bersifat gradual, yaitu ada penjenjangan skor, mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah.
c. Karakteristik Butir Soal
1 Daya Pembeda
Suwarto 2013: 108, mengemukakan bahwa daya pembeda merupakan suatu butir tes yang berfungsi untuk menentukan dapat
tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan perbedaan yang ada pada kelompok. Zainul
dan Nasution dalam Widoyoko, 2014: 136 menjelaskan bahwa daya beda butir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat
kemampuan butir soal membedakan antara peserta tes yang pandai kelompok atas dengan peserta tes yang kurang pandai kelompok
bawah diantara peserta tes. Purwanto 2009: 102 mengemukakan bahwa daya beda adalah
kemampuan butir soal tes hasil belajar membedakan siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan rendah. Daya beda ini
berhubungan dengan derajat kemampuan butir membedakan dengan baik perilaku pengambil tes dalam tes yang dikembangkan.
Dari pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda merupakan kemampuan setiap butir untuk dapat
membedakan antara siswa yang pandai kelompok atas dengan siswa yang kurang pandai kelompok bawah.
2 Tingkat Kesukaran
Widoyoko 2014: 132, mengemukakan bahwa tingkat kesukaran butir soal adalah proporsi peserta tes menjawab dengan
benar terhadap suatu butir soal. Purwanto 2009: 99 mengemukakan bahwa tingkat kesukaran
difficulty index
dapat didefinisikan sebagai proporsi siswa peserta tes yang menjawab benar.
Sudjana 2009: 135 mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam
menjawab soal, bukan dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran
soal adalah penentuan proporsi dan kategori soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar. Perbandingan proporsi jumlah soal untuk
tiga kategori tersebut didasarkan atas kurva normal. Sebagian besar soal berada pada kategori sedang, sebagian lagi berada pada kategori
mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang. Perbandingan dapat dibuat 25-50-25, 25 soal dengan kategori
“mudah”, 50 soal dengan kategori
“sedang”, dan 25 soal dengan kategori “sukar”. Proporsi soal dengan kategori sedang lebih banyak dari soal kategori
mudah dan soal kategori sukar. Rakhmat dan Suherdi 2001: 190, menjelaskan bahwa tingkat
kesukaran soal yaitu ukuran yang menunjukkan kesulitan soal untuk diselesaikan oleh siswa. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
semua soal dikatakan sukar jika sebagian besar testi gagal menyelesaikan, sebaliknya soal dikatakan mudah jika sebagian besar
testi mampu menyelesaikannya. Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tingkat kesukaran soal adalah kemampuan siswa dalam menjawab soal yang terdiri dari kategori rendah, sedang, dan tinggi yang dapat
diketahui dari banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar. 3
Pengecoh Purwanto 2009: 75, mendefinisikan pengecoh adalah pilihan
yang bukan merupakan kunci jawaban. Arikunto 2013: 233, menjelaskan bahwa pengecoh dapat berfungsi dengan baik apabila
pengecoh tersebut mempunyai daya tarik bagi peserta tes yang kurang memahami materi.
Surapranata 2004: 43, mengemukakan bahwa pengecoh berfungsi sebagai pengidentifikasi peserta tes yang berkemampuan
tinggi. Pengecoh dikatakan berfungsi efektif apabila banyak dipilih oleh peserta didik yang berasal dari kelompok bawah.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pengecoh adalah alternatif yang bukan merupakan kunci
jawaban yang berfungsi untuk mengecoh peserta tes yang kurang memahami materi. Pengecoh akan berfungsi dengan baik apabila
pengecoh dipilih secara merata oleh peserta didik paling sedikit dipilih oleh 5 pengikut tes.
3. Pengembangan Tes Hasil Belajar