dengan efek kesehatan ketika mengkonsumsi air sumur yang mengandung mangan di
Desa Amplas Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. 5.6.
Hubungan Lama Pajanan dengan Gangguan Saluran Pernafasan
Berdasarkan hasil penelitian, gambaran lama kerja responden di Terminal Terpadu Amplas menunjukkan bahwa distribusi data tidak normal sehingga yang
dijadikan nilai tengah adalah median yaitu 10 jamharidengan lama kerja rata-rata per hari adalah 11 jamhr dengan lama kerja terpendek 8 jamhr dan lama kerja
terpanjang adalah 16 jamhari. dengan nilai p sebesar 0,014 pada menunjukkan adanya hubungan antara lama pajanan dengan gangguan saluran pernafasan dan dapat
dilihat bahwa terdapat perbedaan proporsi besar risiko antara responden dengan lama pajanan.
Hasil penelitian ini seseuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukirno 2009yang menunjukan adanya hubungan lama pajanan dengan terjadi gangguan
saluran pernafasan pada studi analisis risiko kesehatan lingkungan pajanan debu dan gas SO
2
akibat transportasi di Terminal Giwangan Yogyakarta. Variabel lama pajanan merupakan salah satu faktor yang penting yang memengaruhi nilai asupan intake,
artinya semakin lama pajanan harian maka semakin besar nilai asupan yang diterima individu tersebut dan semakin berisiko terhadap gangguan kesehatan.
5.7. Hubungan Berat Badan dengan Gangguan Saluran Pernafasan
Universitas Sumatera Utara
Pada analisis risiko, berat badan akan memengaruhi besarnya nilai risiko dan secar teoritis semakin besar berat badan seseorang maka semakin kecil kemungkinan
untuk risiko mengalami gangguan. Hasil penelitian menunjukkangambaran berat badan responden di Terminal Terpadu Amplas dengan rata-rata median adalah 60 kg
dengan berat badan terendah 47 kg dan berat badan tertinggi 70 kg. Data penelitian menghasilkan nilai p sebesar 0,0110,050 yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara berat badan dengan gangguan saluran pernafasan dan terdapat perbedaan proporsi besar risiko gangguan saluran pernafasan antara responden yang
mempunyai berat badan di atas 60 kg dengan responden yang berat badannya tidak melebihi 60 kg.
Dalam kajian toksikologi, efek toksik pada tubuh memang berbanding terbalik dengan berat badan, karena semakin tinggi berat badan seseorang, distribusi sebaran
zat toksik dalam tubuh akan semakin luas, sehingga nilai rata-rata zat toksik per kilogram berat badannnya akan semakin berkurang. Di samping itu, kandungan
lemak yang cenderung lebih banyak pada orang dengan berat badan lebih tinggi juga berpengaruh dalam merangkap zat-zat toksik yang masuk ke dalam tubuh manusia.
Menurut Nukman 2005 berat badan merupakan variabel antropometri penting yang sangat memengaruhi besar dosis aktual suatu risk agent yang diterima
individu. Teori yang dijabarkan dalam rumus perhitungan analisis risiko menurut Kolluru 1996 dimana besarnya intake I berbanding terbalik dengan berat badan
responden . Semakin tinggi berat badan responden, semakin kecil nilai intake dan jika
Universitas Sumatera Utara
nilai intake dibagi nilai Rfc akan memberikan hasil besar risikoRQ yang lebih kecil pula.
Hasil penelitian ini sesuai dengan peneitian yang dilakukan oleh Noviandi 2012 yang menunjukkan terdapatnya hubungan antara berat badan responden
dengan besar risiko pada masyarakat yang mengkonsumsi air minum yang terkontaminasi mangan di daerah Percut Sei Tuan Sumatera Utara. Namun, penelitian
ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sianipar 2009 yang memberikan hasil dimana dengan bertambahnya berat badan responden justru
memperbesar peluang terjadinya risiko paparan Hidrogen Sulfida H
2
S pada masyarakar sekitar TPA sampah di Kelurahan Terjun Kecamatan Marelan Kota
Medan.
5.8. Hubungan Besar Risiko Gas SO