadi.wordpress.com20081116mengapa-harus-menggunakan-sistem-moving-class
pada tanggal 18 Maret 2014 pukul. 20:30
35
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, Bandung : Alfabeta, 2009, h. 183
D. Hipotesis
Hipotesis menurut Arikunto didefinisikan sebagai alternatif dugaan jawaban yang dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam
penelitiannya.
36
Maka penulis mengajukan hipotesis penelitian bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang
moving class dan hasil tes prestasi hasil belajar sosiologi pada siswa kelas xi ips di MAN 4 Jakarta. Dengan kata lain menerima hipotesis alternatif
H
a
.
36
Nurul Zuriah. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2007, h. 162
Persepsi siswa tentang moving class
Hasil tes prestasi belajar sosiologi pada
siswa kelas xi ips